Pengertian Brand Loyalty

Brand loyalty adalah Istilah dalam pemasaran untuk menggambarkan seberapa kuat preferensi seorang konsumen terhadap sebuah merek bila dibandingkan dengan merek lainnya. Seperti yang diungkapkan oleh Firmansyah (2019, hlm. 104) bahwa brand loyalty dapat diartikan sebagai suatu komitmen yang mendalam untuk melakukan pembelian ulang produk atau jasa yang menjadi preferensinya secara konsisten pada masa yang akan datang dengan cara membeli ulang merek yang sama meskipun ada pengaruh situasional dan usaha pemasaran yang dapat menimbulkan perilaku peralihan.

Dengan demikian, suatu merek akan memiliki tingkat brand loyalty tinggi apabila apabila konsumen terus-menerus memilih merek yang sama dari jajaran produk sama dengan merek berbeda. Secara kualitatif, semakin banyak pembelian ulang atau repeat order yang terjadi, maka semakin loyal pula seorang pelanggan terhadap merek. Sedangkan secara kuantitatif, loyalitas merek dapat diukur dari sensitivitas pelanggan terhadap merek tersebut.

Sensitivitas merek yang dimaksud dapat dilihat pada perilaku pemilihan konsumen terhadap kategori produk sama dengan merek yang berbeda. Seperti pada pengertian brand loyalty yang diungkapkan oleh Giddens (2002, dalam Firmansyah, 2019, hlm. 104) bahwa brand loyalty adalah pilihan yang dilakukan konsumen untuk membeli merek tertentu dibandingkan merek lain dalam suatu kategori produk.

Sementara itu, menurut Mowen & Minor (1995, dalam Firmansyah, 2019, hlm. 47) Brand loyalty is defined as the degree to which a customer holds a positive attitude toward a brand, has a commitment to it, and intends to continue purchasing it in the future as such, brand loyalty ls directly influenced by the customer satisfaction dissatisfaction with the brand. Artinya, loyalitas merek didefinisikan sebagai tingkatan di mana pelanggan memiliki sikap positif terhadap suatu merek, memiliki komitmen dan cenderung untuk terus melanjutkan membeli produk dengan suatu merek tertentu di masa yang akan datang.

Pembicaraan tentang konsistensi sikap positif tersebut membutuhkan pemahaman tentang prinsip-prinsip pembelajaran konsumen (consumer learning) yang memfokuskan pada kondisi yang menghasilkan adanya konsistensi perilaku sepanjang waktu. Penjelasan tersebut memberikan gambaran bahwa pembelajaran, kebiasaan, dan loyalitas merupakan konsep yang saling berhubungan untuk menentukan brand loyalty.

Selanjutnya, menurut Aaker (2018, hlm. 15) brand loyalty adalah suatu ukuran keterkaitan konsumen pada sebuah merek yang menggambarkan seberapa kuat referensi konsumen tersebut terhadap suatu merek apabila dibandingkan dengan merek yang lain.

Dapat disimpulkan bahwa brand loyalty adalah kesetiaan seorang pelanggan yang terindikasi dari pembelian ulang produk atau jasa yang menjadi preferensinya dan dilakukan secara konsisten pada masa yang akan datang dengan cara membeli ulang merek yang sama meskipun telah ada pengaruh situasional dan usaha pemasaran yang dapat menimbulkan perilaku peralihan pada merek lain.

Tingkatan Brand Loyalty

Brand loyalty merupakan ukuran kesetiaan seorang pelanggan pada sebuah merek. Dengan demikian kesetiaan merek ini adalah suatu spektrum yang dapat dibagi menjadi beberapa tingkatan berbeda. Menurut Firmansyah (2019, hlm. 41-42) brand loyalty memiliki tingkatan sebagai berikut.

  1. Switcher (Price Buyer)
    Tingkat loyalitas yang paling dasar adalah pembeli tidak loyal atau sama sekali tidak tertarik pada merek-merek apapun yang ditawarkan. Disini merek memainkan peran yang kecil dalam keputusan pembelian. Pada umumnya, jenis konsumen seperti ini suka berpindah-pindah merek (konsumen lebih memperhatikan harga aatau selain merek dalam melakukan pembelian).
  2. Habitual Buyer
    Tingkat kedua adalah para pembeli merasa puas dengan produk yang digunakan, atau minimal tidak mengalami kekecewaan. Pada dasarnya, tidak terdapat dimensi ketidakpuasan yang cukup memadai untuk mendorong suatu perubahan, terutama apabila pergantian ke merek lain memerlukan suatu tambahan biaya.
  3. Satisfied Buyer
    Tingkat ketiga berisi orang-orang yang puas, namun memikul biaya peralihan (switching cost), baik dalam waktu, uang atau resiko sehubungan dengan upaya untuk melakukan pergantian ke merek lain. Kelompok ini biasanya disebut dengan konsumen loyal yang merasakan adanya suatu pengorbanan apabila melakukan penggantian ke merek lain.
  4. Emotional Buyer
    Tingkat keempat adalah konsumen benar-benar menyukai merek tersebut. Pilihan konsumen terhadap suatu merek dilandasi pada suatu asosiasi, seperti simbol, rangkaian pengalaman menggunakannya, atau kesan kualitas yang tinggi. Para pembeli pada tingkat ini disebut sahabat merek, karena terdapat perasaan emosional dalam menyukai merek.
  5. Commited Buyers
    Tingkat teratas adalah para pelanggan yang setia. Para pelanggan mempunyai suatu kebanggaan dalam menemukan atau menjadi pengguna suatu merek. Merek tersebut sangat penting bagi pelanggan baik dari segi fungsinya, maupun sebagai ekspresi mengenai siapa pelanggan sebenarnya.

Ciri Pelanggan Loyal

Menurut Assael (1998, dalam Firmansyah, 2019, hlm. 107), ada empat hal yang menunjukkan kecenderungan brand loyalty pada pelanggan, yaitu:

  1. pelanggan yang loyal terhadap merek cenderung lebih percaya diri terhadap pilihannya,
  2. pelanggan yang loyal lebih memungkinkan merasakan tingkat risiko yang lebih tinggi dalam pembeliannya,
  3. pelanggan yang loyal terhadap merek juga lebih mungkin loyal terhadap toko (store loyalty), dan
  4. kelompok pelanggan yang minoritas cenderung untuk lebih loyal terhadap merek.

Tahap Perkembangan Brand Loyalty

Dalam buku yang ditulis oleh Firmansyah (2019, hlm. 48) dinyatakan bahwa perkembangan pelanggan yang loyal terhadap brand sehingga menjadi pelanggan yang loyal melewati tahapan-tahapan sebagai berikut.

  1. Tahap pertama: Loyalitas Kognitif
    Konsumen yang mempunyai loyalitas tahap pertama ini menggunakan basis informasi yang memaksa menunjuk pada satu merek atas merek lainnya, loyalitasnya hanya didasarkan pada aspek kognisi saja. Contoh, sebuah swalayan secara konsisten selalu menawarkan harga yang lebih rendah dari pesaing yang ada. Informasi ini cukup memaksa konsumen selalu berbelanja di swalayan tersebut.
  2. Tahap kedua: Loyalitas Afektif
    Loyalitas tahap kedua didasarkan pada aspek afektif konsumen. Sikap merupakan fungsi dari kognisi pengharapan pada periode awal pembelian (masa pra-konsumsi) dan merupakan fungsi dari sikap sebelumnya ditambah kepuasan di periode berikutnya (masa pasca-konsumsi).
  3. Tahap ketiga: Loyalitas Konatif
    Dimensi konatif (niat melakukan) dipengaruhi oleh perubahan-perubahan afektif terhadap merek. Konasi menunjukkan suatu niat untuk melakukan sesuatu ke arah tujuan tertentu. Loyalitas konatif merupakan suatu kondisi loyal yang mencakup komitmen mendalam untuk melakukan pembelian. Jenis komitmen ini sudah melampaui afektif, bagian dari motivasi untuk mendapatkan merek yang disukai. Afektif hanya menunjukkan kecenderungan motivasi, sedangkan komitmen menunjukkan melakukan suatu keinginan untuk menjalankan tindakan. Keinginan untuk membeli kembali atau menjadi loyal itu hanya merupakan tindakan yang terantisipasi tetapi belum terlaksana.
  4. Tahap keempat: Loyalitas Tindakan
    Meskipun pembelian ulang adalah suatu tindakan yang sangat penting bagi pemasar, penginterpretasian loyalitas hanya pada pembelian ulang saja tidak cukup, karena konsumen yang membeli ulang belum tentu memiliki sikap positif terhadap barang atau jasa yang dibeli. Pembelian ulang dilakukan bukan karena puas, melainkan mungkin karena terpaksa atau faktor lainnya. Oleh karena itu untuk mengenali perilaku loyal dilihat dari dimensi ini, yaitu dari komitmen pembelian ulang yang ditujukan pada suatu produk dalam kurun waktu tertentu secara teratur.

Dimensi dan Indikator Brand Loyalty

Menurut Nancy Giddens (2002, dalam Firmansyah, 2019, hlm. 107) konsumen yang loyal terhadap suatu brand memiliki indikator-indikator sebagai berikut.

  1. Memiliki komitmen pada merek tersebut.
  2. Berani membayar lebih pada merek tersebut bila dibandingkan dengan merek yang lain.
  3. Merekomendasikan merek tersebut pada orang lain.
  4. Dalam melakukan pembelian kembali produk tersebut tidak melakukan pertimbangan.
  5. Selalu mengikuti informasi yang berkaitan merek tersebut.
  6. Mereka dapat menjadi semacam juru bicara dari merek tersebut dan mereka selalu mengembangkan hubungan dengan merek tersebut.

Sementara itu, Gecti & Zengin (dalam Firmansyah, 2019, hlm. 108) menjabarkan bahwa dimensi dan indikator dari  brand loyalty adalah sebagai berikut.

  1. Konsisten terhadap merek,
    yang berarti pelanggan tidak akan beralih ke brand lain meskipun banyak pilihan brand lain dengan indikator: a) tidak beralih ke merek yang lain; b) tidak terpengaruh terhadap merek lain.
  2. Komitmen terhadap merek,
    yang berarti pelanggan berani membayar lebih dari brand lain untuk mendapatkan brand yang diinginkannya, dengan indikator: a) membayar lebih untuk merek ini; b) selalu membeli trend terbaru merek ini.
  3. Fanatik terhadap merek,
    yang berarti pelanggan selalu menggunakan merek tersebut, dengan indikator: a) mengunggulkan suatu merek dari merek lain; b) akan selalu membeli merek ini.

Referensi

  1. Aaker. (2018). Manajemen ekuitas merek. Jakarta: Mitra Utama.
  2. Firmansyah, A. (2019). Pemasaran produk dan merek (planning & strategy). Pasuruan: Penerbit Qiara Media.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *