Etika administrasi publik adalah berbagai landasan nilai-nilai kebaikan yang harus diterapkan dalam melaksanakan administrasi publik. Etika merupakan bagian dari filsafat, nilai dan moral, bersifat abstrak dan berkenaan dengan persoalan “baik” dan “buruk”. Sedangkan administrasi publik bersifat konkret dan harus mewujudkan apa yang diinginkan publik. Hal ini menimbulkan masalah yaitu bagaimana menghubungkan gagasan administrasi seperti keteraturan, efisiensi, kemanfaatan dan kinerja yang dapat menerapkan etika dalam praktiknya? Bagaimana mewujudkan yang baik dan menghindari yang buruk dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab administrator?

Menurut Chandler & Plano (1988), dalam etika terdapat empat aliran utama dari persoalan etika yang di antaranya adalah sebagai berikut.

  1. Empirical theory,
    berpendapat bahwa etika diturunkan dari pengalaman manusia dan persetujuan umum. Misalnya peperangan/ penggunaan zat kimia tertentu yang membahayakan manusia. Dalam konteks ini penilaian tentang “baik” dan “buruk” tidak terlepas atau terpisahkan dari fakta dan perbuatan yang dirasakan.
  2. Rational theory,
    berasumsi bahwa baik atau buruk sangat tergantung dari rationing atau alasan dan logika yang melatarbelakangi suatu perbuatan, bukan pengalaman. Dalam konteks ini, setiap situasi dilihat sebagai suatu yang unik dan membutuhkan penerapan yang unik pula tentang baik atau buruk.
  3. Intuitive theory,
    berasumsi bahwa etika tidak harus berasal dari pengalaman dan logika, tetapi dari manusia secara alamiah memiliki pemahaman tentang apa yang benar dan salah, baik dan buruk. Teori ini menggunakan hukum moral atau “natural moral law”.
  4. Relevation theory,
    berasumsi bahwa yang benar atau salah berasal dari kekuasaan di atas manusia yaitu dari Tuhan sendiri. Dengan kata lain apa yang dikatakan Tuhan (dalam berbagai kitab suci) menjadi rujukan utama untuk memutuskan apa yang benar dan apa yang salah.

Selain keempat aliran di atas, yang sering dipertentangkan dalam administrasi publik karena pengaruhnya kepada administrator adalah pendekatan teleologis atau utilitarianisme, deontologist dan virtue ethics pendekatan pertama dan kedua sering kali bertentangan satu sama lain, bahkan dalam beberapa kasus membingungkan publik.

Teologi secara khusus berkenaan dengan maksud dan tujuan, sementara utilitarian berkaitan dengan akibat yang dirasakan apakah memenuhi kepentingan atau meningkatkan kepuasan. Kedua pendekatan ini berbeda dengan pendekatan deontologi yang memusatkan perhatiannya kepada kewajiban dan motif yang mendasari suatu kebijakan atau perbuatan.

Pelaksanaan Etika Administrasi Publik

Lantas bagaimana dengan implementasi dari nilai-nilai etika yang harus diterapkan dalam pelayanan public? Etika Administrasi publik yang dapat digunakan sebagai rujukan atau referensi bagi para birokrasi publik dalam menjalankan tugas dan kewenangannya menurut ASPA (dalam Pasolong, 2019, hlm. 239) berupa 9 kode etik atau etika yang harus diterapkan dalam melaksanakan administrasi publik di antaranya adalah sebagai berikut.

  1. Pelayanan kepada masyarakat yaitu pelayanan di atas pelayanan kepada diri sendiri.
  2. Rakyat yang berdaulat dan mereka yang bekerja dalam instansi pemerintah dan pada akhirnya bertanggung jawab kepada rakyat.
  3. Hukum mengatur semua tindakan dari instansi pemerintah. Dalam artian bahwa semua tindakan birokrasi seharusnya mengacu kepada kepentingan rakyat.
  4. Manajemen yang efektif dan efisien merupakan dasar bagi birokrasi. Penyalahgunaan pengaruh, penggelapan, pemborosan dan/atau penyelewengan tidak dapat dibenarkan.
  5. Sistem penilaian kecakapan, kesempatan yang sama, dan asasasas iktikad baik akan didukung, dijalankan dan dikembangkan.
  6. Perlindungan terhadap kepercayaan rakyat sangat penting, konflik kepentingan, penyuapan, hadiah, atau favoritisme yang merendahkan jabatan publik untuk kepentingan pribadi tidak diterima (tidak etis).
  7. Pelayanan kepada masyarakat menuntut kepekaan khusus dengan ciri-ciri sifat keadilan, keberanian, kejujuran, persamaan, kompetensi dan kasih sayang. Birokrasi publik harus menghargai sifat-sifat tersebut secara arif dan bijak untuk melaksanakannya.
  8. Hati nurani memegang peranan penting dalam memilih arah tindakan. Ini memerlukan kesadaran akan makna ganda moral dalam kehidupan dan pengkajian tentang prioritas nilai tujuan yang baik tidak pernah membenarkan cara yang tidak beretika.
  9. Para administrator publik tidak hanya terlibat untuk mencegah hal yang tidak etis, tetapi juga untuk mengusahakan hal yang etis melalui pelaksanaan tanggung jawab dengan penuh semangat dan tepat pada waktunya.

Kode etik tidak hanya sekedar bacaan, tetapi juga diimplementasikan dalam melakukan pekerjaan, dinilai tingkat implementasinya melalui mekanisme monitoring, kemudian dievaluasi dan diupayakan perbaikan melalui consensus. Komitmen terhadap perbaikan etika ini perlu ditunjukkan, agar publik mendapatkan kepercayaan dari pihak pemberi pelayanan sungguh-sungguh akuntabel dalam melaksanakan kegiatan pelayanan publik.

Nilai etika tersebut di atas dapat digunakan sebagai rujukan bagi birokrat khususnya para pemimpin dalam bersikap, bertindak, berprilaku, dalam merumuskan kebijakan dalam rangka melaksanakan tugas pokok, fungsi, kewenangan dan tanggungjawabnya, sekaligus dapat digunakan standar untuk menilai, apakah sikap, tindakan, perilaku dan kebijakannya itu dinilai baik atau buruk oleh publik.

Penilaian Baik-Buruk Etika Administrasi Publik

Selanjutnya yang dapat digunakan untuk menilai baik buruknya suatu pelayanan publik yang diberikan oleh birokrasi publik dapat dilihat dari baik buruknya penerapan nilai-nilai sebagai berikut.

  1. Efisiensi, yaitu para birokrat tidak boros dalam melaksanakan tugas-tugas pelayanan kepada masyarakat. Dalam artian bahwa para birokrat secara berhati-hati agar memberikan hasil yang sebesar-besarnya kepada publik. Dengan demikian nilai efisiensi lebih mengarah pada penggunaan sumber daya yang dimiliki secara cepat dan tepat, tidak boros dan dapat dipertanggungjawabkan kepada publik. Jadi dapat dikatakan baik (etis) jika birokrat publik menjalankan tugas dan kewenangannya secara efisien.
  2. Efektivitas, yaitu para birokrat dalam melaksanakan tugas-tugas pelayanan kepada publik harus baik (etis) yaitu memenuhi target atau tujuan yang telah ditentukan sebelumnya tercapai. Tujuan yang dimaksud adalah tujuan publik dalam pencapaian tujuannya, bukan tujuan pemberi pelayanan (birokrat publik).
  3. Kualitas layanan, yaitu kualitas pelayanan yang diberikan oleh para birokrat kepada publik harus memberikan rasa kepuasan kepada yang dilayani. Dalam artian bahwa baik (etis) tidaknya pelayanan yang birokrat kepada publik ditentukan oleh kualitas pelayanan.
  4. Responsivitas, yaitu berkaitan dengan tanggung jawab birokrat dalam merespon kebutuhan publik yang sangat mendesak. Birokrat dalam menjalankan dinilai baik (etis) jika responsibel dan memiliki profesional atau kompetensi yang sangat tinggi.
  5. Akuntabilitas, yaitu berkaitan dengan pertanggungjawaban dalam melaksanakan tugas dan kewenangan administrasi publik. Birokrat yang baik (etis) adalah birokrat yang akuntabel dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya.

Etika administrasi publik tersebut di atas belum cukup untuk menjamin untuk menghapus perilaku korupsi, kolusi dan nepotisme disingkat (KKN) pada birokrasi publik. Ada beberapa hal yang terpenting yaitu tergantung pada karakter dari masing-masing pelaku atau orangnya masing-masing. Dengan kata lain kesadaran melalui keimanan dan ketakwaan yang melekat pada diri orang tersebut.

Selain itu, menurut Widodo (dalam Pasolong, 2019, hlm. 241) tindakan KKN pada dasarnya terjadi karena hasil pertemuan antara “niat” dengan “kesempatan” yang terbuka. Tindakan KKN bisa terjadi, baik pada birokrasi publik tingkat tinggi, menengah, maupun rendahan. Karena itu, untuk mencegah KKN perlu diupayakan untuk tidak mempertemukan antara “niat” dan “kesempatan”, melalui mekanisme akuntabilitas publik, menjunjung tinggi dan menegakkan etika administrasi publik pada jajaran birokrasi publik

Referensi

  1. Pasolong, Harbani. (2019). Teori administrasi publik. Bandung: Alfabeta.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *