Media pembelajaran merupakan salah satu alat unggul yang dapat digunakan untuk menambah efektivitas dan efisiensi pembelajaran. Hal tersebut tentunya karena media ini mampu mengubah lingkungan pembelajaran menjadi lebih tersokong dengan baik. Pendidik dapat mengurangi sesi penjelasan, sehingga dapat lebih memperhatikan peserta didiknya satu persatu, dan murid dapat berinteraksi langsung dengan pembelajaran tanpa harus melulu mengandalkan penjelasan dari gurunya.

Namun demikian peningkatan efektivitas dan efisiensi pembelajaran tersebut hanya bisa dicapai melalui media pembelajaran yang baik. Untuk memastikan suatu media pembelajaran dapat memberikan pengaruh yang diinginkan, kita dapat berkaca pada landasan dan karakteristik media pembelajaran. Dengan begitu, kita dapat memastikan bahwa dari segi landasan serta karakteristiknya, media pembelajaran telah memenuhi kriteria yang baik untuk memberikan pengaruh yang baik pula.

Landasan Media Pembelajaran

Seperti namanya, landasan adalah suatu dasar, atau tumpuan yang menyokong sesuatu. Dalam konteks ini, sesuatu yang disokong adalah media pembelajaran. Ada beberapa tinjauan tentang landasan penggunaan media pembelajaran, antara lain landasan filosofis, landasan psikologis dan landasan empiris (Fahyuni, 2018, hlm. 17). Berikut adalah pemaparan dari masing-masing landasan media pembelajaran.

Landasan Filosofis

Sejatinya, kita sebagai manusia telah memiliki sarana yang mencukupi untuk melaksanakan pembelajaran. Oleh karena itu, agar proses belajar mengajar dapat berhasil dengan baik, peserta didik sebaiknya diajak memanfaatkan semua alat inderanya. Sarana yang dimiliki seorang manusia dimaksudkan berupa pendengaran, penglihatan, akal, serta hati. Dengan keempat sarana ini manusia bisa melakukan eksperimen, pengamatan, trial and error, diskusi dan berbagai cara-cara yang lain dengan memaksimalkan keempat sarana tersebut

Guru sebaiknya berupaya menampilkan rangsangan (stimulus) yang dapat diproses dengan berbagai alat indera. Semakin banyak alat indera yang digunakan untuk menerima dan mengolah informasi, semakin besar pula kemungkinan informasi tersebut dapat dimengerti dan dapat dipertahankan dalam ingatan.

Namun demikian, seperti yang kita ketahui, tidak semua indera yang telah kita miliki dapat dimaksimalkan seutuhnya. Beberapa orang mungkin tidak memiliki anugerah panca indera ini. Oleh karena itu, berbagai perangkat pendidikan dan sarana pendidikan yang modern dapat dilakukan pula untuk mendukung optimalisasi pembelajaran. Media pembelajaran dapat menjadi pelengkap atau pengganti dari berbagai kekurangan pancar indera.

Belum lagi, menurut Mayer (dalam Fahyuni, 2018, hlm. 20) dalam teori kognitif multimedia learning, bahwa siswa-siswa yang belajar dengan kata-kata dan gambar-gambar bisa menghasilkan 89% lebih banyak solusi kreatif dalam tes transfer dibandingkan siswa-siswa yang belajar dengan kata-kata saja.

Saat kata-kata disajikan sebagai narasi, saluran auditori bisa digunakan untuk pemrosesan kata-kata. Pada saat yang sama, saluran visual bisa digunakan untuk pemrosesan gambar-gambar. Dengan cara ini, bebannya jadi berimbang di antara dua saluran sehingga tidak ada satu saluran yang kelebihan beban.

Landasan Psikologis

Proses belajar mengajar di sekolah sering kali dihadapkan pada materi yang abstrak dan diluar pengalaman siswa sehari-hari, sehingga materi menjadi berat dan sulit diajarkan oleh guru dan sulit untuk dipahami oleh siswa. Dalam hal ini peran guru sebagai pengembang ilmu sangat besar untuk menentukan dan memilih serta melaksanakan pembelajaran yang tepat dan efisien bagi peserta didik bukan hanya berupa pembelajaran yang bersifat konvensional.

Burner (dalam Daryanto, hlm. 2016) mengemukakan bahwa dalam proses pembelajaran hendaknya menggunakan urutan dari belajar dengan gambaran atau film (iconic representation of experiment) kemudian ke belajar dengan simbol, yaitu menggunakan kata-kata (symbolic representation) dimulai dari siswa berpartisipasi dalam pengalaman nyata, kemudian menuju siswa sebagai pengamat kejadian nyata, dilanjutkan ke siswa sebagai pengamat terhadap kejadian yang disajikan dengan media, dan terakhir siswa sebagai pengamat kejadian yang disajikan dengan simbol.

Dalam menentukan jenjang konkret ke abstrak Edgar Dale dengan Bruner pada gambar di atas memiliki faktor persamaan dan perbedaan di antara keduanya. Dale lebih menekankan siswa berperan aktif sebagai pengamat realitas/kejadian/peristiwa pada stimulus yang diamati, sedang Bruner menekankan pada proses mental siswa pada saat mengamati obyek.

Landasan Empiris

Seorang siswa yang telah melalui proses belajar, idealnya ditandai oleh munculnya pengalaman-pengalaman psikologis dan baru yang positif. Pengalaman-pengalaman yang bersifat kejiwaan tersebut diharapkan dapat mengembangkan aneka ragam sifat, sikap, dan kecakapan yang konstruktif, bukan kecakapan yang destruktif.

Dalam proses belajar mengajar, kehadiran alat/media mempunyai arti yang cukup penting. Karena dalam kegiatan tersebut, ketidakjelasan bahan yang disampaikan dapat dibantu dengan menghadirkan media sebagai perantara. Namun, meskipun begitu pentingnya alat/media bagi tercapainya tujuan pendidikan, masih banyak dijumpai lembaga-lembaga pendidikan yang kurang mementingkan suatu alat/media tersebut.

Terbukti banyak ditemukan kasus pendidik yang tidak mempergunakan media sesuai dengan bahan yang diajarkan, sehingga dalam pembelajaran, peserta didik mengalami banyak kesulitan dalam menyerap dan memahami pelajaran yang disampaikan.

Berdasarkan temuan penelitian menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara penggunaan media pembelajaran dan karakteristik belajar siswa dalam menentukan hasil belajar siswa. Artinya siswa mendapat keuntungan yang signifikan bila ia belajar dengan menggunakan media yang sesuai dengan karakteristiknya.

Temuan-temuan penelitian lainnya juga menunjukkan bahwa terdapat dampak positif antara penggunaan media pembelajaran dengan karakteristik belajar siswa dalam menentukan hasil belajar siswa. Artinya siswa akan mendapat keuntungan yang signifikan bila mereka belajar menggunakan media pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik belajar mereka.

Karakteristik Media Pembelajaran

Sebagai catatan, karakteristik media pembelajaran yang dibutuhkan oleh peserta didik sebenarnya sangat mengacu pada kondisi atau karakteristik mereka yang memerlukan penyajian materi itu sendiri. Selain itu, tentunya usia peserta didik yang masih memiliki karakter yang berbeda pula dengan orang dewasa lainnya.

Misalnya, peserta didik usia sekolah dasar berada pada tahap pra operasional konkret, pada tahap ini anak didik masih memerlukan pemahaman secara konkret. Jika mendapati buku-buku tekstual yang tebal sekali halamannya, motivasi belajar mereka akan menurun, apalagi jika di dalamnya tidak disertakan gambar-gambar yang menarik.

Jika demikian maka jangan harap rancangan pembelajaran bisa berjalan dengan baik. Terdapat beberapa kriteria karakter media pembelajaran umum yang harus kita capai agar media pembelajaran yang kita buat dapat diikuti dengan baik. Karakteristik media pembelajaran tersebut adalah sebagai berikut.

1. Mudah dipahami

Untuk membuat media pembelajaran mudah dipahami, kita harusu mempertimbangkan berbagai komponen media pembelajaran dengan baik. Baik dari segi judul, isi, ringkasan, outline, penempatan dan pengunaan kotak, heading, pertanyaan, urutan, mengurutkan daftar, nomor dalam teks, pemberian isyarat dan lain sebagainya. Terdapat beberapa cara yang dapat diterapkan agar hal ini dicapai, meliputi:

  1. memberikan garis bawah,
  2. menempatkan sesuatu secara bersamaan (mempertimbangkan jarak kedekatan),
  3. mengikuti bentuk umum (konsisten menerapkan bentuk/perlakuan) seperti kombinasi warna berdasarkan roda warna tradisional, dan
  4. menggunakan kombinasi warna yang harmonis dan gambar kontras dengan backgroundnya.

2. Mudah untuk dibaca (ensure legability)

Prinsip mudah dibaca perlu dipastikan yaitu tulisan jelas, bisa terbaca, dan gambar jelas terlihat, dan menghilangkan gangguan dalam transfer pesan. Terkait dengan hal tersebut, beberapa langkah yang dapat diterapkan dalam media pembelajaran, yakni:

  1. media pembelajaran menggunakan petunjuk-petunjuk yang jelas, dan
  2. menggunakan contoh-contoh yang mudah dipahami oleh warga belajar.

3. Mendesain Media yang Menarik

Desain tentunya berkautan dengan memasukkan sesuatu yang baru, texture interaktif, memilih style yang paling baik dan menggunakan warna yang menarik agar pembaca memberikan perhatian dan memikirkan pesan yang disampaikan dalam media pembelajaran. Untuk mendongkrak keterlibatan aktif warga belajar terhadap media pembelajaran yang disajikan dapat dilakukan antara lain:

  1. pattern,
    meliputi keputusan tentatif (berubah-ubah) salah satunya yang dianjurkan adalah “overall look” yaitu bagaimana pandangan mata pembaca kepada tampilan. Faktor utama yang berpengaruh pada overall look, yaitu: align (bentuk lurus dan penyatuan), bentuk, keseimbangan, style, skema warna dan warna yang menarik,
  2. alignment
    dimaksudkan dengan menempatkan elemen utama pada sebuah tampilan sehingga jelas hubungan bagian satu dengan yang lainnya,
  3. shape
    berkenaan dengan pengaturan gambar dan verbal (teks), dan
  4. balance atau bentuk keseimbangan
    dalam memilih warna patut dipertimbangkan untuk menumbuhkan respons emosi pembaca yaitu sebuah warna yang aktif, dinamis dan menumbuhkan rasa kehangatan dan kesejukan. Kecenderungan terhadap warna yang sejuk dan hangat dipengaruhi oleh usia bahkan bisa juga karena budaya pembaca (Hafiz dalam Fahyuni, 2018, hlm. 28).

Referensi

  1. Daryanto. (2016). Media pembelajaran (edisi 2). Yogyakarta: Gava Media.
  2. Fahyuni, E.F. (2018). Teknologi, informasi, dan komunikasi. Sidoarjo: UMSIDA Press.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *