Pengertian Kepemimpinan Pendidikan

Kepemimpinan pendidikan adalah pengarahan dan pengawasan terhadap orang lain agar dapat melakukan tugas-tugas yang telah direncanakan sehingga dapat mencapai sasaran dan tujuan lembaga pendidikan. Seperti yang diungkapkan oleh Simerson & Venn (dalam Purwanto, 2016, hlm. 191) bahwa kepemimpinan adalah perilaku orang yang mengomunikasikan arahan atau perintah kepada pengikut atau pekerja. Wujud konkretnya dapat dilihat pada kepala sekolah, dekan, rektor, dsb.

Namun demikian, lebih dari itu, kepemimpinan tidak hanya berarti mengarahkan atau memerintah semata, akan tetapi harus mampu memberikan pengaruh terhadap anggota yang dipimpinnya. Hal tersebut didasarkan pada pernyataan Robbins (dalam Sadikin, 2020, hlm. 116) bahwa kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi kelompok menuju tercapainya sasaran.

Hal tersebut karena pengarahan, pengawasan, dan perintah saja tidak akan cukup untuk menyukseskan tujuan pendidikan saja. Seperti yang dijelaskan lebih lanjut oleh Simerson & Venn (dalam Purwanto, 2016, hlm. 191) bahwa Kepemimpinan biasanya merupakan kekuatan pendorong di belakang kemampuan organisasi untuk memenuhi proposisi nilainya.

Lebih lanjut Osborne (dalam Purwanto, 2016, hlm. 191) menjelaskan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan untuk menciptakan lingkungan di mana semua orang tahu kontribusi apa yang diharapkan dan merasa benar-benar berkomitmen untuk melakukan pekerjaan yang hebat. Dengan demikian kepemimpinan juga mengharuskan seorang pemimpin termotivasi dan itu berkontribusi melalui tugas dan fungsinya masing-masing untuk melakukan kontribusi tinggi melalui pekerjaannya.

Dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan pendidikan adalah kemampuan untuk memberikan pengaruh, arahan, perintah, motivasi, dan lingkungan kondusif terhadap anggota-anggota lembaga di lembaga pendidikan untuk bekerja dan berkontribusi tinggi berdasarkan tugasnya masing-masing untuk  mencapai tujuan dan sasaran lembaga pendidikan tersebut.

Perkembangan Teori Kepemimpinan Pendidikan

Persoalan kepemimpinan baik di bidang pendidikan maupun bidang lain pada umumnya mengalami perubahan dan perbedaan kacamata dari masa ke masa. Hal ini terutama amatlah dipengaruhi oleh dinamika-dinamika yang terjadi di lingkup global. Sharp & Walter (dalam Purwanto, 2016, hlm. 192) membagi perkembangan teori kepemimpinan ini menjadi tiga periode utama yang akan dijelaskan pada pemaparan berikut ini.

  1. Teori Kepemimpinan Pendidikan Tahun 1984
    Pada masa ini, pemimpin berperan sebagai manajer menengah klasik, maksudnya pemimpin menerima perintah dari kepala bagian pengawas dan personil kantor pusat lainnya, sedangkan di sisi lain menyampaikan pesan tersebut kepada kepala departemen, guru, dan siswa.
  2. Teori Kepemimpinan Pendidikan Tahun 1999
    Di masa ini, pemimpin terkadang disebut sebagai profesor, sebab dianggap sebagai salah satu anggota komunitas yang paling terpelajar. Pemimpin dianggap sebagai guru terbaik dan paling berbakat.
  3. Teori Kepemimpinan Pendidikan Tahun 2001
    Pada tahun 2001, pekerjaan pemimpin meliputi dua hal, yakni tantangan dan tuntutan, karena masa ini merupakan masa tipping point perubahan zaman (perpindahan abad). Tuntutan yang besar dengan tantangan yang tinggi ini ini juga tetap berpotensi untuk memberikan penghargaan tinggi bagi pemimpin, namun tidak hanya dalam bidang bakat akademik saja seperti pada tahun 1999.

Berdasarkan tipping point atau transisi antarabad ini juga perkembangan teori kepemimpinan pendidikan dapat dibagi menjadi dua era, yakni:

  1. Teori kepemimpinan pada akhir abad ke-20
    yaitu pekerjaan dilaksanakan secara individu dan memberikan penghargaan, manajemen mengetahui yang terbaik. Pemimpin melakukan hal yang benar dengan mengacu pada konten yang tepat, menghindari risiko, serta menceritakan atau memberikan penjelasan kepada anggota.
  2. Teori kepemimpinan pada awal abad ke-21
    yakni melakukan pekerjaan di dalam tim dan meminta imbalan tim, semua orang adalah pemimpin, melakukan hal yang benar dengan mengacu pada konteks (hiperteks) dan proses, mengambil risiko yang sesuai, serta memberikan pelatihan dan pendelegasian (Klatt & Hiebert dalam Purwanto, 2016, hlm. 197).

Teori Kepemimpinan berdasarkan Perilaku Pemimpin

Sementara itu, menurut Klatt & Hiebert (dalam Purwanto, 2016, hlm. 195) perkembangan kepemimpinan dapat dilihat pada bagaimana perilaku dan cara seorang pemimpin itu melakukan tugas kepemimpinannya yang dapat dibedakan menjadi empat jenis berikut.

  1. Supervision (Pengawasan)
    Strategi pemimpin yang digunakan yakni bekerja dalam kebijakan atau aturan. Tujuan tindakan kepemimpinan dalam supervision adalah menegakkan aturan yang ditetapkan oleh orang lain. Sementara, ukuran keberhasilan dari teori ini ialah aturan telah diikuti oleh anggota.
  2. Management (Manajemen)
    Strategi pemimpin adalah menetapkan kebijakan atau aturan sekaligus mendapatkan keuntungan. Tujuan tindakan kepemimpinan dari teori manajemen yaitu menetapkan aturan untuk diikuti orang lain dalam norma organisasi yang telah ditetapkan. Ukuran keberhasilan dalam teori ini adalah aturan baru yang dibuat atau yang telah ditetapkan sebelumnya.
  3. Leadership (Kepemimpinan)
    Berdasarkan teori leadership atau kepemimpinan, strategi pemimpin yaitu dimotivasi melalui visi, nilai, dan tujuan. Tujuan tindakan kepemimpinan adalah menentukan norma-norma yang benar-benar penting di dalam organisasi. Ukuran keberhasilan ialah organisasi bekerja dengan baik dalam tolok ukur yang diterima.
  4. Breakthrough Leadership (Kepemimpinan Terobosan)
    Strategi pemimpin dalam teori breakthrough leadership atau kepemimpinan terobosan adalah menciptakan standar baru, keunggulan yang strategis, dan paradigma. Tujuan tindakan kepemimpinan ialah menemukan cara-cara baru dan lebih baik dalam pengorganisasian melalui tujuan, makna, dan strategi baru. Ukuran keberhasilan dalam teori ini adalah paradigma atau tolok ukur organisasi baru yang ditetapkan.

Kepemimpinan dalam Pendidikan

Lalu sebetulnya apa saja perbedaan atau karakteristik menonjol dari kepemimpinan yang dilaksanakan pada lembaga pendidikan? Menurut McKeever (dalam Purwanto, 2016, hlm. 199) Kepemimpinan di lembaga pendidikan sangat penting untuk peningkatan prestasi siswa. Para pemimpin di lembaga pendidikan secara teratur bertemu dengan kelompok-kelompok kecil kolega untuk dapat bekerja pada pengembangan kolaborasi kurikulum dan strategi pengajaran yang memenuhi kebutuhan semua peserta didik.

Sementara itu menurut Osborne (dalam Purwanto, 2016, hlm. 200), leadership dari pemimpin di lembaga pendidikan dapat dipelajari, atau dengan kata lain leaders are made rather than born yang artinya pemimpin dibuat bukan dilahirkan. Maksudnya, keinginan nyata untuk memimpin adalah prasyarat bagi seorang pemimpin di lembaga pendidikan, tetapi keterampilan kunci yang dibutuhkan seorang pemimpin untuk memimpin lembaga pendidikan dapat dipelajari.

Selanjutnya, Simerson & Ven (dalam Purwanto, 2016, hlm. 198) terdapat empat langkah yang harus dilaksanakan oleh pemimpin agar lembaga pendidikan berhasil, yang di antaranya adalah sebagai berikut.

  1. Memengaruhi orang lain untuk melakukan suatu hal secara lebih efektif dan efisien daripada yang diperkirakan.
  2. Menciptakan kepemimpinan dari semua orang di lembaga pendidikan.
  3. Selalu berhasil dalam segala hal dan membantu orang lain supaya selalu sukses, ketika lingkungan yang dipimpin terus mengalami perubahan.
  4. Hanya melalui kepemimpinan yang efektif lembaga pendidikan dan orang-orangnya dapat mencapai kesuksesan.

Selain itu, pemimpin di lembaga pendidikan yang baik juga harus menjalankan peran baik sebagai manager maupun sebagai leader seperti yang diungkapkan oleh Kowalski (dalam Purwanto, 2016, hlm. 201) bahwa pemimpin di lembaga pendidikan yang efektif harus memimpin dan mengelola, sementara pemimpin di lembaga pendidikan yang dipandang sebagai administrator harus terus bertransisi untuk mengoordinasikan fungsi kepemimpinan dan manajemen.

Dimensi Kepemimpinan Pendidikan

Para pemimpin memberi contoh yang kuat melalui prinsip-prinsip kehidupan yang dianut, sehingga selain pemimpin dapat mencapai hasil, tetapi juga bertanggung jawab atas kegagalan. Prinsip hidup ini dapat berupa aturan, kepercayaan, atau kode moral yang penting dan memandu pengambilan keputusan sepanjang hidup.

Pemimpin di lembaga pendidikan memberi teladan yang kuat melalui prinsip-prinsip kehidupan mereka sendiri. Pemimpin di lembaga pendidikan memiliki tujuan utama untuk mencapai hasil yang telah ditetapkan, tetapi juga bertanggung jawab atas kegagalan dari pencapaian hasil tersebut.

Berkaitan dengan prinsip dan nilai kepemimpinan yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin lembaga pendidikan tersebut, Day (dalam Purwanto, 2016, hlm. 203) menjabarkan delapan dimensi dari kepemimpinan di lembaga pendidikan yang sukses sebagai berikut.

  1. Mampu menetapkan nilai dan pandangan yang dimiliki untuk mencapai harapan, mengatur arah, dan membangun kepercayaan.
  2. Mampu mengubah kondisi dari pengajaran dan pembelajaran.
  3. Mampu mengubah struktur organisasi dan mendesain ulang aturan dan tanggung jawab.
  4. Mampu memperkaya kurikulum.
  5. Mampu meningkatkan kualitas pengajar.
  6. Mampu meningkatkan kualitas proses pengajaran dan pembelajaran.
  7. Mampu membangun kolaborasi di internal lembaga pendidikan.
  8. Mampu membangun hubungan yang kuat dengan pihak luar lembaga pendidikan.

Keterampilan Kepemimpinan Pendidikan

Selain itu, menurut Osborne (dalam Purwanto, 2016, hlm. 204) seorang pemipin lembang pendidikan yang baik juga harus memiliki keterampilan-keterampilan sebagai berikut.

  1. Berhasil dalam berpikir kreatif dan mengilhami suatu hal.
  2. Mampu membimbing orang.
  3. Bereksperimen dengan berbagai pendekatan dan membuat keputusan intuitif.
  4. Memiliki keterampilan analitis dan pemecahan masalah yang baik.

Nilai dan Perilaku Kepemimpinan Pendidikan

Pemimpin di lembaga pendidikan juga harus mengomunikasikan nilai-nilai inti, perilaku, dan harapan dalam pekerjaan sehari-hari serta melakukan interaksi dengan staf. Tindakan, kata-kata, memo, dan bahkan perilaku nonverbal dalam mengirim pesan seiring waktu dapat membentuk sebuah budaya.

Untuk memastikannya, lebih lanjut Osborne (dalam Purwanto, 2016, hlm. 205) menjelaskan hal-hal yang perlu dilakukan dan tidak dilakukan oleh pemimpin di lembaga pendidikan sebagai sebagai berikut.

Hal-hal yang perlu dilakukan oleh oleh pemimpin lembaga pendidikan:

  1. Belajar dengan cepat sehingga mampu memotivasi anggota tim;
  2. Meminta pendapat tim tentang situasi yang sedang terjadi;
  3. Berpikir melampaui apa yang terjadi dalam jangka waktu pendek;
  4. Mengetahui cara melatih dan mengembangkan tim;
  5. Menetapkan standar untuk membangun tim yang dapat diandalkan.

Sementara itu, hal yang tidak boleh dilakukan oleh pemimpin lembaga pendidikan adalah:

  1. Memikirkan hasil kemarin dan masih akan diperhitungkan untuk besok;
  2. Menjadi tidak terhubung dengan emosi diri sendiri;
  3. Tidak memperhatikan apa yang terjadi di lingkungan sekitar;
  4. Tidak meminta umpan balik tentang kepemimpinan dan ide-ide yang dicetuskan;
  5. Tidak menjaga kebugaran fisik dan berpikir positif.

Indikator Kepemimpinan Pendidikan

Law & Glover (dalam Purwanto, 2016, hlm. 206) mengungkapkan beberapa indikator yang dapat digunakan untuk mengevaluasi kepemimpinan seorang pemimpin di lembaga pendidikan, yakni sebagai berikut.

  1. Empati
    Kemampuan untuk melihat permasalahan orang lain sebagai permasalahannya.
  2. Kehangatan
    Kemampuan menyampaikan permasalahan.
  3. Keaslian
    Kemampuan mengembangkan hubungan interpersonal yang efektif.
  4. Kekonkretan
    Kemampuan mengenali kenyataan dari permasalahan atau isu.

Gaya Kepemimpinan Pendidikan

Banyak pemimpin di lembaga pendidikan yang menggunakan beberapa gaya dalam waktu dan konteks yang berbeda-beda. Menurut Osborne (dalam Purwanto, 2016, hlm. 207) terdapat enam gaya kepemimpinan di lembaga pendidikan yang di antaranya adalah sebagai berikut.

  1. Gaya Koersif (Coercivef)
    Gaya koersif kepemimpinan di lembaga pendidikan menuntut agar orang mematuhi kebijakan yang ditetapkan dan berproses untuk mencapainya. Selain itu, mengendalikan diri sendiri dengan cara memerintah. Hal ini akan berdampak negatif bagi lembaga pendidikan.
  2. Gaya Otoritatif (Authoritative)
    Salah satu gaya yang dimiliki oleh pemimpin sebagai leader adalah otoritatif, gaya ini memiliki ciri memimpin dengan visi yang jelas, self-confence, dan memiliki rasa empati, sehingga paling berdampak positif.
  3. Gaya Afiliatif (Affiliate)
    Gaya kepemimpinan afiliatif menciptakan harmoni dan membangun ikatan atau hubungan serta empati yang baik. Selain itu, memiliki keterampilan komunikasi yang baik, maka berdampak positif.
  4. Gaya Demokratis (Democratic)
    Gaya demokratis kepemimpinan di lembaga pendidikan melakukan sensus melalui partisipasi, koordinasi, dan semangat tim. Gaya kepemimpinan ini juga memiliki keterampilan komunikasi yang mengarah pada permintaan pendapat anggota, sehingga berdampak positif.
  5. Gaya Penetapan (Determination)
    Gaya kepemimpinan dengan penetapan yaitu pemimpin menetapkan standar kinerja yang tinggi walaupun berproses untuk mencapai keberhasilan. Selain itu komunikasi dilakukan dengan cara memerintah, sehingga mempunyai dampak negatif.
  6. Gaya Pelatihan (Training)
    Gaya pelatihan mengembangkan keterampilan dan empati pada orang lain, tetapi masih mementingkan diri sendiri. Dampak positif didapatkan karena mengajak anggota untuk berpartisipasi.

Referensi

  1. Purwanto, N.A. (2020). Administrasi pendidikan (teori dan praktik di lembaga pendidikan). Yogyakarta: Intishar Publishing.
  2. Sadikin, A., Misra, I., Hudin, M.S. (2020). Pengantar manajemen dan bisnis. Yogyakarta: K-Media.

Join the Conversation

2 Comments

Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *