Teori belajar Bruner merupakan salah satu teori yang memberikan pengaruh besar terhadap bidang pendidikan, khususnya dalam pembelajaran matematika dan pemikirannya yang kemudian mencetuskan pembelajaran discovery learning. Bagaimana teori belajarnya berhasil mengembangkan salah satu model pembelajaran termutakhir di abad ini? apa saja kontribusinya terhadap pembelajaran matematika? berikut adalah berbagai uraiannya.

Biografi Bruner

Jerome Seymour Bruner dilahirkan pada tanggal 1 Oktober 1915 di New York City. Ia dilahirkan buta dan tidak dapat melihat hingga dioperasi katarak ketika masih bayi. Bruner adalah lulusan program studi Psikologi di Duke University pada tahun 1937. Selanjutnya, ia juga berhasil mendapatkan gelar masternya (S2) pada tahun 1939 dan Ph.D pada tahun 1941 di Harvard University.

Selama perang Dunia II, Bruner bertugas di bawah Jenderal Eiseenhower dalam Psychological Warfare divisi Supreme markas bersekutu Expeditionary Force Eropa. Setelah perang ia bekerja di Harvard University pada tahun 1945. Saat ia bekerja di Hardvard-lah Bruner mulai secara aktif menghasilkan berbagai penelitian mengenai cara berpikir seseorang.

Bruner bertemu dengan banyak ahli psikologi di Harvard, dan kebanyakan dari mereka menganut paham behaviorisme yang memandang setiap tingkah laku yang dilakukan oleh manusia adalah respons dari stimulus yang diberikan oleh lingkungannya. Namun demikian, Bruner tidak sepenuhnya setuju dengan teori tersebut. Hingga akhirnya ia bersama dengan Leopos mengadakan rangkaian percobaan yang menghasilkan teori persepsi baru yang disebut dengan “New Look”.

The new look mengatakan bahwa persepsi adalah bukan sesuatu yang terjadi segera, seperti yang telah diasumsikan dalam teori lama. Sebaliknya, persepsi adalah bentuk informasi pengolahan dan interpretasi yang melibatkan pilihan. Pandangannya adalah bahwa psikologi itu sendiri harus peduli dengan bagaimana orang melihat dan menafsirkan dunia, serta bagaimana mereka menanggapi stimulus.

Pada tahun 1960, Bruner dan George Miller mendirikan pusat penelitian kognitif di Harvard. Keduanya bersama-sama dengan keyakinan bahwa psikologi harus prihatin dengan proses kognitif yang berbeda bentuk manusia dan cara pikiran tersebut akan disusun dalam sintaks logis. Hal ini selanjutnya menelurkan kontribusi terkemuka Bruner, yakni memelopori aliran psikologi kognitif yang memberi dorongan agar pendidikan memberikan perhatian pada pentingnya pengembangan berpikir.

Teori Belajar Bruner

Bruner banyak memberikan pandangan mengenai perkembangan kognitif manusia, bagaimana manusia belajar, atau memperoleh pengetahuan dan mentransformasi pengetahuan. Dasar pemikiran teorinya memandang bahwa manusia sebagai pemroses, pemikir dan pencipta informasi. Menurut Bruner, belajar merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru di luar informasi yang diberikan kepada dirinya. Teori Bruner tentang kegiatan belajar manusia tidak terkait dengan umur atau tahap perkembangan.

Pendekatan Bruner terhadap belajar didasarkan pada dua asumsi. Asumsi pertama ialah perolehan pengetahuan merupakan suatu proses interaktif, dan asumsi kedua ialah orang mengonstruksi pengetahuannya dengan menghubungkan informasi yang masuk dengan informasi yang disimpan yang diperoleh sebelumnya (Dahar, 2011, hlm. 75).

Bruner mengemukakan empat tema pendidikan. Tema pertama mengemukakan pentingnya arti struktur pengetahuan, tema kedua tentang kesiapan belajar, tema yang ketiga menekankan nilai intuisi dalam proses pendidikan, dan tema yang keempat tentang motivasi atau keinginan untuk belajar dan cara-cara yang tersedia pada para guru untuk merangsang motivasi itu.

Discovery Learning

Dalam teorinya yang diberi judul “Teori Perkembangan Belajar”, Bruner menekankan pada proses belajar menggunakan metode mental, yaitu individu yang belajar mengalami sendiri apa yang dipelajarinya agar proses tersebut dapat direkam dalam pikirannya dengan caranya sendiri (Amir & Risnawati, 2016, hlm. 70). Selanjutnya, teori belajar ini diadaptasi menjadi model pembelajaran discovery learning yang mendorong siswa untuk belajar mandiri dengan cara menemukannya sendiri.

Di dalam discovery learning, siswa belajar melalui keterlibatan aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip dalam memecahkan masalah, dan guru mendorong siswa untuk mendapatkan pengalaman dengan melakukan kegiatan yang memungkinkan siswa menemukan prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri. Pembelajaran ini membangkitkan keingintahuan siswa, memotivasi siswa untuk terus bekerja dan berinteraksi dengan ilngkungan sekitarnya hingga menemukan jawaban.

Pembahasan lebih lanjut megenai discovery learning dapat disimak pada tautan di bawah ini.

Baca juga: Model Pembelajaran Discovery Learning: Pembahasan Lengkap

Tahapan Belajar Bruner

Adanya interaksi antara siswa dengan lingkungan akan memberikan kesempatan baginya untuk melaksanakan penemuan. Sehubungan dengan pengalaman fisik ini, menuru Bruner (dalam Amir, 2016, hlm. 186) dalam proses belajarnya anak akan melewati tiga tahapan, yakni sebagai berikut.

  1. Tahap enaktif (enactive).
    Dalam tahap ini anak secara langsung terlibat dalam memanipulasi (mengotak-atik) suatu benda. Sebagai contoh, kita ingin mengenalkan konsep bilangan pecahan kita dapat menggunakan sebuah apel yang dibagi dua sama besar.
  2. Tahap ikonik (iconic).
    Dalam tahap ini kegiatan yang dilakukan anak sudah behubungan dengan mental, yang merupakan gambaran dri objek/benda yang dimanipulasinya. Anak tidak langsung memanipulasi objek seperti yang dilakukan pada tahap enaktif. Misalnya dengan menunjukkan pada sajian yang berupa gambar atau grafik.
  3. Tahap simbolik (symbolic).
    Dalam tahap ini anak tidak lagi terikat dengan objek pada tahap sebelumnya. Anak pada tahap ini sudah mampu mengggunakan notasi atau simbol tanpa ketergantungan terhadap objek real.

Dalam kaitannya dengan proses belajar yang terjadi pada tahapan belajar, Bruner mengemukakan bahwa belajar melibatkan tiga proses yang berlangsung hampir bersamaan. Ketiga proses tersebut adalah:

  1. memperoleh informasi baru;
  2. transformasi informasi;
  3. menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan (Mimi Haryani dan Mely Andriani, 2013, hlm. 31).

Pembelajaran Matematika Bruner

Bruner merupakan tokoh pendidikan yang banyak bergerak di bidang matematika sebagai materi yang diujikannya. Menurut Bruner, pembelajaran matematika akan lebih berhasil jika proses pengajaran diarahkan pada konsep-konsep dan struktur-struktur yang terbuat dalam pokok bahasan yang diajarkan, di samping hubungan yang terkait antara konsep-konsep dan struktur-struktur. Dengan mengenal konsep dan struktur yang tercakup dalam bahan yang sedang dibicarakan, anak akan memahami materi yang harus dikuasainya.

Menurut Bruner, terdapat empat prinsip-prinsip tentang cara belajar dan mengajar matematika yang disebut dalil atau teorama. Dalil-dalil (teorema) yang berkaitan dengan pembelajaran matematika menurut Bruner dan Kenvey berdasarkan percobaan dan pengalamannya adalah sebagai berikut.

  1. Dalil penyusunan
    Dalil penyusunan menyatakan bahwa siswa selalu mempunyai kemampuan mengusai definisi, teorema, konsep, dan kemampuan matematis lainnya, oleh karena itu cara terbaik bagi siswa untuk memulai belajar konsep dan prinsip dalam matematika adalah dengan mengkonstruksi sendiri konsep dan prinsip yang dipelajari itu.
  2. Dalil notasi
    Dalil notasi menyatakan bahwa notasi matematika yang digunakan harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan mental anak (enaktif, ikonik, dan simbolik).
  3. Dalil pengkontrasan dan keaneragaman (variasi)
    Dalil pengkontrasan dan keanekaragaman (variasi) menyatakan bahwa suatu konsep harus dikontraskan dengan konsep lain dan harus disajikan dengan contoh-contoh yang bervariasi. Misalnya, untuk memahami konsep bilangan 2, siswa diberi kegiatan untuk membuat kelompok benda yang beranggotakan 2. Selain itu juga diberi kegiatan untuk membuat kelompok benda yang tidak beranggotakan 2.Bisa juga memilih kelompok-kelompok mana yang merupakan kelompok 2 benda, dan kelompok-kelompok mana yang bukan 2 benda.
  4. Dalil pengaitan
    Dalil pengaitan menyatakan bahwa antara konsep matematika yang satu dengan konsep yang lain mempunyai kaitan yang erat, baik dari segi isi maupun dari segi penggunaan rumus-rumus. Misalnya rumus luas persegi panjang merupakan materi prasyarat untuk penemuan rumus luas jajargenjang yang diturunkan dari rumus persegi panjang (Amir & Risnawati, 2016, hlm. 72).

Referensi

  1. Amir, Z., Risnawati. (2016). Psikologi pembelajaran matematika. Yogyakarta: Aswaja Pressindo.
  2. Budiningsih, C. Asri. 2012. Belajar & Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
  3. Dahar, R.W. (2011). Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Penerbit Erlangga.
  4. Haryani & Andriani. (2013). Pembelajaran Matematika SD/MI. Pekanbaru: Benteng Media.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *