Daftar Isi ⇅
show
Kreativitas berasal dari “to create” yang artinya “membuat”, sehingga kreativitas dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk membuat sesuatu, baik dalam bentuk ide, langkah, atau produk (Sudarma, 2016, hlm. 9). Sering kali kita berasumsi bahwa kebanyakan orang hanya kreatif dalam bidang tertentu saja, dan hanya orang-orang dengan talenta bawaan tertentu saja yang bisa menjadi kreatif.
Bahkan persoalan kreativitas ini telah menjadi stereotip, seperti bagaimana dikatakan bahwa orang yang pandai menggambar haruslah seseorang yang memiliki bakat dari sejak lahir. Begitu juga dengan kemampuan coding atau pemrograman, hanya orang-orang dengan bakat tertentu saja yang dapat berkreasi dalam menciptakan program aplikasi.
Sebenarnya, ada bermacam-macam kreativitas lain dalam diri manusia, tetapi sering kali kita tidak menyadari dan tidak mengetahuinya. Selain itu, kreasi adalah salah satu aktivitas kognisi manusia yang membuat manusia dapat bertahan hidup bahkan sanggup berevolusi menjadi organisme yang paling dominan di muka bumi. Hal itu karena sejatinya, kreativitas adalah proses mental yang dimiliki oleh semua manusia dan tidak terkecuali.
Apalagi di abad-21 ini persaingan di berbagai bidang juga semakin mengganas dan akan menjadi lebih sulit bagi generasi penerus dapat bersaing terhadap hal-hal yang itu saja, karena hal yang sama telah lama dikerjakan dan dijalankan oleh generasi sebelumnya. Oleh karena itu kreativitas menjadi salah satu keterampilan dan kemampuan yang diwajibkan agar kita mampu terus bersaing di era revolusi industri 4.0 yang serba jenuh dan cepat ini.
Berikut adalah berbagai literatur mengenai kreativitas mulai dari pengertian, proses, ciri, teori, hingga faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Pengertian Kreativitas
Kreativitas adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru, di mana hal yang diciptakan tidaklah harus benar-benar baru akan tetapi bisa juga menjadi kombinasi dari unsur-unsur yang telah ada sebelumnya (Barron dalam Ali & Asrori, 2017, hlm. 41). Artinya suatu hal baru yang diciptakan melalui kreativitas seseorang tidaklah harus belum pernah ada, karena kenyataannya membuat sesuatu yang benar-benar asli itu amatlah sulit.
Bahkan dalam teori intertekstualitas, kita tidak dapat benar-benar menciptakan hal yang benar-benar baru; orisinalitas adalah ilusi. Perihal kreativitas yang tidak harus benar-benar orisinal ini juga diperkuat oleh pendapat Haefele (dalam Munandar, 2017, hlm. 21) yang menyatakan bahwa kreativitas adalah kemampuan untuk membuat kombinasi-kombinasi baru yang mempunyai makna sosial. Selama hal yang kita ciptakan tidaklah berupa jiplakan semata dan mengandung manfaat bagi masyarakat atau lingkungan sosial lainnya, maka hal itu juga sejatinya merupakan hal yang original.
Lebih lanjut menurut Sternberg (dalam Munandar, 2017, hlm. 20) kreativitas merupakan titik pertemuan yang khas antara tiga atribut psikologi: intelegensi, gaya kognitif, dan kepribadian/ motivasi, bersama-sama ketiga segi dari alam pikiran ini membantu memahami apa yang melatarbelakangi individu yang kreatif. Dengan begitu kreativitas merupakan proses mental atau gejala jiwa kognitif tingkat tinggi yang mungkin direpresentasikan sebagai C6 dalam taksonomi Bloom. Hal ini karena daya kreativitas melibatkan proses mental yang kompleks dan membutuhkan energi jiwa yang tinggi.
Sementara itu menurut Suparwi (2020, hlm. 122) kreativitas adalah suatu aktivitas kognitif yang menghasilkan suatu pandangan yang baru mengenai suatu bentuk permasalahan dan tidak dibatasi pada hasil yang pragmatis (selalu dipandang menurut kegunannya). Dengan kata lain, proses kreativitas bukan hanya sebatas menghasilkan sesuatu yang bermanfaat saja, meskipun sebagian besar orang yang kreatif hampir selalu menghasilkan penemuan, tulisan, maupun teori yang bermanfaat. Hal ini mungkin dapat dilihat pada karya seni murni yang tidak memiliki nilai guna apa pun selain seni untuk seni itu sendiri.
Kreativitas adalah kemampuan yang dimiliki oleh individu untuk menciptakan sesuatu yang baru atau kombinasi dari unsur-unsur yang telah ada sebelumnya menjadi suatu karya baru yang dilakukan melalui interaksi dengan lingkungan untuk menciptakan suatu hal seperti ide, langkah, maupun produk sebagai alternatif pemecahan masalah atau persoalan yang bermanfaat maupun tidak (seperti pada karya seni murni).
Proses Kreatif
Lantas bagaimana sebenarnya suatu kreativitas dapat dimunculkan pada individu? Dari sudut pandang psikologi kognitif, Wallas (dalam Suparwi, 2020, hlm. 122) menjelaskan bahwa ada empat tahapan dalam proses kreatif yang di antaranya adalah sebagai berikut.
- Persiapan
Memformulasikan suatu masalah dan membuat usaha awal untuk memecahkannya. - Inkubasi
Masa di mana tidak ada usaha yang dilakukan secara langsung untuk memecahkan masalah dan perhatian dialihkan sejenak pada hal lain. - Iluminasi
Memperoleh insight (pemahaman yang mendalam) dari masalah tersebut. - Verifikasi
Menguji pemahaman yang telah di dapat dan membuat solusi.
Ciri Kreativitas
Piers (dalam Ali & Asrori, 2017, hlm. 52) mengungkapkan bahwa karakter individu yang memiliki kreativitas tinggi adalah sebagai berikut.
- Memiliki dorongan yang tinggi.
- Memiliki keterlibatan yang tinggi.
- Memiliki rasa ingin tahu yang besar.
- Memiliki ketekunan yang tinggi.
- Cenderung tidak puas terhadap kemapanan.
- Penuh percaya diri.
- Memiliki kemandirian yang tinggi.
- Bebas dalam mengambil keputusan.
- Menerima diri sendiri.
- Senang humor.
- Memiliki intuisi yang tinggi.
- Cenderung tertarik pada hal yang kompleks.
- Toleran terhadap ambiguitas.
- Bersifat sensitif.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kreativitas
Faktor-faktor yang mempengaruhi kreativitas terdiri atas faktor internal dan faktor eksternal yang akan disampaikan berikut ini.
Faktor Internal
Beberapa faktor internal yang mempengaruhi kreativitas adalah sebagai berikut.
- Keterbukaan terhadap pengalaman.
Keterbukaan atau kepekaan terhadap rangsangan-rangsangan dari luar maupun dari dalam. Keterbukaan terhadap pengalaman adalah kemampuan menerima segala sumber informasi dari pengalaman hidupnya sendiri dengan menerima apa adanya, tanpa ada usaha mempertahankan diri, tanpa kekakuan terhadap pengalaman-pengalaman tersebut dan keterbukaan terhadap konsep secara utuh, kepercayaan, persepsi, dan hipotesis. Dengan demikian individu kreatif adalah individu yang mau menerima perbedaan pula. - Evaluasi Internal.
Pada dasarnya penilaian terhadap produk karya seseorang terutama ditentukan oleh diri sendiri, bukan karena kritik atau pujian orang lain. Walaupun demikian, individu kreatif biasanya tetap tidak tertutup dari masukan dan kritik dari orang lain. - Kemampuan untuk bermain dan bereksplorasi dengan unsur-unsur, bentuk-bentuk, dan konsep-konsep.
Faktor ini terutama sangat berpengaruh terhadap kemampuan untuk membentuk kombinasi dari hal-hal yang sudah ada sebelumnya. - Spiritualitas
Spiritualitas berpengaruh terhadap kreativitas seseorang karena melalui spiritualitas, seseorang akan jauh lebih tidak kaku dan sensitif terhadap berbagai ide dan gagasan yang mungkin boleh dibilang tidak konkret (Ali & Asrori, 2017, hlm. 53).
Faktor Eksternal
Sementara itu beberapa faktor eksternal yang berpengaruh terhadap kreativitas adalah sebagai berikut.
- Situasi yang menghadirkan ketidaklengkapan serta keterbukaan.
- Situasi yang memungkinkan dan mendorong timbulnya banyak pertanyaan.
- Situasi yang dapat mendorong dalam rangka menghasilkan sesuatu.
- Situasi yang mendorong tanggung jawab dan kemandirian.
- Situasi yang menekankan inisiatif diri untuk menggali, mengamati, bertanya, merasa, mengklasifikasikan, mencatat, menerjemahkan, memperkirakan, menguji hasil perkiraan dan mengkomunikasikan.
- Kewibahasaan yang memungkinkan untuk mengembangkan potensi kreatif secara lebih luas karena akan memberikan pandangan dunia secara lebih bervariasi, lebih fleksibel dalam menghadapi masalah, dan mampu mengekspresikan dirinya dengan cara yang berbeda dari umumnya yang dapat muncul dari pengalaman yang dimilikinya sendiri.
- Posisi/keadaan kelahiran, tentunya setiap orang memiliki keadaan yang berbeda saat dilahirkan, baik di lingkungan keluarga yang kreatif maupun kurang.
- Perhatian dari orang tua terhadap minat anaknya, stimulasi dari lingkungan sekolah/kampus, dan motivasi diri (Clark dalam Ali & Asrori, 2017, hlm. 54).
Teori-Teori Kreativitas
Berdasarkan urgensi dan perhatian yang tinggi mengenai kreativitas, tentunya telah banyak ahli yang melahirkan berbagai teori-teori yang ingin menjelaskan, memaparkan, dan mengetahui mengenai kreativitas ini. Beberapa teori-teori mengenai kreativitas tersebut di antaranya adalah sebagai berikut.
Teori Investasi Kreativitas
Sternberg dan Lubart pada tahun 1996 mengembangkan teori kreativitas berdasarkan pendekatan multivariat terhadap sebuah topik yang dirangkum menjadi enam atribut. Enam atribut kreativitas menurut Sternberg dan Lubart (dalam Suparwi, 2020, hlm. 123) tersebut adalah sebagai berikut.
- Proses inteligensi
- Gaya intelektual
- Pengetahuan
- Kepribadian
- Motivasi
- Konteks lingkungan
Teori investasi kreativitas dari Strenberg dan Lubart memaparkan spesifikasi masing-masing atribut secara lengkap, yang dapat dipelajari secara analitikal maupun longitudional terdiri dari satu sifat, keahlian, maupun ketangkasan saja. Akan tetapi merupakan kombinasi dari beberapa faktor yang dapat diidentifikasi dan dianalisa. Dengan demikian, kreativitas tidak dapat digeneralisir melalui suatu aspek saja, akan tetapi sama saja dengan gejala kognisi lainnya, kreativitas dapat diasah melalui berbagai atribut penunjangnya seperti dalam teori Strenberg dan Lubart.
Fungsi Adaptif Kreativitas
Terdapat banyak fakta logis yang mendukung hipotesis adaptasi kreativitas by product, akan tetapii Cosmides & Tooby memberikan argumen yang masuk akal mengenai fungsi adaptif yang bertolak dari ide bahwa menciptakan, melihat, memahami dunia (melalui seni, literatur, film dan sebagainya) sebenarnya dapat membantu manusia dalam berlatih menghadapi kejadian kejadian yang nyata, sehingga pada suatu saat nanti, keinginan untuk menciptakan maupun memandang sebuah kreasi akan membantu kita dalam mempengaruhi perilaku fungsional lainnya.
Oleh karena itu, fungsi dari kreativitas sejatinya tidak hanya untuk menciptakan saja, akan tetapi memiliki fungsi adaptis untuk membantu manusia berlatih menghadapi berbagai kejadian dan peristiwa yang akan dilaluinya dalam kehidupan. Hal ini tentunya amatlah bertolak belakang dengan keadaan functional fixedness yang dapat menghambat kreativitas.
Functional fixedness adalah kondisi di mana ada kesamaan konsep antara pemecahan masalah dengan kreativitas. Seseorang yang selalu melakukan hal hal yang sama dari waktu ke waktu. Maupun yang mempunyai Pemikiran pemikiran yang sama dari waktu ke waktu yang dianggap sebagai orang yang tidak imajinatif dan membosankan. Orang kreatif selalu melihat adanya suatu hubungan yang unik dari beberapa hal yang tampaknya tidak saling berhubungan. Berdasarkan pemaparan tersebut kita dapat melihat langsung salah satu fungsi adaptif kreativitas yang berpengaruh pula pada kemampuan pemecahan masalah individu.
Divergense Production Test
Guilford membedakan tipe Berpikir menjadi dua macam, yaitu berpikir konvergen/terpusat (convergent thinking) dan berpikir divergen/menyebar ( divergent thinking). Cara berpikir konvergen mengarah pada satu kesimpulan khusus, sedangkan berpikir divergen lebih menekankan pada variasi jawaban yang berbeda terhadap suatu pertanyaan. Tentunya divergent thinking merupakan salah satu cara berpikir yang lebih mengusung kreativitas di dalamnya, sementara itu convergent akan menghambat proses berpikir kreatif.
Referensi
- Ali, M. & Asrori, M. (2017). Psikologi remaja perkembangan peserta didik. Jakarta: Bumi Aksara.
- Munandar, U. (2017). Pengembangan kreativitas anak berbakat. Jakarta: Rineka Cipta.
- Sudarma, M. (2016). Mengembangkan keterampilan berpikir kreatif. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
- Suparwi, S. (2020). Pengantar psikologi kognitif. Salatiga: LP2M IAIN Salatiga.