Pendidikan kesejahteraan keluarga adalah berbagai upaya untuk mengadakan usaha pembelajaran atau pendidikan secara umum dengan tujuan memberikan pengetahuan, keterampilan, dan sikap untuk agar suatu keluarga dapat sejahtera. Seperti apa keluarga yang sejahtera? Keluarga sejahtera adalah keluarga yang dapat mencukupi kebutuhan spiritual dan material yang baik, serta memiliki ikatan yang baik antaranggota atau antar keluarga dengan masyarakat.

Pada jurusan atau program studi pendidikan kesejahteraan keluarga, berbagai hal yang dipelajari meliputi pengetahuan dan keterampilan mengenai pendidikan seperti psikologi pendidikan, hakikat pendidikan, berbagai model pembelajaran, dan tentunya kapita selekta mengenai keluarga terutama dari sudut pandang kesejahteraannya. Keluarga yang dimaksud tentunya adalah unit masyarakat yang terdiri dari dua orang atau lebih yang bersatu oleh ikatan-ikatan kebersamaan dan ikatan emosional serta mengidentifikasian diri mereka sebagai bagian dari keluarga.

Sebesar apa urgensi atau pentingnya pendidikan kesejahteraan keluarga? Apa saja ruang lingkup yang dipelajari? Bagaimana kesempatan dan kebutuhan yang dinaungi oleh bidang studi ini dilihat dari jenjang karier atau kebutuhan implementasinya di lapangan? Berikut adalah berbagai konsep, pengertian, dan berbagai pengetahuan umum lainnya yang menyangkut pendidikan kesejahteraan keluarga menurut para ahli.

Pengertian Pendidikan Kesejahteraan Keluarga

Pengertian pendidikan kesejahteraan keluarga terdiri dari beberapa kata yang membentuknya. Beberapa kata tersebut meliputi: pendidikan, kesejahteraan, dan keluarga. Untuk mencapai definisi yang ilmiah (secara ontologis) kita harus mengetahui satu-persatu kata pembentuknya terlebih dahulu. Berikut adalah pembahasan mengenai pengertian pendidikan kesejahteraan keluarga menurut para ahli.

Pendidikan

Pendidikan adalah suatu usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan pembelajaran dan interaksi pembelajaran untuk memaksimalkan potensi diri, kompetensi, dan sikap pembelajarnya. Dalam ranah umum, pendidikan mungkin identik dengan anak didik atau umur yang belum produktif. Padahal, pendidikan adalah hak yang tidak memandang umur bahkan jabatan atau gelar sekalipun. Seperti yang diutarakan Budiyanto dalam Kurniawan (2017, hlm. 27) bahwa pendidikan adalah mempersiapkan dan menumbuhkan anak didik atau individu manusia yang proses berlangsung secara terus-menerus sejak ia lahir sampai ia meninggal dunia.

Pendidikan juga tidak melulu menyangkut hal yang akan dihadapi di masa kini saja. Misalnya, pendidikan kesejahteraan keluarga dapat diperkenalkan pada usia di bawah umur yang berkeluarga maupun belum memiliki keluarga. Pendidikan adalah untuk mempersiapkan manusia dalam memecahkan permasalahan kehidupan di masa kini maupun di masa yang akan datang (Djumali, dkk, 2014, hlm.1). Setiap anggota keluarga, baik kepala keluarga maupun anggota keluarga pada suatu saat bisa jadi memiliki keluarganya sendiri. Keluarga yang kini sudah dianggap sejahtera juga bisa jadi suatu saat memiliki masalah atau membutuhkan pendidikan untuk mempertahankannya.

Dalam kaitannya dengan kesejahteraan keluarga, pendidikan lebih banyak berkaitan dengan penyuluhan, konseling, seminar, dan kegiatan positif lainnya. Pendidikan ini juga kemungkinan besar lebih banyak dilakukan secara nonformal dan dilakukan dengan pendekatan universal (pedagogi-andragogi) karena harus mampu menyentuh semua umur, dari anak-anak hingga orang dewasa. Hal tersebut tentunya karena keluarga terdiri atas umur dan latar belakang pendidikan yang berbeda-beda.

Kesejahteraan

Kesejahteraan adalah pemenuhan dan keseimbangan dari kebutuhan jasmani yang meliputi sandang, pangan, papan, dan kesehatan, serta kebutuhan rohani seperti harga diri, rasa aman, rasa tenang, dan sebagainya (Sutarini Imam Bernadib dalam Syafitri, 2019, hlm. 14). Sementara itu dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2009 Pasal 1, Tentang Kesejahteraan Sosial, kesejahteraan adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.

Artinya, bukan hanya kebutuhan material dan spiritual saja yang harus dipenuhi, namun kebutuhan dan fungsi soalnya juga harus terpenuh. Dapat disimpulkan bahwa kesejahteraan adalah pemenuhan kondisi material (jasmani), spiritual (rohani), dan kondisi sosialnya agar hidup layak, dan mampu mengembangkan diri sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.

Keluarga

Menurut Zakaria (2017) keluarga adalah dua orang atau lebih yang disatukan oleh ikatan-ikatan kebersamaan dan ikatan emosional serta mengidentifikasikan diri mereka sebagai bagian dari keluarga. Sementara itu, menurut Tim Kemdikbud (2017) keluarga adalah unit sosial terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari ayah, ibu dan anaknya yang terbentuk dari sebuah perkawinan yang sah menurut agama, adat, dan pemerintah.

Dalam keluarga diatur hubungan antaranggota keluarga sehingga tiap anggota mempunyai peran dan fungsi yang jelas. Contohnya, seorang ayah sebagai kepala keluarga sekaligus bertanggung jawab untuk memberikan nafkah terhadap keluarganya; seorang ibu sebagai pengatur, pengurus, dan pendidik anak-anaknya; seorang anak harus membantu kedua orang tuanya. Berbagai tugas dan fungsi tersebut tentunya sangat berpengaruh pada tingkat kesejahteraan keluarga, baik secara material maupun spiritual.

Pendidikan Kesejahteraan Keluarga

Dalam Undang-Undang No. 10 tahun 1992, kesejahteraan keluarga didefinisikan sebagai keluarga yang dibangun bersumber dari pernikahan yang legal, dapat mencukupi keperluan spiritual serta material yang baik, taat kepada Tuhan yang Maha Esa, mempunyai ikatan yang seimbang serta proporsional antaranggota serta antara keluarga dengan masyarakat umum.

Berdasarkan berbagai uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa pendidikan keluarga sejahtera adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan pembelajaran dalam rangka memaksimalkan potensi diri baik dari sisi pengetahuan, keterampilan, dan sikap untuk mencapai keluarga legal yang dapat mencukupi kebutuhan spiritual dan material, taat pada agama, dan memiliki ikatan seimbang baik antaranggota maupun dengan masyarakat umum.

Tahapan Kesejahteraan Keluarga

Tahapan kesehatan kesejahteraan keluarga dalam Zakaria (2017) adalah sebagai berikut.

  1. Keluarga Prasejahtera
    Keluarga yang belum bisa memenuhi kebutuhan dasar minimal, yaitu kebutuhan pengajaran agama, sandang, pangan, papan dan kesehatan. Dengan kata lain tidak bisa memenuhi salah satu atau lebih indikator keluarga sejahtera tahap I.
  2. Keluarga Sejahtera Tahap I
    Keluarga yang sudah dapat memenuhi kebutuhan dasar minimal, tetapi belum bisa memenuhi seluruh kebutuhan psikososial, seperti pendidikan, KB, interaksi dalam keluarga, lingkungan sosial dan transportasi.Indikator keluarga tahap I yaitu melaksanakan ibadah menurut kepercayaan masing-masing, makan dua kali sehari, pakaian yang berbeda untuk berbagai keperluan, lantai rumah bukan dari tanah, kesehatan (anak sakit, KB dibawa keperawatan pelayanan kesehatan).
  3. Keluarga Sejahtera Tahap II
    Keluarga mampu memenuhi kebutuhan dasar minimal dan seluruh kebutuhan psikososial, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan perkembangan (kebutuhan menabung dan memperoleh informasi. Indikator keluarga tahap II adalah seluruh indikator tahap I ditambah dengan melaksanakan kegiatan agama secara teratur, makan daging/ikan/telur sebagai lauk pauk minimal satu tahun terakhir, luas lantai rumah perorang 8 m2 , kondisi anggota keluarga sehat dalam 3 bulan terakhir, keluarga usia 15 tahun keatas memiliki penghasilan tetap, anggota keluarga usia 15-60 tahun mampu membaca dan menulis, anak usia 7-15 tahun bersekolah semua dan dua anak atau lebih PUS menggunakan Alkon.
  4. Keluarga Sejahtera Tahap III
    Keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasar minimal, setelah memenuhi keseluruhan kebutuhan psikososial, dan memenuhi kebutuhan perkembangan, tetapi belum bisa memberikan sumbangan secara maksimal pada masyarakat dalam bentuk material dan keuangan dan belum berperan serta dalam lembaga kemasyarakatan.
  5. Keluarga Sejahtera Tahap III Plus
    Memenuhi indikator keluarga tahap sebelumnya ditambah dengan upaya keluarga menambahkan pengetahuan tentang agama, makan bersama minimal satu kali sehari, ikut serta dalam kegiatan masyarakat, rekreasi sekurangnya dalam enam bulan, dapat memperoleh berita dari media cetak maupun media elektronik, anggota keluarga mampu menggunakan sarana transportasi.

Indikator Kesejahteraan Keluarga

Badan kependudukan dan keluarga berencana nasional (BKKBN) merinci berbagai indikator yang menunjukkan apakah suatu keluarga sudah sejahtera atau dalam tahapan mana kesejahteraannya berada. Indikator kesejahteraan keluarga menurut BKKN tersebut disampaikan pada tabel di bawah ini.

No.Indikator Tahapan Keluarga SejahteraKlasifikasiKriteria Keluarga Sejahtera
1.Makan dua kali sehariKS-I
Kebutuhan dasar (basic needs)
Keluarga yang mampu memenuhi 6 indikator termasuk Keluarga Sejahtera 1. Jika tidak dapat memenuhi satu atau lebih dari 6 indikator KS-I, maka termasuk ke dalam kelurga prasejahtera
2.Memiliki pakaian yang berbeda
3.Rumah yang ditempati memiliki atap, dinding dan lantai yang baik
4.Bila ada anggota keluarga yang sakit dibawa ke sarana kesehatan
5.PUS ingin ber KB ke sarana pelayanan kontrasepsi
6.Semua anak umur 7-15 tahun dalam keluarga bersekolah
7.Melaksanakan ibadah agama dan kepercayaan masing-masingKS-II
Kebutuhan psikologi (psychological needs)
Keluarga yang mampu memenuhi 6 indikator KS I dan 8 indikator KS II termasuk Keluarga Sejahtera II
8.Paling kurang sekali seminggu makan daging/ikan/telur
9.Memproleh paling kurang satu stel pakaian baru dalam setahun
10.Luas lantai runah paling kurang 8 m2 untuk setiap penghuni rumah
11.Tiga bulan terakhir keluar dalam keadaan sehat
12.Ada anggota keluarga yang bekerja untuk memproleh penghasilan
13.Seluruh anggota keluarga umur 10-60 tahun bisa baca tulis latin
14.PUS dengan anak 2 atau lebih menggunakan alat kontrasepsi
15.Keluarga berupaya meningkatkan pengetahuan agamaKS-III
Kebutuhan pengembangan (developmental needs)
Keluarga yang mampu memenuhi 6 indikator KS I, 8 indikator KS II, dan 5 indikator KS III, termasuk Keluarga Sejahtera III
16.Sebagian penghasilan keluarga ditabung dalam bentuk uang maupun barang
17.Makan bersama paling kurang sekali seminggu untuk berkomunikasi
18.Mengikuti kegiatan masyarakat
19.Memproleh informasi melalui surat kabar, radio, TV, majalah
20.Memberi sumbangan materil secara teraturKS-III Plus
Kebutuhan kualitas diri
Keluarga yang mampu memenuhi 6 indikator KS I, 8 indikator KS II, 5 indikator KS III, dan 2 indikator KS III plus, termasuk Keluarga Sejahtera III Plus
21.Aktif sebagai pengurus organisasi kemasyarakatan
22.Sebagian penghasilan keluarga ditabung dalam bentuk uang maupun barang
23.Makan bersama paling kurang sekali seminggu untuk berkomunikasi

Ruang Lingkup Pendidikan Kesejahteraan Keluarga

Di lapangan, pendidikan kesejahteraan keluarga banyak diimplementasikan di berbagai instansi dan lembaga nonprofit. Namun demikian tidak menutup kemungkinan bahwa lembaga swasta juga membutuhkan keahlian dalam bidang ini dalam kegiatan CSR atau Company Social Responsibility (Kewajiban sosial Perusahaan).

Tentunya kesejahteraan keluarga menjadi kuncian besar dalam memastikan suatu masyarakat dapat hidup bahagia dan memiliki interaksi ideal di suatu negara bahkan dunia. Meningkatkan kesejahteraan keluarga menjadi kewajiban bagi seluruh pihak, baik dari pemerintah, lembaga nonprofit, lembaga profit, maupun dari individu dan keluarga masyarakat sendiri.

Selain itu pendidikan kesejahteraan keluarga juga dapat menyentuh berbagai isu spesifik yang berkaitan dengan keluarga. Misalnya, masalah hak asasi perempuan dan anak masih menjadi isu yang cukup pelik di negeri ini. Berbagai kenakalan remaja dan orangtua yang kurang kompeten dalam mendidik anaknya juga masih perlu dibenahi. Padahal pendidikan di sekolah maupun di lembaga lainnya baru akan berjalan jika pendidikan di dalam keluarga telah berjalan dengan baik.

Dengan demikian, pendidikan kesejahteraan keluarga memiliki urgensi yang tinggi dalam kehidupan kita. Namun daya tampung di lapangan sendiri mungkin masih terbatas. Pemerintah tentunya akan memilik banyak lembaga, institusi, atau kedinasan yang berkaitan langsung dengan kesejahteraan keluarga yang berarti menjadi salah satu pilihan jenjang karier.

Berbagai yayasan nonprofit juga banyak yang spesifik ingin menyentuh permasalahan kesejahteraan keluarga. Perusahaan swasta memiliki berbagai kebutuhan pendidikan kesejahteraan keluarga, baik dari sisi HRD (internal) maupun CSR yang merupakan salah satu kewajiban nonprofit yang harus dilakukan oleh suatu perusahaan.

Pendidikan kesejahteraan keluarga juga dapat menjadi salah satu penelitian yang amat penting dalam bidang ekonomi dan dan bisnis. Mengapa? Keluarga adalah unit yang sangat penting untuk digapai dalam strategi ekonomi dan bisnis. Tidak heran jika banyak lulusan program studi pendidikan kesejahteraan keluarga yang dapat bersaing di lapangan ini, karena unit keluarga adalah hal penting yang harus dipahami baik dari segi tanggung jawab sosial maupun kebutuhan data ekonomi dan bisnis.

Konsep Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK)

PKK atau pemberdayaan kesejahteraan keluarga merupakan salah satu ujung tombak dari program pemerintah dalam memastikan kesejahteraan keluarga tercapai di Indonesia. Gerakan ini merupakan salah satu contoh nyata dari aplikasi pendidikan kesejahteraan keluarga. PKK  adalah gerakan Nasional dalam pembangunan masyarakat yang tumbuh dari bawah, pengelolaanya dari, oleh dan untuk masyarakat menuju terwujudnya keluarga yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahklak mulia dan berbudi luhur, sehat sejahtera, lahir dan batin.

Program Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK)

PKK memiliki banyak program yang dilaksanakan untuk mencapai tujuannya. Beberapa program PKK adalah sebagai berikut.

  1. Penghayatan dan Pengamalan Pancasila,
    dimaksudkan agar dapat diwujudkan keluarga pancasila yang berahklak, bersikap dan memiliki tingkah laku berdasarkan Pancasila.
  2. Gotong Royong,
    bertujuan untuk mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan, sesuai dengan perkembangan teknologi yang berlaku.
  3. Pangan,
    Dimaksudkan untuk menanamkan kesadaran betapa pentingnya makanan sehari-hari untuk pertumbuhan dan kesehatan jasmaniah atau rohaniah dalam membentuk keluarga yang sehat, cerdas dan kuat.
  4. Sandang,
    bertujuan untuk memberikan pengertian fungsi dan cara berpakaian sesuai dengan kepribadian, usia dan situasi dalam jumlah yang cukup, terpelihara dan sehat.
  5. Perumahan dan Tata Laksana Rumah Tangga,
    berfungsi sebagai tempat berteduh dan berlindung serta dapat memberikan rasa hidup tentram, aman dan bahagia.
  6. Pendidikan dan Keterampilan,
    Pendidikan sangat erat kaitannya dengan pembentukan manusia seutuhnya berdasarkan Pancasila.
  7. Kesehatan,
    merupakan syarat mutlak untuk kebahagiaan hidup, sehingga perlu dihayati apa itu sehat dan bagaimana cara memelihara kesehatan itu, baik pribadi maupun keluarga, kepada kesehatan lingkungan.
  8. Mengembangkan Kehidupan Berkoperasi,
    koperasi merupakan dasar dari pada Demokrasi Ekonomi, yang dikerjakan dari, oleh dan untuk masyarakat.
  9. Kelestarian Lingkungan Hidup,
    bertujuan agar di lingkungan keluarga dan lingkungan sekitarnya mendapatkan keserasian, sehingga terdapat adanya perasaan tenang, tentram, hidup rukun dan damai dalam lingkungan keluarga maupun tetangga, termasuk juga kelestarian alam sekitarnya.
  10. Perencanaan Sehat,
    meliputi urusan keseimbangan dan belanja rumah tangga, pengaturan waktu, pembagian tugas antar keluarga sesuai kemampuan masing-masing.

Referensi

  1. Djumali, dkk. (2014). Landasan Pendidikan. Yogyakarta: Gava Media.
  2. Kurniawan, Syamsul. (2017). Pendidikan Karakter Konsepsi dan Implementasi secara Terpadu di Lingkungan Keluarga, Sekolah, Perguruan Tinggi dan Masyarakat. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
  3. Syafitri, Nadya (2019) Pengaruh pendapatan,pendidikan dan jumlah anggota keluarga terhadap tingkat kesejahteraan keluarga di kecamatan Medan Belawan. Skripsi thesis, Universitas Islam Negeri Sumatera Utara.
  4. Tim Kemdikbud. (2017). Ilmu Pengetahuan Sosial SMP/MTs Kelas VII. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
  5. Zakaria, Amir. (2017). Asuhan Keperawatan Keluarga Pendekatan Teori dan Konsep. Malang: International Research and Development for Human Beings.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *