Pengertian Dadaisme

Dadaisme adalah aliran yang tidak ingin membuat suatu karya indah secara fisik, namun bermuatan kritik tajam, pesan perdamaian atau pesan sosial lain dengan cara membuat sindiran tidak langsung, hingga ke ungkapan langsung yang provokatif terhadap kaum-kaum yang dianggap memberikan pengaruh negatif pada kelangsungan hidup manusia.

Aliran dadaisme menggunakan tema-tema yang bertentangan dengan seni tinggi Eropa yang dianggap sebagai aliran mainstream pada masa itu. Para Seniman Dada menggunakan tema-tema yang mengerikan,  mistis dan menyeramkan, namun justru terkadang kekanak-kanakan atau naif, atau tema apapun yang tidak menunjukkan keindahan estetis yang telah mapan sebelumnya.

Ciri-ciri Dadaisme

Berdasarkan pengertian di atas sebetulnya sudah jelas bahwa ciri utam dada adalah karya yang menolak keindahan fisik. Dadaisme berusaha untuk mengambil kemenarikan lain di luar keindahan yang sudah umum dinikmati. Selain itu, beberapa ciri-ciri dadaisme yang lainnya adalah sebagai berikut.

  1. Mengandung imaji yang cenderung tidak indah, kotor dan provokatif.
  2. Memuat pesan yang mempertanyakan kembali arti seni, peran seniman dan estetika secara umum.
  3. Menyampaikan seruan anti perang melalui satir atau sindirian tidak langsung terhadap kekejaman perang.
  4. Berisikan pesan anti kaum borjuis yang pada masa itu dianggap menyebabkan Perang Dunia I
  5. Menggunakan objek-objek “readymade” atau sesuatu yang telah ada, seperti objek sehari-hari yang ada disekitar kita: gelas, toilet, sendok, dll. Objek tersebut di susun atau dirangkai menjadi karya seni seperti kolase, patung dan instalasi.

Namun, dadaisme adalah aliran yang sangat terikat dengan konteks sejarahnyanya, aliran ini tidak fokus pada pengembangan gaya alirannya sendiri, melainkan pada gerakan sosial yang dilakukan dengan latar Perang Dunia I. Sehingga salah satu hal yang harus dilakukan untuk lebih memahami aliran ini adalah dengan mengikuti latar belakang sejarah yang membentuknya.

Sejarah Dadaisme

Revolusi Industri pada awal abad ke-20 di Eropa sangat berdampak besar bagi kemajuan kehidupan umat manusia. Dalam dunia seni pun terjadi revolusi penting yang dilakukan para seniman terhadap tradisi seni Eropa. Tradisi yang selama itu merupakan arus besar (mainstream) dianggap tidak mampu lagi membuka kemungkinan baru dalam berkesenian dan para seniman

Namun era revolusi industri  ini juga membawa pengaruh negatif. Yaitu diproduksinya mesin-mesin perang yang semakin canggih seperti  senapan laras panjang, meriam jarak jauh, tank baja. Ironisnya, penciptaan mesin-mesin pembunuh tersebut diatasnamakan kemajuan teknologi pula.

Perang Dunia I pada tahun 1914 yang menelan korban sebanyak 10 juta orang di Eropa adalah pemicu munculnya aliran Dadaisme. Dibalik cerita kelam itu, muncul berbagai asumsi dan evaluasi objektif mengenai penyebabnya. Para seniman dada menganggap  kaum  borjuislah  yang  membawa  peradaban  Eropa menuju kehancuran. Maka dari itu dilakukan penentangan politik melalui seni yang diatasnamakan sebagai dada.

Sehingga selain anti perang, para seniman dada juga menyerukan gerakan seni anti kemapanan. Yaitu mengkritik, hingga memaki-maki berbagai gaya seni dan karya seni lama yang cenderung disukai dan dikoleksi oleh para kaum borjuis. Karena berbagai pandangan tersebut, akhirnya aliran ini melahirkan paradigma berkesenian yang serbakacau, destruktif, nihilistis, absurd, provokatif, dan bahkan antiseni.

Kelahiran Aliran Dadaisme

Dadaisme dimulai sekitar awal februari tahun 1916 di Zurich, Swiss saat terjadinya perang dunia I (1914-1918). Swiss sebagai negara netral tidak terlibat perang dan menjadi tempat pengungsian yang aman. Sekelompok pengungsi yang terdiri atas seniman dan budayawan seperti pelukis dari Alsatia Jean Arp, penyair dan filsuf penting Jerman Hugo Ball, Richard Huelsenbeck, perupa Marcel Janco, dan penyair Rumania Tristan Tzara mendirikan sebuah kabaret yang dinamai Cabaret Voltaire di sebuah bar bernama Meierei.

Tempat yang disewa Ball ini dirancang sebagai pusat hiburan artistik dan merupakan tempat berkumpulnya para seniman. Pelukis, penyair, penyanyi, penari, dramawan dari berbagai negara yang terlibat perang mempertunjukkan kebolehannya masing-masing disana. Di tempat inilah dada berkembang dan merambah ke semua gerakan seni lainnya, termasuk seni rupa. Dada lahir sebagai reaksi dari kengerian perang dunia pertama.

Pengaruh Dadaisme

Seperti aliran lainnya, meskipun menggembor-gemborkan pesan antiseni, dadaisme cenderung berjalan secara linier yang setiap babaknya merupakan kelanjutan dari aliran sebelum dan sesudahnya, sehingga berhasil menjadi aliran mainstream yang baru. Aliran ini berhasil menjadi antitesis dari aliran sebelumnya dan menjadi pengaruh bagi aliran yang muncul setelahnya.

Sylvester dalam Sulastianto (1993:9) menyebut adanya sisi konservatif yang berupaya melestarikan nilai-nilai yang pernah tumbuh sebelumnya, dan ada sisi radikal yang merupakan pengingkarannya justru melahirkan pendekatan beserta nilai-nilai estetis baru.

Sehingga adanya dua aliran seni yang saling bertentangan tersebut justru akan melahirkan suatu pandangan baru yang dapat membawa seni rupa ke jenjang yang lebih tinggi lagi.

Dalam hal ini, dadaisme berkaitan dengan gerakan seni kubisme dan surealisme, kemudian mempengaruhi gerakan seni setelahnya, seperti abstrak ekspresionisme, pop art pada era 1960an hingga seni kontemporer abad 21.

Tokoh-tokoh Dadaisme

Francis Picabia

Dikenal sebagai “Papa Dada” yang berarti “Bapak Dadaisme” adalah salah satu tokoh utama gerakan seni rupa Dadaisme di Paris dan New York. Ia adalah teman dekat Marcel Duchamp yang merupakan salah satu tokoh penting dari aliran dadaisme. Francis terkenal dengan karya-karyanya yang menggunakan gambar rancu, komik erotis, sparepart mesin hingga ke lukisan berbasis teks yang mulai menggambarkan aspek seni konseptual.

Contoh Karya Dadaisme Very Rare Picture on the Earth dan Penjelasannya

Contoh lukisan dadaisme: very rare picture on earth
Contoh lukisan dadaisme: very rare picture on earth

Very Rare Picture on the Earth adalah karya kolase pertama Picabia. Media karya ini terdiri dari cat minyak dan cat besi, lembaran perak, lembaran emas dan kayu. Gambar tersebut bukanlah gambar, sehingga sangat cocok untuk disebut sebagai “sangat jarang”, sesuai denga judul karyanya yang berarti “gaambar yang sangat langka di bumi

Karya ini adalah representasi dari konsep Picabia yang ingin membuat simbolisme menggunakan objek-objek mesin yang ada di dunia industri. Karya ini juga menunjukan bahwa sangat mungkin bagi seniman untuk menggunakan simbolisme alternatif, diluar simbolisme-simbolisme klise yang telah terlalu banyak digunakan, seperti hewan, alam dan mitos.

Marcel Duchamp

Duchamp menantang gagasan tentang apa itu seni dengan konsep readymade, yaitu objek sehari-hari yang diproduksi secara massal. Objek-objek tersebut direnggut dari konteks awalnya lalu diubah menjadi karya seni. Found object dari readymade di masa itu menjadi inovasi yang mengejutkan bagi dunia seni, yang menganggap seorang seniman harus menciptakan semua elemen karyanya dari awal, tanpa menggunakan barang yang sudah tersedia.

Marcel Duchamp juga menolak keberadaan keindahan biasa yang ia sebut dengan keindahan retinal (keindahan visual) karena dianggap terlalu mudah untuk dihasilkan dan lebih memilih untuk melakukan pendekatan yang lebih intelektual terhadap karya yang ia buat. Ia lebih mengagungkan konsep dibalik karya seni. Karena pandangan ini juga, ia dinobatkan sebagai bapak dari seni konseptual.

Contoh Karya Dadaisme L.H.O.O.Q (1919) dan Penjelasannya

Contoh karya dadaisme: LHOOQ oleh Marcel Duchamp
Contoh karya dadaisme: LHOOQ oleh Marcel Duchamp

LHOOQ adalah salah satu contoh penggunaan konsep readymade Duchamp. Karya ini berupa kartu pos bergambar lukisan monalisa (portrait of lisa gherardini) yang diberi kumis dan janggut. Karya ini adalah salah satu contoh keabsurd-an dan kejenakaan yang biasa ditampilkan oleh para seniman Dadaisme.

Memberikan elemen maskulin pada gambar lukisan monalisa yang merupakan potret seorang perempuan seakan menguak berbagai issue gender yang tabu dan tak pernah selesai bahkan hingga saat ini. Tidak ada pernyataan langsung dari Duchamp mengenai penafsiran tersebut, namun melalui citra karya ini berbagai penafsiran mengenai issue kesetaraan gender dan homosexual terbuka lebar.

Karya ini juga menentang seni tinggi Eropa dengan menyajikan imaji yang dianggap murahan dan sepele, yang sebelumnya tidak akan digunakan pada tradisi seni klasik.

Hannah Hoch

Sangat sulit dan teritung langka bagi seorang perempuan untuk bisa aktif sebagai seniman di masa ini, namun tidak bagi Hoch. Melihat fenomena itu, ia gencar mempromosikan gagasan bahwa wanita juga dapat memasuki ranah kreatif kepada masyarakat umum.

Hoch secara eksplisit membahas masalah kesetaraan gender dan arti sosok wanita dalam masyarakat modern. Teknik transformasinya terhadap elemen visual yang telah ada, lalu mengintegrasikannya menjadi suatu kesatuan dalam karya baru adalah salah satu ciri khasnya yang paling menonjol.

Ia menunjukan bahwa seniman tidak cukup hanya untuk piawai dalam menggambar saja, melainkan harus mampu membuat komposisi yang padu padan dari berbagai gambar lain yang ditemukan dimanapun. Teknik kolasenya adalah primadona dari seniman-seniman dada yang lain.

Contoh karya Dada: Cut With the Kitchen Knife Through the Last Weimar Beer-Belly Cultural Epoch in Germany (1919-20) & Analisis

 contoh dadaisme: cut with the kitchen knife through the last weimar beer belly cultural epoch in germany, oleh hoch hannah

contoh dadaisme: cut with the kitchen knife through the last weimar beer belly cultural epoch in germany, oleh hoch hannah

Karya ini menunjukan kepiawaian Hanna dalam menyusun photo montage dari berbagai gambar yang ia temukan (found object). Potongan kertas yang memuat gambar dan teks dari koran dan majalah di susun sedemikian rupa hingga membentuk suatu kesatuan yang meskipun berantakan, kusam dan berimaji kotor, tetap terlihat apik dan dinamis. Didalmanya terdapat berbagai pesan berupa kolase teks misterus yang mengundang pertanyaan; teka-teki (enigmatik).

Referensi & Daftar Pustaka

  1. Sulastianto, Harry. (2012). Dadaisme, Sebuah Revolusi Seni. Jurnal Ilmiah Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung: UPI.

Gabung ke Percakapan

1 Komentar

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *