Pengertian Pelayanan Publik

Pelayanan publik adalah serangkaian aktivitas yang dilakukan oleh lembaga birokrasi publik untuk memenuhi kebutuhan dari warga Negara (Rodiyah dkk, 2021, hlm. 68). Sementara itu merujuk pada UU 25 2009 tentang Pelayanan Publik (dalam Taufik, 2022, hlm.77) pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.

Baca juga: Pelayanan Publik menurut UU 25 2009: Definisi~Pengaduan (Lengkap)

Penyelenggara pelayanan publik yang dimaksud adalah setiap institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen yang dibentuk berdasarkan undang-undang kegiatan publik, dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik. Selanjutnya menurut Kurniawan (dalam Pasolong, 2019, hlm. 148) pelayanan publik ialah pemberian pelayanan keperluan orang lain atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan.

Perihal pelayanan publik ini, Gabler dan Osborne (2001) dengan konsep reinventing government telah merubah paradigma administrasi publik di mana beroperasinya organisasi publik harus mendasarkan diri pada profesionalisme layaknya organisasi bisnis dengan cara mengubah orientasi birokrat ke pelayanan public (Muhammad, 2019, hlm. 76). Efisiensi, efektivitas, murah, cepat, berkualitas dalam melayani publik dengan menempatkan kepuasan masyarakat sebagai stakeholder menjadi tujuan utama organisasi publik (organisasi pemerintah).

Selanjutnya menurut Sinambela (dalam Pasolong, 2019, hlm. 148) pelayanan publik adalah sebagai setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap sejumlah manusia yang memiliki setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik. Sementara itu menurut Kepmen PAN Nomor 25 Tahun 2004, pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima layanan, maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan,

Dapat disimpulkan bahwa pelayanan publik adalah segala kegiatan atau rangkaian kegiatan untuk memenuhi kebutuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik dengan menempatkan kepuasan masyarakat sebagai stakeholder utama.

Jenis Pelayanan Publik

Perihal produk atau layanan yang dicakup oleh pelayanan publik ini dicantumkan pada definisi pelayanan publik di dalam dan tiga jenis pelayanan dari instansi pemerintah serta BUMN dan BUMD dalam Kepmen PAN Nomor 58 Tahun 2002  adalah:

  1. Pelayanan Administratif,
    adalah jenis pelayanan yang diberikan oleh unit pelayanan berupa pencatatan, penelitian, pengambilan keputusan, dokumentasi dan kegiatan tata usaha lainnya yang secara keseluruhan menghasilkan produk akhir berupa dokumen, misalnya sertifikat, ijin-ijin, rekomendasi, keterangan dan lain-lain. Misalnya jenis pelayanan sertifikat tanah, pelayanan, IMB, Pelayanan administrasi kependudukan (KTP, NTCR, akte kelahiran, dan akte kematian).
  2. Pelayanan barang,
    yakni pelayanan yang diberikan oleh unit pelayanan berupa kegiatan penyediaan dan atau pengolahan bahan berwujud fisik termasuk distribusi dan penyampaiannya kepada konsumen langsung (sebagai unit atau individual) dalam suatu sistem. Secara keseluruhan kegiatan tersebut menghasilkan produk akhir berwujud benda (berwujud fisik) atau yang dianggap benda yang memberikan nilai tambah secara langsung bagi penggunanya. Contohnya jenis pelayanan listrik, pelayanan air bersih, pelayanan telepon.
  3. Pelayanan jasa,
    merupakan pelayanan yang diberikan oleh unit pelayanan berupa sarana dan prasarana serta penunjangnya. Pengoperasiannya berdasarkan suatu sistem pengoperasian tertentu dan pasti. Produk akhirnya berupa jasa yang mendatangkan manfaat bagi penerimanya secara langsung dan habis terpakai dalam jangka waktu tertentu. Misalnya pelayanan angkutan darat, laut dan udara, pelayanan kesehatan, pelayanan perbankan, pelayanan pos dan pelayanan pemadam kebakaran.

Prinsip Pelayanan Publik

Dalam rangka perbaikan penerapan dan perbaikan sistem dalam kaitannya dengan pelaksanaan pelayanan publik, Osborne menyimpulkan 10 prinsip yang disebut sebagai keputusan gaya baru. Salah satu prinsip penting dalam keputusannya adalah “sudah saatnya pemerintah berorientasi pasar” untuk itu diperlukan pendobrakan aturan agar lebih efektif dan efisien melalui pengendalian pasar itu sendiri. Untuk lebih jelasnya, 10 prinsip pelayanan publik menurut Osborne (dalam Pasolong, 2019, hlm. 150) adalah sebagai berikut.

  1. Pemerintah katalis: mengarahkan ketimbang mengayuh.
  2. Pemerintahan milik masyarakat: memberi wewenang ketimbang melayani.
  3. Pemerintah yang kompetitif: menyuntikkan persaingan ke dalam pemberian pelayanan.
  4. Pemerintahan yang digalakkan oleh misi: mengubah organisasi yang digerakkan oleh peraturan.
  5. Pemerintah yang berorientasi hasil: membiayai hasil, bukan masukan.
  6. Pemerintahan berorientasi pelanggan: memenuhi kebutuhan pelanggan, bukan birokrasi.
  7. Pemerintahan wirausaha: menghasilkan ketimbang membelanjakan.
  8. Pemerintah antisipatif: mencegah daripada mengobati.
  9. Pemerintahan desentralisasi.
  10. Pemerintahan birokrasi pasar: mendongkrak perubahan melalui pasar.

Perihal prinsip yang memayungi pelaksanaan pelayanan publik ini, Pemerintah Negara Republik Indonesia juga telah mencanangkan asa-asas pelayanan publik yang dicantumkan pada UU 29 2009 yakni sebagai berikut.

  1. kepentingan umum, yaitu; Pemberian pelayanan tidak boleh mengutamakan kepentingan pribadi dan/atau golongan.
  2. kepastian hukum, yaitu Jaminan terwujudnya hak dan kewajiban dalam penyelenggaraan pelayanan.
  3. kesamaan hak, yaitu Pemberian pelayanan tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, gender, dan status ekonomi.
  4. keseimbangan hak dan kewajiban, yaitu Pemenuhan hak harus sebanding dengan kewajiban yang harus dilaksanakan, baik oleh pemberi maupun penerima pelayanan.
  5. keprofesionalan, yaitu Pelaksana pelayanan harus memiliki kompetensi yang sesuai dengan bidang tugas.
  6. partisipatif, yaitu Peningkatan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan, dan harapan masyarakat.
  7. persamaan perlakuan/tidak diskriminatif, yaitu Setiap warga negara berhak memperoleh pelayanan yang adil.
  8. keterbukaan, yaitu Setiap penerima pelayanan dapat dengan mudah mengakses dan memperoleh informasi mengenai pelayanan yang diinginkan.
  9. akuntabilitas, yaitu Proses penyelenggaraan pelayanan harus dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  10. fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan, yaitu Pemberian kemudahan terhadap kelompok rentan sehingga tercipta keadilan dalam pelayanan.
  11. ketepatan waktu, yaitu Penyelesaian setiap jenis pelayanan dilakukan tepat waktu sesuai dengan standar pelayanan.
  12. kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan, yaitu Setiap jenis pelayanan dilakukan secara cepat, mudah, dan terjangkau (Pasal 4 UU No. 25 Tahun 2009 dalam Taufik, 2022, hlm. 80).

Manfaat Pelayanan Publik

Bagi publik atau masyarakat sendiri, tentunya pelayanan publik memiliki manfaat yang sudah jelas berdasarkan dari masing-masing jenis pelayanan yang diterima. Namun demikian menurut Sarundadjang (dalam Rodiyah dkk, 2021, hlm. 68) mengungkapkan bahwa terdapat manfaat dari pelayanan publik bagi penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia pula yang di antaranya adalah sebagai berikut.

  1. Meningkatkan citra pemerintah pusat maupun daerah.
  2. Meningkatkan kualitas pemerintahan.
  3. Menciptakan nilai baik berupa keuntungan bagi publik serta pemerintah.

Kualitas Pelayanan Publik

Menurut Zethaml & Farmer (dalam Pasolong, 2019, hlm. 153) terdapat tiga karakteristik utama untuk memastikan keprimaan suatu pelayanan yang di antaranya adalah sebagai berikut.

  1. Intangibility,
    berarti bahwa pelayanan pada dasarnya bersifat performance dan hasil pengalaman dan bukannya objek. Kebanyakan pelayanan tidak dapat dihitung, diukur, diraba atau dites sebelum disampaikan untuk menjamin kualitas. Berbeda dengan barang yang dihasilkan oleh suatu pabrik yang dapat dites kualitasnya sebelum disampaikan pada pelanggan.
  2. Heterogeneit,
    berarti pemakai jasa atau klien atau pelanggan memiliki kebutuhan yang sangat heterogen. Pelanggan dengan pelayanan yang sama mungkin mempunyai prioritas berbeda. Demikian pula performance sering bervariasi dari suatu prosedur ke prosedur lainnya bahkan dari waktu ke waktu.
  3. Inseparability,
    berarti bahwa produksi dan konsumsi suatu pelayanan tidak terpisahkan. Konsekuensinya di dalam industry pelayanan kualitas tidak direkayasa ke dalam produksi di sektor pabrik dan kemudian disampaikan kepada pelanggan. Kualitas terjadi selama interaksi antara klien dan penyedia jasa.

Indikator Pelayanan Publik

Menurut Zeithaml-Parasurman-Berry (1990), untuk mengetahui kualitas pelayanan yang dirasakan secara nyata oleh konsumen, ada indikator ukuran kepuasan konsumen yang terletak pada lima dimensi kualitas pelayanan menurut apa yang mereka rasakan atau katakan. Kelima dimensi servqual tersebut, yaitu sebagai berikut.

  1. Tangibles
    Kualitas pelayanan yang berupa sarana fisik perkantoran, komputerisasi administrasi, ruang tunggu, tempat informasi.
  2. Reliability
    Kemampuan dan keandalan untuk menyediakan pelayanan yang terpercaya.
  3. Responsiveness
    Kesanggupan untuk membantu dan menyediakan pelayanan secara cepat dan tepat, serta tanggap terhadap keinginan konsumen.
  4. Assurance
    Kemampuan dan keramahan serta sopan santun pegawai dalam meyakinkan kepercayaan konsumen.
  5. Empathy
    Sikap tegas tetapi penuh perhatian dari pegawai terhadap konsumen.

Sementara itu Kepmen PAN Nomor 58 Tahun 2002 memuat tujuh dimensi yang dapat dijadikan dasar untuk mengukur kinerja pelayanan publik instansi pemerintah serta BUMN/BUMD. Ketujuh dimensi tersebut masing-masing dikembangkan menjadi dua pertanyaan, sehingga terdapat 14 pertanyaan yang ada dalam kuesioner dalam Kepmen PAN tersebut, (setiap satu dimensi ada dua item pertanyaan). Ketujuh dimensi pelayanan publik tersebut adalah sebagai berikut.

  1. Kesederhanaan prosedur pelayanan,
    yaitu mencakup apakah telah tersedia prosedur tetap/Standar Operasional Pelayanan (SPO), apakah tersedia prosedur pelayanan secara terbuka, bagaimana dalam pelaksanaannya, apakah telah dilaksanakan secara konsisten dan bagaimana tingkat kemudahan dalam mendukung kelancaran pelayanan. Ada dua item pertanyaan yang dikemukakan dari variabel ini, yaitu: a) kemudahan/kecepatan prosedur dalam proses pelayanan, b) kesulitan mengurus pernyataan dalam proses pelayanan.
  2. Keterbukaan informasi pelayanan,
    yaitu mencakup apakah ada keterbukaan informasi mengenai prosedur, persyaratan dan biaya pelayanan, apakah dengan jelas dapat diketahui masyarakat, apakah terdapat media informasi termasuk petugas yang menangani untuk menunjang kelancaran pelayanan. Ada dua item pertanyaan yang dikemukakan dari variabel ini, yaitu: a) keterbukaan mengenai prosedur, persyaratan, biaya dalam pelayanan, b) keterbukaan sikap petugas dalam memberi pelayanan.
  3. Kepastian pelaksanaan pelayanan,
    yaitu mencakup apakah variabel waktu pelaksanaan dan biayanya, apakah waktu yang digunakan dalam proses pemberian pelayanan sesuai dengan jadwal yang ada, dan apakah biaya yang dipungut atau bayar oleh masyarakat sesuai dengan tarif/biaya yang ditentukan. Ada dua item pertanyaan yang dikemukakan dari variabel ini, yaitu: a) ketepatan waktu penyelesaian, b) kesesuaian biaya yang dibayar dengan tarif resmi.
  4. Mutu produk pelayanan,
    yaitu kualitas pelayanan meliputi aspek cara kerja pelayanan, apakah cepat/tepat, apakah hasil kerjanya baik/rapi/benar/layak. Ada dua item pertanyaan yang dikemukakan dari variabel ini, yaitu: a) kepuasan terhadap mutu produk pelayanan, b) kemudahan dalam mengurus pelayanan.
  5. Tingkat profesional petugas,
    yaitu mencakup bagaimana tingkat kemampuan keterampilan kerja petugas mengenai, sikap, perilaku dan kedisiplinan dalam memberikan pelayanan, apakah ada kebijakan untuk memotivasi semangat kerja para petugas. Ada dua item pertanyaan yang dikemukakan dari variabel ini, yaitu; a) sikap dan semangat kerja petugas dalam menangani pelayanan, b) ada tidaknya praktik pungli yang dilakukan petugas.
  6. Tertib pengelolaan administrasi dan manajemen,
    yaitu mencakup bagaimana kegiatan pencatatan administrasi pelayanan, pengelolaan berkas, apakah dilakukan dengan tertib, apakah terdapat motto kerja, dan apakah pembagian tugas dilaksanakan dengan baik serta kebijakan setempat yang mendorong motivasi dan semangat kerja para petugas. Ada dua item pertanyaan yang dikemukakan dari variabel ini, yaitu: a) cara petugas mengelola dan menyimpan dokumen/berkas pelayanan, b) ketersediaan fasilitas penunjang kelancaran, kemudahan dalam pelayanan, misalnya telepon, media pengumuman, monitor tv dan lain-lain.
  7. Sarana dan prasarana pelayanan,
    yaitu mencakup keberadaan dan fungsinya, bukan hanya penampilannya tetapi sejauh mana fungsi dan daya guna dari sarana/fasilitas tersebut dalam menunjang kemudahan, kelancaran proses pelayanan dan memberikan kenyamanan pada pengguna pelayanan. Ada dua item pertanyaan yang dikemukakan dari variabel ini, yaitu: a) kenyamanan konsumen atas fasilitas pelayanan yang ada, seperti ruang tunggu/AC, tempat duduk dan toilet, b) ketertiban dan kebersihan lingkungan kerja di instansi pelayanan (Kepmen PAN Nomor 58 Tahun 2002 dalam Pasolong, 2019, hlm. 158).

Kriteria Kualitas Pelayanan Publik

Kriteria yang digunakan untuk melakukan penilaian kualitas pelayanan publik dengan mengacu pada Kepmen PAN Nomor 81 Tahun 1993 (dalam Pasolong, 2019, hlm. 156) adalah sebagai berikut.

Kriteria Kuantitatif

  1. Kesederhanaan, yaitu bahwa prosedur/tata cara pelayanan diselenggarakan secara mudah, lancar, cepat, tepat, tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan oleh masyarakat yang menerima pelayanan.
  2. Kejelasan dan kepastian, yaitu mencakup: (a) prosedur/tata cara pelayanan, (b) persyaratan pelayanan, baik persyaratan teknis maupun administratif. (c) Unit kerja dan atau pejabat yang berwewenang dan bertanggungjawab dalam memberikan pelayanan, (d) Rincian biaya/tarif pelayanan dan tata cara pembayarannya, (e) Jadwal waktu penyelesaian pelayanan.
  3. Keamanan, yaitu bahwa proses hasil pelayanan dapat memberikan keamanan, kenyamanan dan kepastian hukum bagi masyarakat.
  4. Keterbukaan, yaitu prosedur/tatacara, persyaratan, satuan kerja/pejabat penanggungjawab pemberi pelayanan, waktu penyelesaian, rincian biaya/tarif serta hal-hal lain yang berkaitan dengan proses pelayanan wajib ditransformasikan secara terbuka agar mudah diketahui oleh masyarakat, baik diminta maupun tidak diminta.
  5. Efisiensi, yaitu bahwa (a) persyaratan pelayanan hanya dibatasi hal-hal yang berkaitan langsung dengan pencapaian sasaran pelayanan dengan tetap memperhatikan keterpaduan antara persyaratan dengan produk pelayanan yang diberikan, (b) Dicegah adanya pengulangan pemenuhan persyaratan, dalam hal proses pelayanan masyarakat bersangkutan mempersyaratkan adanya kelengkapan persyaratan satuan kerja/instansi pemerintah lain yang terkait.
  6. Ekonomis, yaitu bahwa pengenaan biaya pelayanan harus ditetapkan secara wajar dengan memperhatikan: (a) Nilai barang atau jasa pelayanan masyarakat tidak menuntut biaya yang terlalu tinggi di luar kewajaran, (b) Kondisi atau kemampuan masyarakat untuk membayar, (c) ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  7. Keadilan, yaitu bahwa pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan.

Kriteria Kuantitatif

  1. Jumlah warga/masyarakat yang meminta pelayanan (per hari, per bulan, atau per tahun) serta perkembangan pelayanan dari waktu ke waktu, apakah menunjukkan peningkatan atau tidak.
  2. Lamanya waktu pemberian pelayanan.
  3. Ratio/perbandingan antara jumlah pegawai/tenaga yang ada dengan jumlah warga/masyarakat yang meminta pelayanan untuk menunjukkan tingkat produktivitas kerja.
  4. Penggunaan perangkat-perangkat modern untuk mempercepat dan mempermudah pelaksanaan.
  5. Frekuensi keluhan dan atau pujian dari masyarakat mengenai kinerja pelayanan yang diberikan, baik melalui media massa maupun melalui kotak saran yang disediakan.
  6. Penilaian fisik lainnya, misalnya kebersihan dan kesejukan lingkungan, motivasi kerja pegawai dan lain-lain aspek yang mempunyai pengaruh langsung terhadap kinerja pelayanan publik.

Referensi

  1. Muhammad. (2021). Pengantar ilmu administrasi negara. Aceh: Unimal Press.
  2. Pasolong, Harbani. (2019). Teori administrasi publik. Bandung: Alfabeta.
  3. Rodiyah, I., Sukmana, H., Mursyidah, L. (2021). Pengantar ilmu administrasi publik. Sidoardjo: Umsida Press.
  4. Taufik, M. (2022). Hukum kebijakan publik teori dan praksis. Yogyakarta: Penerbit Tanah Air Beta.

Gabung ke Percakapan

1 Komentar

  1. singkat,padat,jelas,terpercaya.
    semoga semakin cepat berkembang menjadi sumber informasi y terbaik

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *