Paradigma administrasi publik adalah berbagai perubahan, perkembangan, serta sudut pandang dari model dan teori dari administrasi publik itu sendiri. Pada dasarnya perkembangan suatu ilmu dapat ditelusuri melalui perubahan paradigmanya. Oleh karena perubahan paradigma mempengaruhi perkembangan ilmu yang berlaku pada saat itu.

Lalu bagaimana dengan saat ini atau masa kontemporer? Inilah mengapa paradigma administrasi publik menjadi persoalan yang menjadi sorotan dalam bidang ini secara keseluruhan. Pelayanan publik amatlah bergantung pada situasi dan kondisi yang menaunginya, hal tersebut karena tentunya dinamika masyarakat dan politik adalah dua hal yang sangat mudah berubah, bergeser, dan mengalami banyak penyesuaian dalam perjalanannya.

Paradigma Administrasi Publik menurut Henry

Jejak langkah pertama yang dapat kita telusuri mengenai persoalan paradigma administrasi publik ini dapat kita telusuri dari pendapat Nicolas Henry mengenai paradigma administrasi publik. Henry (dalam Pasolong, 2019, hlm. 32) terdapat lima paradigma publik yang penting untuk menjadi kacamata utama dalam mengkaji permasalahan administrasi publik yang di antaranya adalah sebagai berikut.

1. Paradigma Prinsip Administrasi Negara

Paradigma pertama adalah prinsip-prinsip administrasi negara (sebutan lain dari administrasi publik). Prinsip-prinsip administrasi (1927-1937) adalah berbagai asas atau “aturan main” yang dipandang  dapat berlaku universal pada setiap bentuk organisasi dan setiap lingkungan sosial budaya. Ketika mulai dikaji secara luas, pada awalnya administrasi publik tidak memiliki prinsip-prinsip yang dapat berlaku secara universal pada situasi dan kondisi apa pun. Oleh karena itu, kehadiran prinsip administrasi negara merupakan paradigma baru yang mengubah perjalanan keilmuan administrasi publik.

Menurut Gulick &Urwick (Pasolong, 2019, hlm. 33) prinsip amatlah penting bagi administrasi sebagai suatu ilmu. Adapun letak di mana prinsip itu akan dipakai tidak begitu penting. Prinsip administrasi yang terkenal dari Gulick & Urwick adalah POSDCORB, yang merupakan singkatan dari:

  1. Planning,
  2. Organization,
  3. Staffing,
  4. Directing,
  5. Reporting, dan
  6. Budgeting.

2. Paradigma Politik dan Administrasi

Paradigma dikotomi antara Politik dan Administrasi (1900-1926) adalah saat fokus dari ilmu administrasi negara terbatas pada masalah-masalah organisasi, kepegawaian dan penyusunan anggaran dalam birokrasi dan pemerintahan. Sedangkan masalah-masalah pemerintahan, politik dan kebijaksanaan merupakan substansi ilmu politik. Lokus paradigma ini adalah mempermasalahkan di mana seharusnya administrasi publik ini berada.

Pada masa ini, dibedakan dengan jelas antara administrasi dan politik negara. Tonggak sejarah sebagai momentum dari fase ini adalah tulisan dari Frank J. Goodnow dan Leonald D. White. Di dalam bukunya yang berjudul “Politics and Administration”, Goodnow & White (dalam Pasolong, 2019, hlm. 33) berpendapat bahwa ada dua fungsi pokok pemerintah yang amat berbeda satu sama lain. Dua fungsi pokok yang dimaksud adalah politik dan administrasi. Menurut Goodnow dan pengikutnya, administrasi negara seharusnya berpusat pada birokrasi pemerintahan.

3. Administrasi Publik sebagai Ilmu Politik

Paradigma ketiga adalah pandangan administrasi public sebagai Ilmu Politik (1950-1970). Secara singkat dapat dijelaskan bahwa fase paradigma ini merupakan suatu usaha untuk menetapkan kembali hubungan konseptual antara administrasi negara dan ilmu politik. Konsekuensi dari usaha ini adalah keharusan untuk merumuskan bidang ini paling sedikit dalam hubungannya dengan focus keahliannya yang esensial. Umar (dalam Pasolong, 2019, hlm. 33), menyebut bahwa pada fase ini administrasi negara telah berkembang sebagai bagian dari ilmu politik. Dalam masa ini, ada dua perkembangan baru yang patut dicatat, yakni di antaranya sebagai berikut.

  1. Tumbuhnya penggunaan studi kasus sebagai suatu sarana yang bersifat epistemologis.
  2. Timbulnya studi perbandingan dan pembangunan administrasi sebagai salah satu bagian dari ilmu administrasi.

Selanjutnya, dalam fase ini, Dwight Waldo memprotes perlakukan ilmu politik terhadap ilmu administrasi yang menyebut administrasi bukan lagi dianggap sebagai ilmu politik berdasarkan Laporan Komisi Ilmu Politik sebagai suatu disiplin dari APSA (American Political Science Association), (1962), dengan menulis bahwa sarjana-sarjana ilmu politik tidak lagi mengidentifikasi dirinya dengan administrasi negara adalah bersikap tidak memedulikan dan memusuhi. Selanjutnya sarjana administrasi negara merasa tidak senang dan dianggap sebagai warga kelas dua.

4. Administrasi Publik sebagai Ilmu Administrasi

Paradigma keempat yakni administrasi negara sebagai ilmu administrasi muncul pada tahun 1954 hingga 1970-an. Pada masa ini, administrasi negara telah berkembang sebagai ilmu administrasi. Perkembangan ini diawali dengan ketidaksenangan bahwa ilmu administrasi dianggap sebagai ilmu kelas dua setelah ilmu politik.

Sebagai suatu paradigma, pada fase ini ilmu administrasi hanya memberikan focus, tetapi tidak pada locusnya. Usaha pengembangan, terutama diperoleh dari pengaruh fakultas administrasi perusahaan (school of business administration) mempercepat proses mencari alternatif paradigma ilmu administrasi. Pada Tahun 1956 terbitlah jurnal Administrative Science Quarterly, sebagai sarana yang amat penting untuk menyuarakan pendapat dan konsepsi-konsepsi dari paradigma ini.

5. Administrasi Negara sebagai Ilmu Administrasi Negara

Masa ini terjadi setelah tahun 1970 di mana administrasi negara telah berkembang menjadi ilmu administrasi negara, yaitu merambah ke teori organisasi, ilmu kebijakan (policy science), dan ekonomi politik. Dalam waktu singkat, administrasi negara sebagai suatu bidang kajian telah menunjukkan warnanya sendiri. Beberapa departemen, fakultas dan akademi baru administrasi negara dan public affairs bermunculan.

Salah satu trend dari pertumbuhan administrasi negara ini adalah terbentuknya asosiasi nasional dari fakultas-fakultas tersebut (The National Association of School of Public Affairs and Administration). Pada tahun 1980 asosiasi ini telah mempunyai anggota lebih dari 200 institusi, dan lebih dari 25.000 mahasiswa baik yang penuh ataupun yang parttime terdaftar dalam program MPA (Master of Public Administration) pada akhir tahun 1970.

6 Paradigma Administrasi Publik menurut Frederickson

Sementara itu Frederickson (1984 dalam Pasolong, 2019, hlm. 35) mengemukakan enam paradigma administrasi sebagai berikut.

  1. Paradigma Pertama, Birokrasi klasik.
    fokus pengamatan paradigma ini adalah struktur (disain) organisasi dan fungsi prinsipprinsip manajemen, sedangkan yang menjadi Lokus adalah berbagai jenis organisasi baik pemerintahan maupun bisnis. Nilai pokok yang ingin diwujudkan adalah efisiensi, efektivitas, ekonomi dan rasionalitas.
  2. Paradigma kedua, Birokrasi Neo-Klasik.
    Nilai yang dianut dan ingin dicapai paradigma ini adalah serupa dengan paradigma pertama, tetapi yang merupakan lokus dan fokusnya berbeda. Lokus dari paradigma ini adalah ”keputusan” yang dihasilkan oleh Birokrasi pemerintahan, sedangkan fokusnya adalah ”proses pengambilan keputusan” dengan perhatian khusus kepada penerapan ilmu perilaku, ilmu manajemen, analisa sistem dan penelitian operasi.
  3. Paradigma ketiga, Kelembagaan.
    Paradigma kelembagaan fokusnya perhatian paradigma ini terletak pada pemahaman mengenai ”perilaku birokrasi” yang dipandang juga sebagai suatu organisasi yang kompleks. Masalah-masalah efisiensi, efektivitas dan produktivitas organisasi kurang mendapat perhatian. Salah satu perilaku organisasi yang diungkapkan oleh paradigma ini adalah perilaku pengambilan keputusan yang bersifat gradual dan inkremental, yang oleh Lindblom dipandang sebagai satu-satunya cara untuk memadukan kemampuan dan keahlian birokrasi dengan preferensi kebijakan dan berbagai kemungkinan bisa dari pejabat-pejabat politis.
  4. Paradigma keempat, Hubungan Kemanusiaan.
    Inti yang mendasari paradigma ini adalah keikutsertaan dalam pengambilan keputusan, minimasi perbedaan dan status dan hubungan antar pribadi, keterbukaan, aktualisasi diri dan optimasi tingkat kepuasan, fokus dari paradigma ini adalah ”dimensi-dimensi kemanusiaan” dan aspek sosial dalam tiap jenis organisasi ataupun birokrasi.
  5. Pardigma kelima, Pilihan Publik.
    Fokus dari administrasi negara menurut paradigma ini tak lepas dari politik. Sedangkan fokusnya adalah pilihan-pilihan untuk melayani kepentingan publik akan barang dan jasa yang harus diberikan oleh sejumlah organisasi yang kompleks.
  6. Paradigma keenam, Administrasi Negara Baru.
    Fokus dari administrasi Negara baru meliputi usaha untuk mengorganisasikan, menggambarkan, mendesain, ataupun membuat organisasi dapat berjalan ke arah dan dengan mewujudkan nilai-nilai kemanusiaan secara maksimal yang dilaksanakan dengan menggambarkan sistem desentralisasi dan organisasi-organisasi demokratis yang responsif dan mengundang partisipasi serta dapat memberikan secara merata jasa-jasa yang diperlukan masyarakat. Karakteristik administrasi negara baru, menurut Frederickson, menolak bahwa para administrator dan teori administrasi bersifat netral atau bebas nilai dan nilai-nilai sebagaimana dianut dalam berbagai paradigma tersebut di atas adalah relevan sekalipun terkadang bertentangan satu sama lain. Misalnya kemudian, penyesuaian politik dan administrasi bagaimana yang harus dilakukan untuk mendorong tercapainya nilai-nilai tersebut.

Perkembangan dan Pergeseran Paradigma Administrasi Publik

Administrasi publik sebagai studi multidisiplin sedang dalam kondisi kemajuan. Ilmu ini secara konsisten selama waktu yang dihabiskan melakukan perbaikan yang tidak berjalan satu arah saja, tetapi dalam bantalan yang berbeda (Rodiyah dkk, 2021, hlm. 31). Secara umum perkembangan dan pergeseran paradigma administrasi publik secara umum dapat dijabarkan sebagai berikut.

Old Public Administration (OPA)

Konsep “The Old Public Administration” ini dalam sejarah memperoleh perkembangannya dengan konsep-konsep baru. Salah satu di antaranya timbulnya konsep rasional model yang dikemukakan oleh (Simon, 1997) melalui tulisannya tentang Administrative Behaviour. Demikian juga konsep tentang public choice. Adapun mainstream dari ide inti The old Public Administration dapat disimpulkan sebagai berikut.

  1. Perhatian otoritas publik adalah pada administrasi yang diberikan langsung oleh dan melalui organisasi pemerintah yang disetujui.
  2. Public policy dan administrative khawatir tentang perencanaan dan pelaksanaan strategi untuk mencapai tujuan politik.
  3. Administrasi publik hanya mengambil bagian yang lebih sederhana selama waktu yang dihabiskan untuk mengedepankan pendekatan pemerintah dari pada dalam upaya untuk melaksanakan pengaturan publik
  4. Upaya untuk menawarkan jenis bantuan harus diselesaikan oleh kepala yang memperhatikan otoritas politik dan yang diberikan perhatian terbatas untuk melakukan kewajiban mereka.
  5. Pemimpin bertanggung jawab kepada pionir politik yang dipilih secara adil.
  6. Latihan program sangat banyak dikelola melalui rantai komando dan kontrol hierarkis oleh otoritas dari tingkat atas asosiasi.
  7. Kualitas penting dari manajemen kebijakan adalah efektivitas dan kewarasan.
  8. Pengelolaan kebijakan dijalankan dengan baik dan sembunyi-sembunyi, sehingga pelibatan warga sangat dibatasi.
  9. Peran dari administrasi publik dirumuskan secara luas seperti planning, organizing, staffing, directing, coordinating, reporting, budgeting.

Ide konsep The Old Public Administration ini bisa berlangsung pada semua sektor kehidupan, mulai dari hal atau sektor pertahanan, kesejahteraan rakyat, pendidikan, transportasi, kesehatan dan lain-lain.

New Public Management (NPM)

Tema pokok dari New Public Management Ini mencakup, antara lain, bagaimana memanfaatkan instrumen dan ungkapan di area publik. Bahwa hubungan antara organisasi pemerintah dan klien mereka dianggap setara dengan interaksi pertukaran yang mereka lakukan di dunia pasar. Dengan mengubah pelaksanaan sektor bisnis seperti itu, secara keseluruhan, akan menggantikan kecenderungan pameran untuk area publik dari pasar dan didorong untuk memiliki kemampuan yang solid.

(Kettl, 2000 dalam Rodiyah dkk, 2021, hlm. 33) berpendapat bahwa “the global public management reform”  yang mewakili paradigma net public Management ini berfokus pada enam hal berikut ini.

  1. Bagaimana pemerintah dapat menemukan cara untuk mengubah layanan dari dalam dan dari basis pendapatan kecil.
  2. Bagaimana pemerintah dapat menggunakan insentif pasar untuk memperbaiki penyakit birokrasi, bagaimana pemerintah dapat mengganti mekanisme birokrasi tradisional dengan strategi pasar yang dapat mengubah perilaku birokrasi?
  3. Bagaimana pemerintah dapat menggunakan mekanisme pasar untuk memberikan alternatif yang luas kepada warga (klien) untuk memilih bentuk dan jenis pelayanan publik. Atau setidaknya pemerintah dapat mendorong pemerintah untuk memberikan pelayanan yang lebih baik kepada warganya.
  4. Bagaimana pemerintah dapat membuat program lebih responsif. Bagaimana pemerintah dapat mendesentralisasikan lebih banyak tanggung jawab dengan memberi insentif kepada manajer senior untuk memberikan layanan.
  5. Bagaimana pemerintah dapat meningkatkan kapasitas pembuatan kebijakan dan perumusan. Bagaimana negara dapat memisahkan perannya sebagai pembeli layanan dari perannya sebagai penyedia layanan yang sebenarnya.
  6. Bagaimana pemerintah dapat berfokus pada hasil dan dampak daripada proses dan struktur? Bagaimana sistem yang menekankan aliran top-down dan sistem berbasis aturan diganti dengan sistem bottom-up yang berorientasi pada hasil?

New Public Service (NPS)

Paradigma New Public Service (NPS) diperkenalkan oleh (Denhardt., 2003) yang menyampaikan bahwa pemerintah yang modern bukan hanya mencapai efisiensi tetapi bagaimana hubungan akuntabilitas antara negara, pemerintah dan warganya. Warga negara juga tidak dapat hanya diperlakukan sebagai pelanggan atau konsumen, akan tetapi lebih sebagai warga negara yang memeliki hak untuk menuntut pemerintah bertanggung jawab atas tindakan yang diambilnya, atau kegagalan dalam melaksanakan kewajiban.

Selanjutnya, warga negara juga tidak hanya memiliki hak untuk didengar atau mendapat perlindungan saja tetapi juga mempunyai hak untuk menilai, menolak dan menuntut siapa pun secara politis bertanggung jawab atas penyedia pelayanan publik untuk mundur. Oleh karena itu, mereka lebih menyarankan untuk berpindah ke New Public Service (NPS). Denhardt & Denhardt Menyebutkan ada 7 prinsip dalam NPS yang di antaranya adalah sebagai erikut.

  1. Serve Citizens, Not Costumers
    Administrasi publik bekerja untuk kepentingan publik (public interest) bukan kepentingan diri sendiri (self-interest). Kepentingan publik merupakan hasil dialog tentang nilai bersama dari pada merupakan agregasi dari kepentingan individu.
  2. Seek the Public Interest
    Administrasi publik berperan aktif membangun paham bersama dan kolektif tentang kepentingan publik. Tujuanya bukan untuk menemukan solusi cepat atas dasar pilihan tetapi untuk membangun kreasi lahirnya kepentingan dan tanggung jawab bersama.
  3. Value Citizenship Over Entepreneurship
    Premi publik dapat dicapai lebih baik jika diselesaikan oleh pegawai pemerintah dengan penduduk yang khawatir tentang jaminan untuk membuat komitmen yang paling ideal kepada masyarakat dari pada oleh administrator perintis yang berjalan seolah-olah asosiasi dan kas publik memiliki tempat dengan mereka.
  4. Think Strategically, Act Democratically
    Strategi dan proyek yang dibutuhkan oleh masyarakat umum harus dicapai dengan layak dan cakap melalui upaya bersama dan siklus bersama.
  5. Recognize That Accountbility Is Not Simple
    Administrator harus lebih responsif dan penuh perhatian dari pada pasar, mereka harus bekerja tergantung pada pengaturan status, hukum, konstitusi dan kualitas budaya, standar politik, norma kemahiran dan kepentingan penduduk.
  6. Server Rather Than Steer
    Semakin penting bagi otoritas pemerintah untuk menggunakan inisiatif berbasis kualitas bersama dalam membantu warga dengan mengartikulasikan dan menemukan kepentingan dasar yang bertentangan dengan koordinasi individu dengan cara baru.
  7. Value People, Not Just Productivity
    Organisasi publik dan jaringannya dalam patisipasi mencapai kepentingan publik akan berhasil jika mereka melalui proses kolaborasi dan kepemimpinan bersama atas rasa saling menghormati pada semua orang.

Referensi

  1. Pasolong, Harbani. (2019). Teori administrasi publik. Bandung: Alfabeta.
  2. Rodiyah, I., Sukmana, H., Mursyidah, L. (2021). Pengantar ilmu administrasi publik. Sidoardjo: Umsida Press.

Gabung ke Percakapan

1 Komentar

  1. Terimakasih atas tulisan ini, memudahkan saya untuk melihat perkembangan paradigma administrasi publik secara ringkas, kalau saya baca buku berapa banyak buku yang harus dibaca. Saya berharap ada tulisan lainnya tentang perkembangan filsafat ilmu administrasi publik.
    Demikian mohon maaf jika tidak berkenan, terimakasih

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *