Kita semua pasti memahami bahwa kata adalah salah satu unsur dasar yang paling penting dalam bahasa. Tanpanya, tidak akan ada kalimat atau bahkan teks yang dapat digunakan untuk berkomunikasi antarmanusia. Namun, sebetulnya kata bukanlah satuan terkecil dari bahasa atau biasa disebut dengan satuan gramatika. Satuan terkecil dari bahasa adalah morfem (setidaknya dalam kacamata morfologi).

Oleh karena itu, untuk mempelajari unsur bahasa seperti “kata” sebaiknya dimulai dari satuan terkecil berurutan hingga mencapai satuan terbesarnya: wacana. Pemahaman terhadap pengertian kata, frasa, klausa, dan satuan gramatik lainnya akan membawa kita pada pemahaman yang dibutuhkan untuk mempelajari bahasa lebih lanjut dalam ilmu linguistik.

Namun, sebelumnya ada baiknya juga kita memahami apa yang dimaksud dengan satuan gramatikal itu sendiri.

Satuan Gramatikal

Satuan gramatikal adalah unsur-unsur pembentuk bahasa yang memiliki arti baik secara gramatika maupun leksikal. Apa yang dimaksud dengan arti gramatikal adalah arti yang akan berubah sesuai konteks (imbuhan, partikel, dsb). Sedangkan arti leksikal adalah arti yang tetap sesuai dengan pengertian yang telah ditentukan (berdasarkan kamus).

Satuan-satuan gramatikal meliputi: morfem, kata, frasa, klausa, kalimat, wacana akan dibahas pada berbagai pemaparan di bawah ini.

Pengertian Morfem

Morfem adalah unsur terkecil dari bahasa yang secara individual mengandung pengertian dalam ujaran suatu bahasa (Hockett, dalam Dhanawaty, dkk, 2017, hlm. 48). Lalu seperti apa wujud dari morfem? Dapat berupa partikel seperti: -lah, -kan, -ku, -kah atau afiks (imbuhan) seperti: me-, pen-, ber-, -an, ke- -an, dsb.

Sementara itu, Kridalaksana (dalam Dhanawaty, dkk, 2017, hlm. 49), mengemukakan bahwa morfem adalah satuan bahasa terkecil yang maknanya secara relatif stabil dan tidak dapat dibagi atas bagian bermakna yang lebih kecil, misalnya {ter-}, {di-}, {pensil}, dsb.

Mengapa “pensil” disebut morfem dan bukan kata? Karena pensil bisa jadi merupakan salah satu bagian dari morfem. Sejatinya, seluruh kata dasar adalah morfem bebas karena dapat berdiri sendiri dan membentuk makna. Sementara itu, morfem terikat seperti imbuhan dan partikel haruslah disandingkan dengan morfem bebas untuk mendapatkan makna.

Klasifikasi Morfem

Tampak jelas bahwa ternyata terdapat beberapa morfem yang berbeda pada contoh di atas. Apa saja? Berikut adalah pembagian klasifikasi morfem.

  1. Morfem bebas
    adalah morfem yang mampu berdiri sendiri sebagai kata atau membentuk sebuah kata, seperti: mandi, duduk, dan makan (Dhanawaty, dkk, 2017, hlm. 53).
  2. Morfem terikat
    adalah morfem yang tidak mampu berdiri sendiri yang harus bergabung atau terikat dengan morfem lain dalam membentuk sebuah kata, contohnya: morfem terikat {ber-} harus bergabung dengan morfem terikat {juang} untuk membentuk kata berjuang yang memiliki makna leksikal.
  3. Morfem utuh
    adalah morfem yang keseluruhan komponennya menyatu dan utuh dalam suatu posisi. Contohnya, kata minuman terdiri atas dua morfem, yakni morfem bebas {minum} dan morfem terikat {-an}.
  4. Morfem terbagi
    adalah morfem yang posisi komponennya terpisah. Contohnya: morfem {per-/-an} pada kata perburuhan, disela oleh morfem {buruh} sehingga komponennya terpisah (Dhanawaty, dkk, 2017, hlm. 53).

Pengertian Kata

Kata adalah satuan gramatikal bebas yang paling kecil (Bloomfield, dalam Dhnawaty, dkk, 2017, hlm. 56). Kata dapat berdiri sendiri dan dapat membentuk suatu makna bebas. Kata merupakan dua macam satuan, yakni satuan fonologik (bunyi) dan satuan gramatik.

Sebagai satuan fonologik, kata terdiri dari satu atau beberapa suku (kata). Misalnya: belajar terdiri dari tiga suku kata yakni: be, la, jar. Sebagai satuan gramatik, kata dapat terdiri dari satu atau beberapa morfem seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.

Kata Majemuk

Kata majemuk adalah gabungan kata yang setidaknya terdiri dari dua kata dan memiliki makna baru yang masih dapat dirunut dari salah satu atau semua katanya. Misalnya adalah: kamar mandi, rumah sakit, angsa putih, kacamata, sukacita, dsb.

Mengapa kamar mandi ditulis terpisah sementara kacamata ditulis serangkai? karena “kamar” dan “mandi” pada kamar mandi masih memiliki makna asli dan saat digabungkan, keduanya masih membawa makna aslinya (kamar untuk mandi).

Sementara itu “kaca” dan “mata” menciptakan makna baru yang lebih sulit untuk ditelusuri maknanya dari masing-masing kata pembentuknya, yakni: sepasang kaca yang berangka dan berfungsi sebagai pelindung lensa mata, atau bisa juga dimaknai sebagai pandangan seseorang terhadap suatu hal yang ditinjau dari sudut (segi) tertentu.

Dari diskusi dan contoh kata majemuk di atas, kita bisa mendapati bahwa terdapat dua jenis kata majemuk yang berbeda. Jenis kata majemuk tersebut adalah:

  1. Kata majemuk senyawa, yakni kata majemuk yang kedua unsur katanya ditulis serangkai atau digabung.
  2. Kata majemuk nonsenyawa, yaitu kata majemuk yang kedua unsur katanya ditulis secara terpisah atau tak serangkai.

Idiom

Terdapat pula gabungan kata yang memliki makna baru namun tidak dapat dirunut dari salah satu kata yang tergabung di dalamnya. Hal seperti ini tidak disebut sebagai kata majemuk, melainkan disebut dengan idiom. Contohnya adalah: lupa daratan (sombong), gigit jari (kecewa), angkat tangan (menyerah).

Kata majemuk berbeda dengan frasa karena frasa tidak mengubah makna. Contohnya baju hijau bukanlah kata majemuk, melainkan frasa. Penjelasan lebih lanjut mengenai frasa akan disampaikan pada pemaparan di bawah ini.

Frasa

Frasa adalah gabungan kata yang setidaknya terdiri dari dua kata dan bersifat nonpredikatif atau tidak ada predikat di dalamnya. Contohnya: akan datang, bola hitam, ayam saya, rumah besar itu, rumah besar putih itu.

Mengapa disebut frasa dan tidak disebut kalimat? Karena contoh frasa tidak memiliki predikat dan memiliki fungsi gramatikal khusus dalam suatu kalimat. Ia tidak menjadi subjek, predikat, atau pun objek, atau pun keterangan. Ia berdiri sendiri sebagai satuan lain, yakni: frasa.

Ciri Frasa

Dapat disimpulkan bahwa ciri frasa adalah sebagai berikut.

  1. Terdiri dari dua kata atau lebih.
  2. Tidak mengandung predikat.
  3. Memiliki fungsi gramatika dalam kalimat.

Klausa

Sementara itu, klausa adalah gabungan kata yang telah memiliki subjek dan predikat. Sekilas klausa juga tampak sama seperti kalimat, namun sebetulnya berbeda. Klausa tidak memiliki intonasi akhir seperti: tanya, perintah, maupun berita (keterangan).

Contoh klausa adalah sebagai berikut:

  1. saya akan datang,
  2. bola itu hitam,
  3. itu ayam saya,
  4. rumah itu besar,
  5. rumah besar itu berwarna putih.

Ciri Klausa

  1. Terdiri dari dua kata atau lebih
  2. Mengandung subjek dan predikat
  3. Tidak memiliki intonasi akhir dan tanda baca

Kalimat

Kalimat adalah satuan gramatikal yang terdiri dari rangkaian kata yang dapat berdiri sendiri dan memberikan makna yang lengkap. Kalimat adalah satuan bahasa terkecil yang mengungkapkan suatu pokok pikiran.

Sehingga, berbeda dengan frasa, kalimat akan memiliki keterhubungan subjek dan predikat. Berbeda dengan klausa pula, kalimat memiliki intonasi akhir. Boleh dikatakan bahwa kalimat adalah satuan gramatikal yang paling utuh jika dibandingkan dengan satuan lain di bawahnya.

Contoh kalimat berdasarkan contoh klausa di atas adalah sebagai berikut.

  1. Besok saya akan datang untuk menemui nenek.
  2. Bola yang ditendang itu hitam sekali ya?
  3. Itu adalah ayam saya yang kemarin baru saja saya beli di pasar.
  4. rumah itu besar sekali ya?
  5. rumah besar itu berwarna putih sehingga memberikan kesan mewah dan megah.

Wacana

Wacana adalah rangkaian kalimat bahkan paragraf yang mengungkapkan ide atau gagasan pikiran yang utuh. Wacana merupakan satuan terbesar dari bahasa yang dapat mengungkapkan seluruh gagasan penulisnya.

Dalam kurikulum 2013 wacana disebut dengan istilah teks (teks eksplanasi, teks berita, teks deskripsi, dsb). Namun beberapa ahli, terutama ahli sintaksis menolak penyamaan wacana dan teks dengan alasan bahwa wacana masih bersifat abstrak, sementara teks atau tulisan wujudnya telah konkret (dapat dibaca/didengarkan).

Referensi

  1. Dhanawaty, N.M., Satyawati, M.S., Widarsini, N.P.N. (2017). Pengantar linguistik umum. Denpasar: Pustaka Larasan.

Gabung ke Percakapan

4tare

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *