Pengertian Brand Equity

Brand equity adalah serangkaian aset dan kewajiban yang terkait dengan sebuah merek, nama, dan simbol yang menambah nilai yang diberikan sebuah produk atau jasa kepada perusahaan atau pelanggan (Tjiptono, 2020, hlm. 38). Disebut aset karena berbagai komponen kewajiban yang dimiliki oleh brand equity ini akan bahu-membahu memberikan nilai sekaligus memberikan suatu beban untuk mempertahankan atau merawatnya. Beberapa serangkaian aset dan kewajiban yang dimaksud meliputi: kesadaran, persepsi, asosiasi, dan loyalitas kepada brand.

Sementara itu menurut pencetus brand equity, yakni Aaker (2018, hlm. 204) Ekuitas merk atau brand equity adalah seperangkat asosiasi dan perilaku yang dimiliki oleh pelanggan merek, anggota saluran distribusi, dan perusahaan yang memungkinkan suatu merek mendapatkan kekuatan, daya tahan, dan keunggulan yang membedakan dengan para pesaing. Aaker juga menambahkan bahwa ekuitas merek memberikan berbagai keunggulan tersebut dengan cara:

  1. Aset yang dikandungnya dapat membantu konsumen menafsirkan, memproses, dan menyimpan informasi yang terkait dengan produk dan merek tersebut;
  2. Ekuitas merek dapat mempengaruhi rasa percaya diri konsumen dalam pengambilan keputusan pembelian atas dasar pengalaman masa lalu dalam penggunaan atau kedekatan, asosiasi dengan berbagai karakteristik merek;
  3. Dalam kenyataannya, persepsi kualitas dan asosiasi merek dapat mempertimbangkan tingkat keputusan konsumen.

Semakin besar keunggulan pembeda yang diberikan oleh brand equity, semakin kuat pula keunggulan penjualan suatu produk. Artinya, semakin kuat ekuitas merek pada suatu brand, maka akan semakin kuat pula daya tariknya bagi konsumen untuk membeli produk tersebut dan pada akhirnya akan memberikan beragam keuntungan yang terus meningkat kepada perusahaan.

Lebih lanjut Kotler & Keller (2016, hlm. 263) mengemukakan bahwa brand equity adalah nilai tambah yang diberikan pada produk dan jasa yang dapat tercermin dalam cara berpikir, merasa, dan bertindak dalam hubungannya dengan merek dan juga harga, pangsa pasar, dan profitabilitas yang diberikan merek bagi perusahaan. Dengan demikian brand equity ini memberikan banyak dan beragam keunggulan yang dapat membantu terlaksananya pengembangan serta tujuan perusahaan secara umum.

Berdasarkan pengertian ekuitas merek menurut pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa apa itu brand equity adalah akumulasi berbagai nilai dan manfaat suatu brand baik berupa aset berwujud dan tak berwujud yang memberikan kontribusi terhadap perusahaan secara finansial, keunggulan penjualan produk, dan berbagai keunggulan lainnya yang mendukung terlaksananya kemajuan maupun tujuan perusahaan.

Dimensi Brand Equity

Menurut Aaker (2018, hlm. 15) brand equity terdiri atas empat dimensi yang dapat dijadikan indikator untuk mengukur dan menilai brand equity yang terdiri atas:

  1. Brand awareness (Kesadaran merek),
    menunjukkan kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali, mengingat kembali suatu merek sebagai bagian dari suatu kategori produk tertentu;
  2. Perceived quality (Persepsi kualitas),
    dapat didefinisikan sebagai persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk berkaitan dengan apa yang diharapkan oleh konsumen. Dengan kata lain, persepsi kualitas adalah segala tanggapan seorang konsumen atas seluruh rangkaian dari suatu produk atau jasa layanan yang diharapkan persepsi tersebut memiliki nilai yang baik;
  3. Brand association (Asosiasi merek),
    merupakan segala kesan yang muncul di benak seorang pelanggan atau calon pelanggan yang terkait dengan ingatannya mengenai suatu brand. Tingkat kekuatan asosiasi ini dilandasi dengan banyaknya pengalaman atau dengan apa yang dilihat yang akan menjadi bahan komunikasi;
  4. Brand loyalty (Loyalitas merek),
    merupakan suatu ukuran keterkaitan konsumen kepada sebuah merek. Brand loyalty juga menggambarkan seberapa kuat referensi seorang konsumen terhadap suatu merek apabila dibandingkan dengan merek yang lainnya.

Indikator Brand Equity

Sementara itu menurut Kotler & Keller (2016, hlm. 267) indikator brand equity di antaranya adalah sebagai berikut.

  1. Keutamaan merek
    Seberapa sering dan seberapa mudah pelanggan memikirkan merek dalam berbagai situasi atau konsumsi.
  2. Kinerja merek
    Seberapa baik produk atau jasa memenuhi kebutuhan fungsional pelanggan.
  3. Pencitraan merek
    Berfokus pada pendapat dan evaluasi pribadi pelanggan sendiri.
  4. Perasaan merek
    Respons dan reaksi-reaksi pelanggan terhadap merek.
  5. Resonansi merek
    Mengacu pada hubungan yang dimiliki pelanggan dengan merek dan sejauh mana mereka singkron dengan merek.

Manfaat Brand Equity

Berdasarkan pengertian dan dimensi-dimensi yang tertaut pada brand equity ini, tentunya kita telah mengetahui bermacam manfaat dari ekuitas merek. Akan tetapi, untuk lebih spesifik, menurut Kotler & Keller (2016, hlm. 269) menjelaskan bahwa brand equity yang kuat akan memberikan beberapa manfaat sebagai berikut.

  1. Memperbaiki persepsi kinerja produk.
  2. Mendapatkan loyalitas yang besar dari konsumennya.
  3. Tidak rentang terhadap tindakan pemasaran yang kompetitif.
  4. Tidak rentang dengan krisis pemasaran e. Margin yang lebih besar.
  5. Respons konsumen yang tidak elastik terhadap peningkatan harga.
  6. Kerja sama dan dukungan dagang yang lebih besar.
  7. Efektivitas komunikasi yang lebih besar.
  8. Peluang untuk perluasan merek.
  9. Kemungkinan peluang lisensi.

Selain itu brand equity yang kuat juga dapat memberikan keuntungan bagi konsumen, yakni memudahkan mereka dalam memilih produk. Sedangkan dari sudut pandang finansial (financial-based) merek merupakan satuan aset yang dapat diperjualbelikan dari kemungkinan peluang lisensi yang telah disebutkan di atas. Dengan demikian, keuntungan finansial akan diperoleh dari harga merek tersebut.

Sebagai catatan, aset-aset dari ekuitas merek hanya akan memberikan pengaruh dan manfaat apabila dipersepsi secara positif yang terwujud pada pengaruh signifikan terhadap kepercayaan diri konsumen untuk melakukan keputusan pembelian produk atau jasa dari suatu merek. Akan tetapi, apabila brand equity dipersepsi negatif oleh pelanggan atau calon pelanggan, mereka akan merasa bahwa perusahaan selalu gagal untuk menyampaikan janji-janjinya (dalam promosi maupun visi dan misi). Dengan begitu konsumen akan merasa kecewa dan tidak membeli produk maupun jasa dari merek tersebut, bahkan mungkin hingga ke titik di mana konsumen akan menyebarkan informasi negatif tentang produk atau jasa tersebut.

Kriteria Brand Equity

Kotler & Keller (2016) mengajukan beberapa kriteria dalam memilih dan merancang elemen-elemen merek untuk membangun ekuitas merek yang di antaranya adalah sebagai berikut.

  1. Mudah diingat.
  2. Memiliki arti tertentu.
  3. Mengandung daya tarik secara estetika.
  4. Dapat digunakan baik untuk dalam kategori produk, lintas geografis, dan budaya, serta berbagai segmen pasar lainnya.
  5. Mudah diadaptasi dan fleksibel sepanjang waktu.
  6. Terlindungi secara hukum dari pesaing.

NIlai-Nilai Brand Equity

Dapat dilihat bahwa brand awareness memiliki nilai-nilai yang tidak dapat dihasilkan dari komponen pemasaran lainnya. Menurut Aaker (2018, hlm. 93-97) beberapa nilai-nilai ekuitas merek tersebut di antaranya adalah sebagai berikut.

  1. Menjadi jangkar yang mengaitkan asosiasi-asosiasi lain.
    Pengakuan merek merupakan langkah dasar dari tugas komunikasi pemasaran. Biasanya akan menjadi sia-sia untuk mengomunikasikan atribut-atribut merek sebelum sebuah merek siap dengan atribut-atribut yang akan diasosiasikannya. Suatu merek bagaikan map dokumen dalam pikiran yang bisa diisi oleh nama yang berkaitan dengan berbagai fakta dan perasaan. Apabila map dokumen tersebut tidak bisa diakses oleh ingatan, fakta dan perasaan tersebut berpotensi mengalami salah arsip, dan tidak bisa sewaktu-waktu diakses ketika dibutuhkan (seperti pada saat konsumen akan membeli suatu produk).
  2. Keakraban atau rasa suka.
    Brand equity memberikan merek suatu kesan akrab, terutama untuk produk yang memiliki keterkaitan rendah seperti tisu, sabun, pena, dan sebagainya. Familiaritas terkadang dapat mengendalikan pembelian, dalam artian tanpa perlu untuk mengadakan evaluasi atribut, bahkan keakraban saja mungkin sudah cukup untuk mengendalikan keputusan pembelian seseorang.
  3. Substansi atau komitmen.
    Kesadaran merek yang merupakan salah satu bagian dari brand equity, dapat menjadi suatu sinyal dari kehadiran, komitmen, dan substansi produk dan perusahaan. Ketiganya merupakan atribut-atribut yang bisa sangat penting bahkan untuk para pembeli partai besar (business to business) sekalipun, tidak hanya konsumen ritel. Logikanya, jika suatu merek dikenali, pasti ada sebabnya seperti: perusahaan telah menggeluti bisnis tersebut dalam jangka waktu yang lama dan tidak pernah memiliki permasalahan yang berarti.
  4. Mempertimbangkan merek-merek.
    Langkah pertama dalam proses pembelian biasanya adalah menyeleksi sekumpulan merek untuk dipertimbangkan. Oleh karena itu, pengingatan merek dapat menjadi penting agar dapat masuk pada sekumpulan merek yang akan dipertimbangkan tersebut. Perusahaan-perusahaan pertama yang terlintas dalam pikiran konsumen akan mendapatkan keuntungan yang paling besar.

Referensi

  1. Aaker. (2018). Manajemen ekuitas merek. Jakarta: Mitra Utama.
  2. Kotler, Philip & Keller, Kevin Lane. (2016). A framework for marketing management, sixth edition, global edition. New York City: Pearson.
  3. Tjiptono, F. (2020). Strategi pemasaran: prinsip dan penerapan. Yogyakarta: Andi.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *