Pembelajaran kontekstual atau contextual teaching and learning merupakan hasil dari buah pemikiran meaningful learning dari Teori Belajar Ausubel. Meaningful learning ini berarti pembelajaran seharusnya bermakna atau bermanfaat bagi siswa, tidak hanya sekedar hafalan, pelatihan, atau persyaratan akademik saja.

Bagaimana pembelajaran kontekstual dapat menjadi bermakna bagi siswa? cara utamanya adalah dengan menarik konteks dari dunia nyata. Tidak jarang konteks dari dunia nyata tersebut dijadikan contoh atau bahkan menjadi inti dari pembelajaran. Dengan demikian, siswa tidak hanya mendapatkan ilmu dan kompetensi akademik saja, melainkan mendapatkan keterampilan dunia nyata yang dihadirkan dalam pembelajaran.

Dengan demikian, CTL merupakan salah satu model pembelajaran yang sangat kuat, karena sesuai dengan konsep pendidikan abad 21. Berikut adalah berbagai uraian mengenai pembelajaran kontekstual mulai dari pengertian, karakteristik, hingga sintaks atau acuan pelaksanan, dan sebagainya.

Pengertian Pembelajaran Kontekstual (CTL)

Pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah kegiatan pembelajaran yang menyampaikan materi dengan cara mengaitkannya dengan kehidupan nyata sehari-hari dari peserta didik. Seperti yang diungkapkan Komalasari (2017, hlm. 7) bahwa pembelajaran kontekstual adalah pendekatan pembelajaran yang mengaitkan antara materi yang dipelajari dengan kehidupan nyata siswa sehari-hari, baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat maupun warga negara, dengan tujuan untuk menemukan makna materi tersebut bagi kehidupannya.

Sejalan dengan Komalasari, Taconis, Brok & Pilo (2016, hlm.1) mengungkapkan bahwa metode pembelajaran CTL adalah pembelajaran yang menggunakan konteks nyata sebagai langkah awal untuk belajar sehingga memberikan makna untuk isi materi dan makna bagi pembelajar. Jelas bahwa konteks atau situasi nyata yang berhubungan dengan materi menjadi kunci utama dari strategi pembelajaran CTL. Inti dari pendekatan CTL adalah keterkaitan setiap materi atau topik pembelajaran dengan kehidupan nyata (Rusman, 2018, hlm. 187).

Lebih jauh lagi, Suprijono (2015, hlm. 79) menjelaskan bahwa pembelajaran kontekstual merupakan konsep yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Selanjutnya, Komalasari (2017, hlm. 10) menjelaskan bahwa ciri utama atau karakteristik pembelajaran kontekstual adalah sebagai berikut.

  1. Berbasis masalah (Problem based)
  2. Menggunakan berbagai konteks (Using multiple contexts)
  3. Menggambarkan keanekaragaman siswa (Drawing upon student diversity)
  4. Mendukung pembelajaran mandiri (supporting self-regulated learning)
  5. Menggunakan kelompok belajar dalam suasana saling ketergantungan (using independent learning groups)
  6. Memanfaatkan penilaian asli (employing authentic assessment)

Sehingga bukan hanya berdasarkan konteks, namun CTL juga menerapkan pemecahan masalah, kerja sama, dan pembelajaran yang berbasis pada siswa seperti model pembelajaran mutakhir lainnya.

Dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran CTL adalah kegiatan pembelajaran yang mengaitkan materi dengan kehidupan nyata sehari-hari siswa yang dilaksanakan dengan suasana kerja sama dalam menyelesaikan suatu masalah dengan penilaian asli (bukan sekedar skor).

Komponen CTL

Lalu seperti apa pendekatan pembelajaran kontekstual ini dalam penerapan atau aplikasinya? Sebelum menuju langkah-langkah atau prosedur pembelajaran kontekstual (CTL), perlu diketahui beberapa komponen utama dari model ini agar tercipta sintaks atau langkah yang sesuai dalam pengaplikasiannya. Komponen CTL Komponen pembelajaran kontekstual menurut Johnson (dalam Rusman, 2018, hlm. 192) adalah sebagai berikut.

  1. Menjalin hubungan-hubungan yang bermakna (making a meaningful connection)
  2. Mengerjakan pekerjaan-pekerjaaan yang berarti (doing significant work)
  3. Melakukan proses belajar yang diatur sendiri (self-regulated learning)
  4. Mengadakan kolaborasi (collaborating)
  5. Berpikir kritis dan kreatif (critical and creative thinking)
  6. Memberikan layanan secara individual (nurturing the individual)
  7. Mengupayakan pencapaian standar yang tinggi (reaching high standards)
  8. Menggunakan asesmen autentik (using authentic assessment)

Langkah Langkah Model Pembelajaran CTL

Sintaks (langkah-langkah) atau fase-fase model pembelajaran kontekstual (CTL) menurut Sa’ud (2014, hlm. 173-174) adalah sebagai berikut.

No.FaseKegiatan
InvitasiSiswa didorong agar mengemukakan pengetahuan awalnya tentang konsep yang dibahas. Guru memancing dengan memberikan pertanyaan yang problematik tentang fenomena kehidupan sehari-hari melalui kaitan konsep-konsep yang dibahas dengan pendapat yang siswa miliki. Siswa diberikan kesempatan untuk mengomunikasikan dan mengikutsertakan pemahamannya tentang konsep tersebut.
EksplorasiSiswa diberi kesempatan untuk menyelidiki dan menemukan konsep melalui pengumpulan, pengorganisasian, dan penginterpretasian data dalam sebuah kegiatan yang telah dirancang guru. Secara berkelompok siswa melakukan kegiatan dan berdiskusi tentang masalah yang mereka bahas. Secara keseluruhan, tahap ini akan memenuhi rasa keingintahuan siswa tentang fenomena kehidupan lingkungan sekelilingnya.
Penjelasan dan SolusiSiswa memberi penjelasan-penjelasan solusi yang didasarkan pada data hasil observasi ditambah dengan penguatan guru, maka siswa dapat menyampaikan gagasan, membuat model, membuat rangkuman, dan ringkasan.
Pengambilan tindakanSiswa dapat membuat keputusan, menggunakan pengetahuan dan keterampilan, berbagai informasi dan gagasan, mengajukan pertanyaan lanjutan, mengajukan saran baik secara individu maupun kelompok yang berhubungan dengan pemecahan masalah.

Contoh Penerapan Pembelajaran Kontekstual

Sementara itu, menurut Shoimin (2017, hlm. 43-44) contoh implementasi langkah pembelajaran kontekstual adalah sebagai berikut.

No.KegiatanPerilaku Guru
1.Kegiatan Awal/Pendahuluan
  1. Guru menyiapkan siswa secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran.
  2. Apersepsi sebagai penggalian pengetahuan awal siswa terhadap materi yang akan diajarkan.
  3. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan pokok-pokok materi yang akan dipelajari.
  4. Penjelasan tentang pembagian kelompok dan cara belajar
2.Kegiatan Inti
  1. Siswa bekerja dalam kelompok menyelesaikan permasalahan yang diajukan guru. Guru berkeliling untuk memandu proses penyelesaian permasalahan.
  2. Siswa wakil kelompok mempresentasikan hasil penyelesaian dan alasan atas jawaban permasalahan yang diajukan guru.
  3. Siswa dalam kelompok menyelesaikan lembar kerja yang diajukan guru.
  4. Guru berkeliling untuk mengamati, memotivasi, dan memfasilitasi kerjasama.
  5. Siswa wakil kelompok mempresentasikan hasil kerja kelompok dan kelompok yang lain menanggapi hasil kerja kelompok yang mendapat tugas.
  6. Dengan mengacu pada jawaban siswa, melalui tanya jawab guru dan siswa membahas cara penyelesaian masalah yang tepat.
  7. Guru mengadakan refleksi dengan menanyakan kepada siswa tentang halhal yang dirasakan siswa, materi yang belum dipahami dengan baik, kesan dan pesan selama mengikuti pembelajaran.
3.Kegiatan Akhir/Penutup
  1. Guru dan siswa membuat kesimpulan cara menyelesaikan soal cerita.
  2. Siswa mengerjakan lembar tugas.
  3. Siswa menukarkan lembar tugas satu dengan yang lain, lembar tugas sekaligus memberi nilai pada lembar tugas sesuai kesepakatan yang telah diambil (ini dapat dilakukan apabila waktu masih tersedia).

 

Kelebihan Pembelajaran Kontekstual

Menurut Putra (2015, hlm. 259) penerapan pendekatan CTL memiliki beberapa kelebihan sebagai berikut.

  1. Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil (nyata). Siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata, sehingga materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa dan lebih sulit untuk dilupakan.
  2. Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa karena CTL menganut aliran kontruktivisme. Siswa dituntut untuk menemukan pengetahuannya sendiri. Melalui landasan filosofis kontruktivisme, siswa diharapkan belajar melalui “ mengalami” dan bukan dari “menghafal”.
  3. Kontekstual adalah model pembelajaran yang menekankan pada aktivitas siswa secara penuh, baik fisik maupun mental.
  4. Kelas dalam pembelajaran kontekstual bukan sebagai tempat untuk memperoleh informasi, tetapi sebagai tempat untuk menguji data hasil temuan di lapangan.
  5. Materi pelajaran dapat ditemukan sendiri oleh siswa bukan hasil pemberian guru.
  6. Penerapan pembelajaran kontekstual bisa menciptakan suasana pembelajaran yang bermakna.

Kelemahan Pembelajaran Kontekstual

Sedangkan kekurangan CTL yang disampaikan oleh Putra (2015, hlm. 259) adalah sebagai berikut.

  1. Diperlukan waktu yang cukup lama saat proses pembelajaran kontekstual berlangsung.
  2. Jika guru tidak dapat mengendalikan kelas, maka bisa menciptakan situasi kelas yang kurang kondusif.
  3. Guru lebih intensif dalam membimbing, karena dalam CTL guru tidak lagi berperan sebagai pusat informasi. Tugas guru adalah mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan dan keterampilan yang baru.
  4. Guru memberikan kesempatan siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide serta mengajak siswa menggunakan strateginya sendiri dalam belajar. Namun, tentunya guru memerlukan perhatian dan bimbingan yang ekstra terhadap siswa agar tujuan pembelajaran sesuai dengan yang diterapkan semula.

Referensi

  1. Komalasari, Kokom. (2017). Pembelajaran kontekstual: konsep dan aplikasi. Bandung: Refika Aditama.
  2. Rusman. (2018). Model-model pembelajaran. Depok: Raja Grafindo Persada.
  3. Sa’ud, U.S. (2014). Inovasi pendidikan. Bandung: Alfabeta.
  4. Shoimin, A. (2017). 68 Model Pembelajaran inovatif dalam kurikulum 2013. Yogyakarta: Ar-Ruz Media.
  5. Putra, Sitiatava Rizema. (2015). Desain belajar mengajar kreatif berbasis sains. Yogyakarta: Diva Press.
  6. Suprijono, Agus. (2015). Cooperative learning teori dan aplikasi paikem. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
  7. Taconis, R. , Brok, P. D, & Pilo , A. (2016). Teachers creating context. AW Rotterdam, The Netherlands: Sense Publishers.

Gabung ke Percakapan

2tare

  1. dalam penggunaan CTL pada pembelajaran dikelas jika ditambah dengan media audio visual maka dalam sintaknya tersebut paling cocok diletak/dilakukan dibagian yang mana? apakah awal/appersepsi atau kegiatan inti

    1. Jika media audio bersifat memberikan informasi kontekstual yang berhubungan dengan materi, maka dapat dimasukkan pada kegiatan inti pada sintaks eksplorasi. Namun apabila media audio hanya ditujukan untuk memberikan inspirasi atau motivasi, boleh digunakan pada kegiatan awal/apersepsi sebagai sintaks invitasi.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *