Pengertian Birokrasi

Birokrasi adalah pengorganisasian yang ditujukan untuk memaksimalkan efisiensi dalam administrasi (Blau dalam Pasolong, 2019, hlm. 78). Meskipun awalnya merupakan istilah umum, namun birokrasi ini sangat identik dengan administrasi publik atau pemerintah. Seperti yang diungkapkan oleh Setiyono (dalam Pasolong, 2019, hlm. 78) bahwa birokrasi adalah sebuah ruang mesin (sistem) negara yang di dalamnya berisi orang-orang (pejabat) yang digaji dan dipekerjakan oleh negara untuk memberikan nasehat dan melaksanakan kebijakan politik negara.

Tidak hanya organisasi atau suatu sistem saja, birokrasi juga dapat mengacu pada proses yang terjadi di dalamnya. Hal itu dapat kita telusuri secara etimologis, di mana istilah demokrasi berasal dari dua kata,  yaitu “bureau” dan “kratia”. Kedua kata tersebut berasal dari bahasa Prancis yang kemudian mengalami peleburan ke dalam bahasa Jerman. Arti kata “bureau” yaitu meja dan biasanya diperluas menjadi kantor. Kata “kratia” memiliki makna pemerintah. Oleh karena itu, secara etimologis birokrasi dapat diartikan sebagai peraturan yang diatur atau pengendaliannya dilakukan oleh pemerintah melalui meja atau kantor (Rodiyah dkk, 2021, hlm. 54).

Sementara itu Weber (dalam Rodiyah dkk, 2021, hlm. 54) mengungkapkan bahwa definisi birokrasi adalah suatu daftar atau sejumlah daftar ciri-ciri yang memiliki sifat penting dan biasanya, hubungan satu dengan yang lainnya sering menimbulkan perbedaan, oleh karenanya dibuat suatu hierarki pengendalian teratur di mana berbagai permasalahan tersebut dapat dipecahkan secara efisien. Sejumlah daftar ciri-ciri atau data dan informasi yang bersinggungan satu sama lain itu tentunya dapat terjadi di mana saja, terutama di lembaga pemerintahan atau lembaga pendidikan yang bersifat publik dan akan melibatkan banyak kepentingan yang saling bertentangan.

Oleh karenanya, bagi masyarakat umum, birokrasi sering kali diartikan dengan konotasi yang negatif. Birokrasi seolah-olah memberi kesan adanya suatu proses panjang yang berbelit-belit apabila masyarakat akan menyelesaikan suatu urusan dengan aparat pemerintah. Padahal hal tersebut dilakukan tentunya dengan asas untuk menjaga kepentingan bersama di mana hal yang diatur oleh birokrasi pada dasarnya adalah hal-hal yang saling bersinggungan satu sama lain karena menyangkut kepentingan banyak pihak.

Lebih lanjut melalui definisi yang lebih kontekstual, Kristiadi (dalam Pasolong , 2019, hlm. 78) mengungkapkan bahwa biorikrasi adalah struktur organisasi di sektor pemerintahan, yang memiliki ruang lingkup tugas-tugas sangat luas serta memerlukan organisasi besar dengan sumber daya manusia yang besar pula jumlahnya. Birokrasi yang dimaksudkan untuk penyelenggaraan bernegara, penyelenggaraan pemerintahan termasuk di dalamnya penyelenggaraan pelayanan umum dan pembangunan.

Dapat disimpulkan bahwa birokrasi adalah pelaksanaan sistem organisasi untuk memaksimalkan efisiensi dalam administrasi, di mana organisasi yang ada membutuhkan koordinasi yang cukup ketat dikarenakan organisasi tersebut melibatkan banyak orang, kelompok, serta divisi yang memiliki kemampuan serta wewenang yang berbeda-beda dengan kepentingan dan kebutuhan yang bersinggungan satu sama lain pula karena dilakukan untuk kepentingan publik atau masyarakat umum yang amat beragam.

Definisi Birokrasi

Birokrasi memiliki pengertian yang amat luas dan cukup kabur di sepanjang perjalanan administrasi publik yang memang selalu banyak diiringi oleh reformasi dan revolusi. Atmosudirdjo (1971) membahas definisi birokrasi secara apik menjadi tiga varian definisi yang dapat mewakili istilah birokrasi, yakni sebagai berikut.

  1. Birokrasi sebagai suatu tipe organisasi,
    di mana sebagai suatu tipe organisasi tertentu, birokrasi cocok untuk melaksanakan dan menyelenggarakan suatu macam pekerjaan yang terikat pada peraturan-peraturan yang bersifat rutin, artinya volume pekerjaan besar akan tetapi sejenis dan bersifat berulang-ulang, dan pekerjaan yang memerlukan keadilan merata dan stabil.
  2. Birokrasi sebagai sistem,
    yang artinya adalah suatu sistem kerja yang berdasar atas tata hubungan kerja sama antara jabatan-jabatan (pejabat-pejabat) secara langsung kepada persoalannya dan secara formal serta jiwa tanpa pilih kasih atau tanpa pandang bulu.
  3. Birokrasi sebagai jiwa kerja,
    dalam hal ini merupakan jiwa kerja yang kaku, sebab cara bekerjanya seolah-olah seperti mesin, ditambah lagi dengan disiplin kerja yang ketat dan sedikit pun tidak mau menyimpang dari apa yang diperintahkan atasan atau yang telah ditetapkan oleh peraturan-peraturan.

Karakteristik Birokrasi

Banyak ahli yang berpendapat bahwa birokrasi yang baik memiliki cara-cara atau karakteristik tertentu agar lebih efektif dan efisien sebagaimana yang disampaikan oleh Syafiie (dalam Rodiyah dkk, 2021, hlm. 58) sebagai berikut.

  1. Kerja yang ketat pada peraturan.
  2. Tugas yang khusus.
  3. Kaku dan sederhana.
  4. Penyelenggaraan yang resmi.
  5. Pengaturan dari atas ke bawah.
  6. Berdasarkan logika.
  7. Tersentralistik (terpusat).
  8. Taat dan patuh.
  9. Tidak melanggar ketentuan.
  10. Tanpa pandang bulu.

Struktur Birokrasi

Struktur yang dimaksud adalah kerangka organisasi yang merupakan visualisasi dari tugas, fungsi, garis wewenang dan tanggung jawab, jabatan dan jumlah pejabat serta batas-batas formal dalam hal apa organisasi itu beroperasi. Gordon (dalam Pasolong, 2019, hlm. 92) mengungkapkan bahwa ada tiga bentuk struktur organisasi yang cukup populer dan selama ini dipergunakan dalam organisasi publik, yaitu: lini, lini dan staf, dan matriks. Bentuk ini adalah merupakan struktur yang paling simpel atau sederhana. Bentuk ini ditandai dengan garis hubungan yang bersifat vertikal antara setiap tingkatan organisasi.

Sementara itu menurut Mintzberg (1983 dalam Pasolong, 2019, hlm. 92) mengungkapkan bahwa terdapat lima tipe struktur birokrasi yang masing-masing cocok dengan kebutuhan organisasi tertentu, yakni sebagai berikut.

  1. Struktur Sederhana
    Struktur ini dapat berlaku untuk organisasi yang baru saja didirikan dengan pola otoritas yang disentralkan di tangan manajer atau kelompok kecil pemilik. Struktur sederhana dapat digunakan pada suatu organisasi yang memiliki tingkat kompleksitas dan formalisasi yang rendah, dan otoritasnya terpusat pada seorang eksekutif senior, atau dalam suatu instansi terpusat pada pemilik. Struktur tersebut bersifat datar dengan kelompok operasi inti yang bersifat organik dan setiap orang melaporkan kinerjanya kepada pimpinan atasan langsungnya. Pengambilan keputusan sangat bersifat terpusat. Dengan demikian rentang kendali dalam bentuk struktur ini bersifat lebar.
  2. Birokrasi Mesin
    Struktur ini memiliki sejumlah gambaran organisasi birokrasi yang telah disebutkan sebelumnya dan mengasumsikan karakteristik sistem mekanistis organisasi. Organisasi diterapkan secara luas dan lama beroperasi dalam lingkungan yang relatif stabil. Bentuk struktur birokrasi mesin dapat digunakan apabila spesialisasi, formalisasi dan sentralisasinya tinggi, tetapi lingkungan birokrasi bersifat sederhana dan stabil. Dalam mendesain tugas-tugas disusun secara rutin dan regulasi tinggi, dipecah ke dalam bidang-bidang fungsional, dengan otoritas yang tersentralisasi, pengambilan keputusan mengikuti rantai komando, dan terdapat perbedaan yang mencolok antara kegiatan-kegiatan pokok dan staf. Pengaruh teknostruktur sangat tinggi, di mana standarisasi merupakan pusat perhatiannya. Semua proses kerja dimulai dari perencanaan sampai pada koordinasi dan kontrol tampak terstandarisasi.
  3. Birokrasi Profesional
    Struktur ini membiarkan kesempatan menggunakan keahlian profesional dalam kondisi otonomi dan diferensiasi status yang kaku. Tidak ada kecenderungan untuk memberi tekanan yang terlalu banyak pada praktik-praktik birokratis. Bentuk ini memadukan standarisasi dan desentralisasi, karena tugas yang dijalankan menuntut standarisasi yang tinggi sekaligus kekuasaan untuk melakukannya. Titik kritis pada unit operasional karena mereka memiliki kemampuan kunci yang dibutuhkan organisasi dan sangat membutuhkan otonomi dalam melakukan kemampuan tersebut. Di dalam struktur profesional seperti guru, dosen dan dokter diberi kekuasaan untuk menerapkan keterampilan dan keahliannya. Formalisasi tetap ada tetapi tidak kaku, karena lebih diinternalisasikan oleh para anggota organisasinya.
  4. Adhokrasi
    Adhokrasi adalah suatu bentuk struktur yang digunakan apabila diferensiasi horizontalnya tinggi, diferensiasi vertikalnya rendah, tingkat formalisasinya rendah, kebutuhan akan fleksibilitas dan responsivitas tinggi, serta pengambilan keputusan yang bersifat desentralistis. Dalam struktur ini mempekerjakan pada orang profesional dengan tingkat keahlian yang tinggi. Struktur ini dapat berlaku untuk organisasi secara total atau suatu divisi di dalamnya. Organisasi yang didesain untuk mendorong agar inovasi beroperasi pada lingkungan yang kompleks dan dinamis. Pegawai-pegawai dengan keahliannya, yang cenderung untuk dipekerjakan pada kelompok-kelompok proyek dengan orientasi pasar, menggunakan dengan banyak kuasa dan pengaruh.
  5. Missioner
    Struktur Missioner pada dasarnya mempertimbangkan betul-betul karena tidak cukupnya atau kurangnya gambaran mengenai organisasi formal. Misalnya divisi pekerjaan dan spesialisasi yang sangat tidak jelas. Orang terikat bersama-sama oleh nilai-nilai yang mereka gunakan bersama-sama dalam suatu organisasi.

Prinsip Birokrasi

Sebagai suatu sistem, organisasi, dan kegiatan yang menyangkut hajat orang banyak, birokrasi tentunya haruslah dilaksanakan sebaik dan seideal mungkin agar memberikan dampak yang maksimal dan adil bagi seluruh masyarakat. Weber (dalam Rodiyah dkk, 2021, hlm. 58) menggagaskan tipe ideal birokrasi yang berlandaskan prinsip-prinsip sebagai berikut.

  1. Prinsip pembagian kerja
    Latihan standar yang diharapkan untuk mencapai tujuan otoritatif diisolasi dengan cara tertentu sebagai kewajiban pekerjaan. Dengan standar pembagian kerja yang jelas, pekerjaan diselesaikan oleh staf tertentu di setiap posisi. Sehingga pekerjaan dapat diselesaikan dengan penuh tanggung jawab dan layak.
  2. Struktur hierarkis
    Asosiasi posisi mengikuti aturan progresif bahwa posisi yang lebih rendah berada di bawah pengawasan atau inisiatif dari posisi yang lebih tinggi. Otoritas yang lebih rendah posisinya harus bertanggung jawab atas setiap pilihan yang mereka buat kepada otoritas mereka yang lazim.
  3. Aturan dan prosedur
    Pelaksanaan latihan tergantung pada kerangka kerja administratif yang andal. Kerangka standar dirancang untuk menjamin variasi pelaksanaan setiap usaha dan gerakan dengan sedikit memperhatikan jumlah orang yang terlibat dengannya.
  4. Prinsip netral
    Otoritas terbaik dalam suatu organisasi menyelesaikan komitmennya dalam jiwa formalistic impersonality yang menyiratkan tanpa belas kasihan atau simpati. Dalam pedoman ini, otoritas dalam menyelesaikan kewajibannya kurang memperhatikan perenungan individu. Dengan menghapus perenungan yang dekat dengan rumah dalam urusan kantor. Berarti prasyarat untuk pikiran yang adil seperti juga untuk efektivitas.
  5. Penempatan didasarkan atas karier
    Situasi kerja di asosiasi pengatur bergantung pada kemampuan khusus dan dipastikan tidak ada alasan bebas. Dalam asosiasi administratif, posisi kerja perwakilan tergantung pada panggilan. Ada kerangka kemajuan, terlepas dari apakah berdasarkan posisi atau pencapaian atau keduanya. Pendekatan kepegawaian seperti itu diharapkan dapat membangun kesetiaan pada asosiasi dan pengembangan jiwa korps di antara individu-individunya.
  6. Birokrasi murni
    Pengalaman menunjukkan bahwa jenis asosiasi manajerial yang sederhana menurut perspektif khusus dapat mencapai tingkat efektivitas yang signifikan. Sistem administrasi yang benar-benar berkembang akan lebih efektif daripada asosiasi yang tidak peduli atau yang organisasinya tidak jelas.

Kelemahan dan Permasalahan Birokrasi

Kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam birokrasi sebenarnya tidak berarti bahwa birokrasi adalah satu bentuk organisasi yang negatif, tetapi seperti dikemukakan oleh K. Merton lebih merupakan “bureaucratic dysfunction” atau birokrasi yang disfungsional dengan ciri utamanya “trained incapacity” atau kurang terlatih. Beberapa kelemahan dari birokrasi adalah sebagai berikut.

  1. penetapan standar efisiensi yang dapat dilaksanakan secara fungsional.
  2. terlalu menekankan aspek-aspek rasionalitas, impersonalitas dan hirark.
  3. kecenderungan birokrat untuk menyelewengkan tujuan-tujuan organisasi.
  4. berlakunya pita merah dalam kehidupan organisasi.

Usaha untuk memperbaiki penampilan birokrasi diajukan dalam bentuk teori seperti reformasi birokrasi dan birokrasi sistem perwakilan. Asumsi yang dipergunakan adalah bahwa birokrat di pengaruhi oleh pandangan nilai-nilai kelompok sosial dari mana ia berasal. Pada gilirannya aktivitas administrasi diorientasikan pada kepentingan kelompok sosialnya. Sementara itu, kontrol internal tidak dapat dijalankan. Sehingga dengan birokrasi sistem perwakilan diharapkan dapat diterapkan mekanisme kontrol internal.

Permasalahan Birokrasi

Beberapa permasalahan birokrasi yang sering kali dijumpai dalam kehidupan bernegara di antaranya adalah sebagai berikut.

  1. Efektivitas peraturan perundangundangan.
    Perundang-undangan di bidang alat-alat negara yang masih meliputi, bertentangan, kacau-balau, multitafsir, bentrok antar peraturan perundang-undangan.
  2. Pola pikir (mindset) dan budaya kerja (cultureset).
    Belum sepenuhnya mendukung organisasi ahli dan benar-benar memiliki sikap yang baik melayani area lokal dan mencapai eksekusi yang lebih baik.
  3. Penyelenggaraan pemerintahan yang bersih, bebas KKN dan akuntabel.
    Masih ada tindakan inkonsistensi dan penganiayaan ahli selama waktu yang dihabiskan untuk mengendalikan otoritas publik, dan tanggung jawab pelaksanaan pemerintah belum mantap.
  4. Pelayanan Publik.
    Pelayanan Publik Administrasi publik tidak memiliki pilihan untuk memenuhi kepentingan semua lapisan masyarakat, dan memenuhi hak-hak dasar warga/penghuni.
  5. SDM Aparatur.
    Pembengkakan aset manusia dewan yang belum dilakukan secara ideal untuk lebih mengembangkan keterampilan yang dipoles, perwakilan dan eksekusi yang berwibawa.

Referensi

  1. Pasolong, Harbani. (2019). Teori administrasi publik. Bandung: Alfabeta.
  2. Rodiyah, I., Sukmana, H., Mursyidah, L. (2021). Pengantar ilmu administrasi publik. Sidoardjo: Umsida Press.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *