Psikologi komunikasi merupakan studi perilaku manusia yang berfokus pada ranah komunikasi. Psikologi sendiri sebagai ilmu yang mengkaji proses mental dan perilaku manusia sejatinya merupakan salah satu pemeran utama dalam kajian ilmu komunikasi. Melalui kacamata psikologi dan teori-teori tentang perilakunya, kita dapat menjelaskan bagaimana dan mengapa manusia melakukan komunikasi.

Perilaku manusia juga berkaitan erat dengan komunikasi yang dilakukan, baik secara intrapersonal, interpersonal, maupun antar kelompok. Komunikasi merupakan peristiwa sosial, yaitu peristiwa yang terjadi ketika seorang individu berinteraksi dengan individu lainnya. Meskipun hal tersebut memasuki ranah sosiologi sebagai salah satu fondasi ilmu komunikasi juga, akan tetapi analisis terhadap peristiwa sosial secara psikologis juga akan mengarah pada psikologi sosial.

Oleh karena itu, amatlah wajar rasanya apa bila dalam kajian ilmu komunikasi, kita akan menghampiri psikologi yang amatlah berkaitan erat dengan peristiwa komunikasi yang dilakukan oleh seorang individu, baik pada dirinya sendiri maupun pada orang lain (sosial). Berikut adalah berbagai pemaparan mengenai pendekatan psikologi terhadap komunikasi.

Pengertian Psikologi Komunikasi

Psikologi komunikasi adalah ilmu yang berupaya menguraikan, memprediksi, dan mengendalikan peristiwa mental dan behavioral dalam komunikasi (Maryam & Paryontri, 2021, hlm. 4). Definisi tersebut diambil dari pengertian psikologi psikologi yang merupakan ilmu yang mempelajari tentang proses mental dan perilaku manusia, serta komunikasi yang berarti proses seorang individu mentransmisikan rangsangan verbal maupun non-verbal kepada orang lain.

Dari sisi psikologi behaviorisme, segala hal yang dilakukan oleh manusia adalah perilaku yang dihasilkan dari stimulus, tidak terkecuali dalam berkomunikasi. Oleh karenanya, menurut Dance (dalam Maryam & Paryontri, 2021, hlm. 4) dalam kerangka psikologi behaviorisme, komunikasi adalah usaha untuk menimbulkan respons melalui lambang-lambang verbal, saat lambang verbal tersebut berperan sebagai stimuli (Rakhmat, 2011).

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa psikologi komunikasi adalah ilmu yang berusaha untuk mengkaji proses mental dan perilaku manusia dalam berkomunikasi yang berarti usaha untuk menimbulkan respons melalui pentransmisian lambang-lambang verbal maupun secara non-verbal kepada diri sendiri maupun orang lain.

Pendekatan Psikologi Terhadap Komunikasi

Psikologi memandang komunikasi sebagai proses penyampaian energi dari alat-alat indera ke otak, saat peristiwa penerimaan dan pengolahan informasi, di mana terjadi proses saling mempengaruhi di antara berbagai sistem dalam diri individu dan di antara individu (Rakhmat, dalam Maryam & Paryontri, 2021, hlm. 5).

Misalnya, saat kita membaca buku, retina mata yang terdiri dari 12 juta lebih sel saraf, bereaksi pada cahaya dan meneruskan pesan pada cabang-cabang syaraf yang menyambungkan mata dengan syaraf optik, lalu saraf optik meneruskan impuls-impuls syara tersebut ke otak. Selanjutnya, 10-14 juta sel syaraf pada otak (neuron) dirangsang oleh berbagai impuls yang datang. Di sinilah terjadi proses persepsi yang akan menimbulkan peristiwa komunikasi intrapersonal (pada diri sendiri).

Dalam konteks komunikasi, psikologi juga tidak hanya mengulas komunikasi di antara neuron, melainkan juga berupaya menganalisa seluruh komponen yang terlibat dalam proses komunikasi yang mencakup komunikan dan komunikator. Apabila ilmu komunikasi secara keseluruhan merupakan ilmu praktis dan seni dalam berkomunikasi, maka psikologi komunikasi dapat dikatakan sebagai uraian teori dan keilmuan saintifik yang lebih condong membahas komunikasi dari sudut pandang internalnya sendiri, yakni manusia.

Ruang Lingkup Psikologi Komunikasi

Menurut Maryam & Paryontri (2021, hlm. 5) psikologi komunikasi setidaknya memiliki ruang lingkup yang mencakup hal-hal berikut ini.

  1. Proses mental (internal),
    yakni kajian saat berlangsungnya proses komunikasi, meliputi sensasi, persepsi, memori, dan berpikir (komunikasi dalam diri individu).
  2. Komunikan,
    yaitu setiap peserta komunikasi, bisa komunikator (yang memulai komunikasi) atau komunikate (penerima informasi). Psikologi memberikan karakteristik manusia komunikan, serta faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku komunikasinya (faktor internal dan eksternal).
  3. Komunikator,
    psikologi berupaya menjelaskan mengapa sebuah sumber komunikasi berhasil mempengaruhi individu lain, sedangkan sumber komunikasi yang lain mengalami kegagalan.
  4. Komunikasi antarindividu,
    psikologi mencoba mencari tahu bagaimana pesan dari seorang individu menjadi stimulus yang menimbulkan respons bagi individu lain.
  5. Psikolinguistik,
    perpaduan ilmu antara psikologi dan linguistik. Psikologi meneliti proses pengungkapan pikiran menjadi lambang, bentuk-bentuk lambang, dan pengaruh lambang terhadap perilaku manusia.

Ciri-ciri Pendekatan Psikologi Komunikasi

Berbagai disiplin ilmu juga mempelajari tentang komunikasi, seperti sosiologi, manajemen, filsafat, bahkan psikologi itu sendiri. Lalu, apa yang membedakan atau menjadi ciri khas pendekatan psikologi dengan pendekatan yang lain? Psikologi meneliti kesadaran dan pengalaman manusia pada perilaku individu komunikan. Fisher (1978, dalam Maryam & Paryontri, 2021, hlm. 7) menguraikan beberapa karakteristik atau ciri pendekatan psikologi pada komunikasi sebagai berikut.

  1. Penerimaan stimuli secara inderawi (sensory reception of stimuli).
    Psikologi melihat komunikasi sejak organ-organ penginderaan menerima stimuli berupa data. Stimuli bisa berbentuk orang, suara, warna, ucapan, dan sebagainya yang mempengaruhi individu.
  2. Proses yang mengantarai stimulus dan respons (internal mediation of stimuli).
    Terjadi pengolahan stimulus dalam “kotak hitam” hingga memunculkan respons. Jika seseorang tersenyum, tertawa, bertepuk tangan, maka ia berada dalam keadaan gembira.
  3. Prediksi respons (prediction of response).
    Psikologi komunikasi melihat bagaimana respons pada masa lalu dapat meramalkan munculnya respons yang akan datang.
  4. Peneguhan respons (reinforcement of responses).
    Dalam artian respons lingkungan atau orang lain pada respons individu yang asli, atau disebut juga dengan umpan balik (feedback).

Komunikan (Manusia) dalam Perspektif Psikologi

Psikologi memandang bahwa pemeran utama dalam komunikasi adalah manusia sebagai komunikan (Maryam & Paryontri, 2021, hlm. 12). Dengan demikian, komunikasi ditentukan oleh perilaku manusia komunikan itu sendiri. Psikologi berperan saat membicarakan tentang proses pemrosesan pesan yang diterima manusia. Banyak teori dalam ilmu komunikasi yang dilatarbelakangi oleh empat pendekatan atau aliran psikologi, meliputi psikodinamika, behaviorisme, kognitif, dan humanistik yang akan dipaparkan sebagai berikut.

Konsepsi Manusia dalam Psikodinamika

Pendekatan ini menekankan pada pikiran ketidaksadaran, konflik antara naluri biologis dan tuntutan masyarakat, serta pengalaman keluarga sejak usia dini. Pendekatan ini berpendapat bahwa naluri biologis yang tidak dipelajari, terutama dorongan seksual dan agresif, mempengaruhi cara manusia berpikir, merasa, dan berperilaku, tentunya termasuk berkomunikasi pula (Maryam & Paryontri, 2021, hlm. 12). Dari pendekatan psikodinamika inilah muncul konsep “manusia berkeinginan” yang disebut dengan istilah Homo Volens.

Naluri-naluri tersebut terpendam dalam alam bawah sadar, dan sering kali bertentangan dengan tuntutan masyarakat. Berbagai konflik yang terjadi tersebut ditangani oleh mekanisme id, ego, dan superego.

  1. Id
    Id menyimpan dorongan-dorongan biologis manusia dan sebagai pusat insting (hawa nafsu). Id bekerja berdasarkan prinsip kesenangan (pleasure principle) dan menuntut segera memenuhi kebutuhannya. Namun Id tidak mampu memuaskan keinginannya.
  2. Ego
    Ego berfungsi menjembatani tuntutan Id dengan realitas atau rasional, inilah yang menjadi prinsip kerja Ego (reality principle). Ego mendorong manusia berperilaku secara rasional. Ego berada di tengah antara memenuhi tuntutan Id dan peraturan superego. Unsur moral dalam pertimbangan terakhir perilaku manusia disebut Freud sebagai superego.
  3. Superego
    Superego merupakan hati nurani yang menginternalisasi norma-norma sosial dan kultural masyarakat. Dari pendekatan psikodinamika inilah muncul konsep “manusia berkeinginan” (Homo Volens). Dengan demikian, superego dapat dikatakan sebagai kebalikan dari id, yakni ingin menyesuaikan dan dapat diterima oleh norma sosial dan kultural masyarakat (Maryam & Paryontri, 2021, hlm. 13).

Menurut Sigmund Freud (pelopor pendekatan psikodinamika), hubungan dini dengan orang tua juga menjadi faktor utama yang membentuk kepribadian manusia, yang selanjutnya menentukan perilaku manusia. Hubungan tersebut akan menjadi perilaku serta “cara hidup” yang paling familiar bagi individu tersebut, termasuk apabila ia terlahir dari seorang orang tua yang disfungsional (tidak melakukan tugasnya dengan baik).

Baca juga: Psikoanalisis: Penjelasan Id, Superego, dan Ego (Teori & Aplikasi)

Konsepsi Manusia dalam Behaviorisme

Pendekatan behavioristik menekankan pada respons perilaku yang dapat diamati, memusatkan pada interaksi dengan lingkungan yang dapat dilihat dan diukur (Maryam & Paryontri, 2021, hlm. 13). Berbagai respons yang dapat dilihat langsung dan diukur tersebut tak lain adalah berbagai perilaku manusia sendiri, bukan hal yang abstrak seperti jiwa.

Selain itu, dalam konsepsi behaviorisme, lingkungan merupakan penentu perilaku manusia. Pelopor pendekatan ini adalah John B. Watson dan B.F. Skinner. Skinner meyakini bahwa reward (ganjaran) dan punishment (hukuman) menentukan perilaku manusia.

Seluruh perilaku manusia (kecuali insting) merupakan hasil belajar, yaitu perubahan perilaku sebagai pengaruh lingkungan. Oleh karena itu, pendekatan ini juga disebut teori belajar. Dari behaviorisme inilah muncul konsep “manusia mesin” (Homo Mechanicus), karena manusia bagaikan mesin yang segala perilakunya diatur oleh berbagai stimulus yang diberikan oleh lingkungan.

Tonton juga:

Konsepsi Manusia menurut Pendekatan Kognitif

Menurut pendekatan kognitif, otak manusia mengandung pikiran yang memungkinkan proses-proses mental untuk mengingat, merencanakan, menentukan tujuan, mengambil keputusan, dan melakukan kreasi (Maryam & Paryontri, 2021, hlm. 13). Pendekatan ini menekankan pada proses-proses mental yang terlibat dalam mengetahui (bagaimana manusia mengarahkan perhatian, memersepsi, mengingat, berpikir, dan memecahkan masalah). Pikiran merupakan sebuah sistem pemecahan masalah yang aktif dan sadar.

Pandangan ini berlawanan dengan pandangan behavioristik yang menekankan bahwa lingkunganlah yang mengendalikan perilaku manusia. Pendekatan kognitif juga bertentangan dengan pandangan psikodinamika yang memandang perilaku manusia dikendalikan oleh naluri atau bagian ketidaksadaran lainnya. Pendekatan kognitif meyakini bahwa proses-proses mental individu merupakan perilaku yang terkendali melalui ingatan, persepsi, citra, dan berpikir (King, dalam Maryam & Paryontri, 2021, hlm. 14). Dari pandangan inilah muncul konsep “manusia berpikir” (Homo Sapiens).

Baca juga: Psikologi Kognitif: Pengertian, Sejarah, Tokoh & Model

Konsepsi Manusia menurut Pendekatan Humanistik

Pendekatan humanistik menekankan pada kualitas-kualitas positif seseorang, kapasitas untuk pertumbuhan positif, dan kebebasan untuk memilih takdir apapun (Maryam & Paryontri, 2021, hlm. 14). Menurut Maslow dan Rogers, dua tokoh besar psikologi humanistis, manusia memiliki kemampuan untuk mengendalikan hidupnya dan menghindar dari manipulasi lingkungan (King, dalam Maryam & Paryontri, 2021, hlm. 14).

Dalam kacamata humanistis, manusia dapat memilih hidupnya dengan nilai-nilai kemanusiaan yang lebih tinggi, seperti altruisme dan kehendak bebas. Manusia memiliki potensi yang luar biasa akan pemahaman diri sendiri, dan cara untuk membantu orang lain mencapai pemahaman diri sendiri adalah dengan menjadi hangat dan mendukung. Pendekatan humanistik ini disebut juga dengan pendekatan optimis, dan memberikan dasar bagi psikologi positif.

Baca juga: Teori Humanistik dalam Psikologi (Maslow & Rogers)

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Manusia

Selain berdasarkan sudut pandang psikologi yang berbeda, perilaku manusia juga dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang menyelubunginya. Menurut Baron & Byrne, terdapat beberapa faktor yang mendorong munculnya pemikiran dan perilaku sosial pada individu (Maryam, dalam Maryam & Paryontri, 2021, hlm. 15) yang di antaranya adalah sebagai berikut.

  1. Perilaku dan karakter orang lain.
    Perilaku orang lain sering mempengaruhi pemikiran dan perilaku individu terhadap orang orang lain. Demikian juga halnya dengan karakter orang lain. Individu sering bereaksi terhadap karakteristik orang lain yang kasat mata, seperti penampilannya. Hasil penelitian Hassin dan Trope (2000) menunjukkan bahwa individu tidak bisa mengabaikan penampilan orang lain, bahkan ketika secara sadar mencoba untuk mengabaikannya.
  2. Proses kognitif.
    Cara berpikir dan perilaku individu terhadap orang lain dipengaruhi oleh ingatan individu tentang perilaku orang tersebut di masa lalu dan penyimpulan tentang kebenaran alasannya. Proses kognitif seperti ingatan dan penalaran (proses yang mendasari pikiran, keyakinan, ide, dan penilaian tentang orang lain yang dimiliki individu) memainkan peran penting dalam pemikiran dan perilaku sosial (Dayakisni & Hudaniah, dalam Maryam & Paryontri, 2021, hlm. 16).
  3. Variabel lingkungan (ekologi).
    Merupakan pengaruh lingkungan fisik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lingkungan fisik seperti cuaca, bau, dan kepadatan, mempengaruhi perasaan, pikiran, dan perilaku individu terhadap orang lain. Menurut Anderson, Bushman, & Groom (1997, dalam Maryam & Paryontri, 2021, hlm. 16) apakah individu mudah marah dan agresif ketika cuaca sedang panas dibandingkan ketika cuacanya sejuk dan nyaman? Apakah bau yang harum mendorong individu lebih tertarik atau suka menolong orang lain?
  4. Konteks budaya.
    Perilaku sosial sangat dipengaruhi oleh norma-norma sosial (aturan sosial tentang bagaimana seharusnya individu berperilaku dalam situasi tertentu), keanggotaan individu dalam kelompok, dan perubahan nilai-nilai sosial. Perilaku sosial dipengaruhi oleh konteks kebudayaan di mana perilaku sosial terjadi.
  5. Faktor biologis.
    Merupakan warisan sifat-sifat dan genetik yang relevan dengan perilaku sosial. Bidang psikologi evolusioner memandang bahwa faktor biologis memainkan peran penting dalam perilaku sosial (Buss, 1995; Buss & Shackelford, 1997, dalam Maryam & Paryontri, 2021, hlm. 17). Misalnya dalam hal memilih pasangan. Mengapa individu memandang beberapa orang itu menarik yang kemudian dipilih menjadi pasangannya ? Menurut perspektif evolusi, hal ini disebabkan karena karakteristik yang menarik (seperti bentuk wajah simetris, bentuk tubuh bagus, kulit bersih, rambut indah) dikaitkan dengan kapasitas reproduksi.

Referensi

  1. Maryam, E.W.,& Paryontri, R.A. (2021). Psikologi komunikasi. Sidoarjo: UMSIDA Press.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *