Kognisi adalah salah satu gejala jiwa dari suatu proses mental yang berkaitan dengan cara penyimpanan, penyampaian, dan pengolahan informasi pada manusia. Kognisi atau kognitif merupakan satu dari tiga gejala jiwa atau proses mental utama pada manusia.

Sebagai catatan, dalam ilmu psikologi maupun pendidikan, istilah kognisi sering mengalami tumpang tindih dengan istilah kognitif. Lalu sebetulnya mana yang benar? Secara sosiolinguistik tidak ada yang salah, keduanya mengacu pada makna yang sama, dan ketumpang-tindihan antaristilah yang tidak begitu berpengaruh itu biasa dalam ilmu pengetahuan.

Hanya saja, kognitif adalah kata sifat yang berasal dari kognisi yang merupakan kata benda. Oleh karena itu para ahli psikologi lebih suka menggunakan istilah kognisi, karena mereka melakukan penelitian terhadap hal (benda) itu secara umum, sementara para pendidik akan lebih banyak menggunakan kata kognitif karena mereka banyak melakukan analisis terhadap daya kognitif pada (sifat) siswanya.

Apa pun itu, yang lebih penting dari pemakaian istilah kognisi atau kognitif adalah bagaimana konsepsi ini memegang peranan penting dalam menjelaskan proses mental manusia yang terdiri atas beberapa payung utama, yakni kognisi (pengenalan) itu sendiri, afeksi (perasaan/emosi), dan konasi (motif).

Proses mental atau gejala jiwa tersebut selanjutnya akan membentuk perilaku atau tingkah laku manusia. Psikologi adalah ilmu yang mempelajari seluk beluk proses mental manusia dan perilaku adalah hal konkret yang dapat diamati secara langsung. Oleh karena itu, kognisi merupakan hal penting yang harus dipahami dalam mempelajari bidang ini. Berikut adalah berbagai pemaparan mengenai kognisi.

Pengertian Kognisi

Kognisi adalah kegiatan atau proses memperoleh pengetahuan, termasuk kesadaran dan perasaan yang artinya dapat dikatakan pula sebagai kemampuan belajar, berpikir, atau kecerdasan, yaitu kemampuan untuk mempelajari keterampilan dan konsep baru, keterampilan untuk memahami apa yang terjadi di lingkungannya, serta keterampilan menggunakan daya ingat dan menyelesaikan permasalahan-permasalahan (Warsah & Daheri, 2021, hlm. 81).

Istilah kognitif berasal dari cognitive yang berasal dari kata cognition dan padanannya knowing, yang berarti mengetahui. Dalam arti yang luas, kognisi ialah perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan (Asrori, 2020, hlm. 41). Dalam perkembangan selanjutnya, istilah kognitif menjadi populer sebagai salah satu domain atau ranah psikologis manusia yang meliputi setiap perilaku mental berhubungan dengan pemahaman, pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah, kesengajaan, dan keyakinan.

Ranah kejiwaaan yang berpusat di otak ini juga berhubungan dengan konasi (kehendak) dan afeksi (perasaan) yang bertalian dengan ranah rasa. Hal ini sesuai dengan pendapat Susanto (dalam Asrori, 2020, hlm. 41) bahwa kognitif merupakan kemampuan individu untuk menghubungkan, menilai, mempertimbangkan suatu kejadian atau peristiwa. Dengan demikian, proses kognitif berhubungan dengan tingkat kecerdasan (intelegensi) yang menandai seseorang dengan berbagai minat terutama sekali ditujukan kepada ide-ide belajar.

Macam-macam Gejala Kognisi

Kognisi terdiri atas beberapa gejala lain yang membentuknya. Menurut Saleh (2018, hlm. 66-93) gejala-gejala kognisi tersebut terdiri atas empat gejala utama, yakni ingatan, persepsi, intelegensi, dan belajar. Sementara itu Warsah & Daheri (2021, hlm. 65) melengkapinya dengan gejala-gejala lain menjadi: pengamatan, tanggapan, persepsi, fantasi, asosiasi, ingatan, berpikir, dan intelegensi. Berikut adalah pemaparan dari masing-masing gejala kognisi.

Pengamatan

Pengamatan adalah proses mengenal dunia luar dengan menggunakan indera. Selain itu, pengamatan juga dapat diartikan sebagai hasil perbuatan jiwa secara aktif dan penuh perhatian untuk menyadari adanya rangsangan (Warsah & Daheri, 2021, hlm. 82). Dalam pengamatan dengan sadar orang dapat pula memisahkan unsur-unsur dari obyek tertentu.

Pengamatan adalah aktivitas yang dilakukan makhluk cerdas, terhadap suatu proses atau objek dengan maksud merasakan dan kemudian memahami pengetahuan dari sebuah fenomena berdasarkan pengetahuan dan gagasan yang sudah diketahui sebelumnya, untuk mendapatkan informasi-informasi yang dibutuhkan untuk melanjutkan suatu penelitian (Hilgard, 1999 dalam Warsah & Daheri, 2021, hlm. 82).

Proses-proses dari pengamatan adalah sebagai berikut:

  1. Penglihatan,
  2. Pendengaran,
  3. Rabaan,
  4. Penciuman (pembauan), dan
  5. Pengecapan

Agar orientasi pengamatan dapat berhasil dengan baik, diperlukan aspek pengaturan terhadap objek yang diamati, yaitu:

  1. aspek ruang,
  2. aspek waktu,
  3. aspek gestal, dan
  4. aspek arti.

Pengamatan dapat menjadi 3 tahap atau saat (keadaan), yakni sebagai berikut.

  1. Saat alami (physis): saat indera kita menerima perangsang dari alam luar.
  2. Saat jasmani (saat physiologis): saat perangsang itu diteruskan oleh urat syaraf sensoris ke otak.
  3. Saat rohani (saat phychis): saat sampainya perangsang itu keotak, kita menyadari perangsang itu dan bertindak (Warsah & Daheri, 2021, hlm. 83).

Tentunya pengamatan ini berbeda dengan melihat atau memperhatikan sekilas saja. Terdapat syarat yang harus dipenuhi agar suatu aktivitas atau perilaku dapat dianggap pengamatan. Syarat-syarat terjadinya pengamatan di antaranya adalah sebagai berikut.

  1. Ada perhatian kita terhadap perangsang itu.
  2. Ada perangsang yang mengenai alat indera kita.
  3. Urat syaraf sensoris harus dapat meneruskan perangsang itu ke otak.
  4. Kita dapat menyadari perangsang itu (Warsah & Daheri, 2021, hlm. 83).

Penjelasan lanjut mengenai pengamatan dapat disimak pada link di bawah ini.

Baca juga: Pengamatan (Observasi) dalam Psikologi, Belajar & Metode Penelitian

Tanggapan

Tanggapan sebagai salah satu fungsi jiwa yang pokok, dapat diartikan sebagai gambaran ingatan dari pengamatan, ketika objek yang diamati tidak lagi berada dalam ruang dam waktu pengamatan (Warsah & Daheri, 2021, hlm. 84). Artinya, jika proses pengamatan sudah berhenti, dan hanya tinggal kesan-kesannya saja, peristiwa tersebut disebut sebagai tanggapan.

Tanggapan disebut “laten” yang berarti tersembunyi atau belum terungkap, apabila tanggapan tersebut ada di bawah sadar,atau tidak kita sadari, dan suatu saat bisa disadarkan kembali. Sedangkan tanggapan akan disebut “aktual”, apabila tanggapan tersebut kita sadari. Tanggapan juga dapat bersifat subjektif jika tanggapan itu menimbulkan kesan-kesan pribadi.

Menurut terjadinya, tanggapan dibagi menjadi tiga macam, yakni sebagai berikut.

  1. Tanggapan Ingatan,
    adalah tanggapan yang berupa daya pikir yang berorientasi pada otak yaitu untuk menyimpan, menerima dan memproduksikan kembali pengertian-pengertian yang telah dihasilkan.
  2. Tanggapan Fantasi,
    adalah tanggapan yang dapat menciptakan sesuatu yang baru.
  3. Tanggapan Pikiran,
    adalah tanggapan yang dapat meletakkan hubungan dari bagian-bagian pengetahuan kita.

Tanggapan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi tanggapan antara lain adalah sebagai berikut.

  1. Faktor alamiah,
    yaitu tanggapan yang di dapat dari penangkapan pancaindra secara alamiah, ini tidak lepas dari pengamatan. Pengamatan merupakan proses mengenal dunia luar dengan menggunakan indera Indera adalah alat yang digunakan manusia untuk mengamati sesuatu yang ada. Di antara indera-indera itu adalah indera penglihatan, pendengaran, perasa atau pengecap, pembau, dan peraba.
  2. Faktor perhatian,
    tanggapan muncul karena adanya perhatian kepada perangsang yang ada di sekitar indera, adanya perangsang yang mengenai alat indera, adanya kontak langsung yang menghubungkan perangsang itu ke otak, dan adanya kesadaran terhadap perangsang itu.

Penjelasan lengkap mengenai gejala jiwa tanggapan dapat disimak pada artikel di bawah ini.

Baca juga: Tanggapan: Pengertian, Jenis, Tipe & Faktor yang Mempengaruhi

Persepsi

Persepsi adalah sebuah proses saat ataupun kimiawi yang mengenai alat indra yang mengatur dan menginterpretasikan kesan-kesan sensoris mereka guna memberikan arti bagi lingkungan mereka (Warsah & Daheri, 2021, hlm. 86). Perilaku individu sering kali didasarkan pada persepsi mereka tentang kenyataan, bukan pada kenyataan itu sendiri.

Sementara itu menurut Davidoff (dalam Warsah & Daheri, 2021, hlm. 86) persepsi adalah stimulus yang diindera oleh individu diorganisasikan, kemudian diinterpretasikan sehingga individu sadar, mengerti tentang apa yang diinderakan. Individu dapat mengadakan persepsi, jika adanya objek, alat indera (reseptor), dan perhatian. Contoh persepsi misalnya meja yang terasa kasar, yang berarti sebuah sensasi dari rabaan terhadap meja.

Persepsi berlangsung saat seseorang menerima stimulus dari dunia luar yang ditangkap oleh organ-organ bantunya yang kemudian masuk ke dalam otak. Di dalamnya terjadi proses berpikir yang pada akhirnya terwujud dalam sebuah pemahaman. Pemahaman ini yang kurang lebih disebut persepsi. Untuk lebih jelasnya, berikut adalah tiga komponen utama dalam proses persepsi.

  1. Seleksi,
    adalah proses penyaringan oleh indra terhadap rangsangan dari luar, intensitas, dan jenisnya dapat banyak atau sedikit.
  2. Interpretasi,
    yaitu proses mengorganisasikan informasi sehingga mempunyai arti bagi seseorang. Interpretasi dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti pengalaman masa lalu, sistem nilai yang dianut, motivasi, kepribadian, dan kecerdasan. Interpretasi juga bergantung pada kemampuan seseorang untuk mengadakan pengategorian informasi yang diterimanya, yaitu proses mereduksi informasi yang kompleks menjadi sederhana.
  3. Interpretasi dan persepsi kemudian diterjemahkan dalam bentuk tingkah laku sebagai reaksi (Warsah & Daheri, 2021, hlm. 87).

Penjelasan lebih lanjut mengenai persepsi dapat disimak pada tautan di bawah ini.

Baca juga: Persepsi sebagai Proses Mental Manusia (Pengertian, Proses, Faktor, dsb)

Fantasi

Fantasi adalah daya jiwa untuk membentuk atau mencipta tanggapan-tanggapan baru dengan bantuan tanggapan yang sudah ada (Warsah & Daheri, 2021, hlm. 88). Jenis-jenis fantasi adalah sebagai berikut.

  1. Fantasi Mencipta
    Fantasi yang terjadi atas inisiatif atau kehendak sendiri, tanpa bantuan orang lain atau jenis fantasi yang mampu menciptakan hal-hal baru. Fantasi macam ini biasanya lebih banyak dimiliki oleh para seniman, anak-anak, dan para ilmuwan.
  2. Fantasi Tuntunan atau Terpimpin
    Fantasi yang terjadi dengan bantuan pimpinan atau tuntunan orang lain. Dalam hal ini misalnya kalau kita sedang membaca buku, kita mengikuti pengarang buku itu dalam ceritanya.

Fungsi pokok fantasi sendiri adalah sebagai berikut.

  1. Fantasi mengabstraksir (mengabstraksi)
    Fantasi dengan menyaring atau memisahkan sifat-sifat tertentu dari tanggapan yang sudah ada. Misalnya anak yang belum pernah melihat gurun pasir, maka dalam berfantasi, dibayangkan dengan seperti lapangan tanpa pohon-pohon di sekitarnya dan tanahnya pasir semua bukan rumput.
  2. Fantasi Mengkombinir
    Fantasi dengan mengabungkan dua atau lebih tanggapan-tanggapan yang sudah ada, disusun menjadi satu tanggapan baru. Misalnya: Tanggapan badan singa + kepala manusia = Spinx di kota Mesir.
  3. Fantasi Mendeterninir
    Fantasi di mana tanggapan lama dilengkapi, disempurnakan dan mendapatkan ketentuan yang lebih jelas dan terbatas sehingga tercipta tanggapan baru (Ngalim, 2017).

Penjelasan mendetail mengenai fantasi dapat dibaca pada artikel di bawah ini.

Baca juga: Fantasi & Pengertian, Jenis, dan Fungsi Pokok

Asosiasi

Asosiasi tanggapan ialah sangkut-paut antara anggapan satu dengan yang lain di dalam jiwa. Tanggapan yang berasosiasi bercenderungan untuk memproduksi, artinya apabila yang satu di sadari maka yang lain ikut di sadari juga (Ahmadi, 2011 dalam Warsah & Daheri, 2021, hlm. 89). Tanggapan mengenai benda-benda di sekitar diri kita itu selalu terasosiasi dengan nama-nama dari bendanya. Setiap asosiasi selalu menyertakan reproduksi. Dalam psikologi klasik, terdapat lima hukum asosiasi, yakni sebagai berikut.

  1. Hukum persamaan waktu
  2. Hukum perurutan
  3. Hukum persamaan (persesuaian)
  4. Hukum kebalikan (lawan)
  5. Hukum galur (pertalian logis)

Sebaliknya, psikologi modern hanya mengenal satu hukum asosiasi saja, yaitu hukum kontiguitas (berbatasan, berdampingan). Bunyi hukum kontiguitas ialah sebagai berikut:

“Tanggapan-tanggapan akan terasosiasi satu sama lain apabila mereka itu kontigu, berdampingan atau berbatasan satu sama lain, karena mereka timbul bersamaan (konsisten), atau tersusun dekat di dalam kesadaran”

Penjelasan lebih lanjut mengenai proses mental asosiasi dapat disimak pada linkdi bawah ini.

Baca juga: Asosiasi sebagai Proses Mental Kognitif: Pengertian, Hukum & Proses

Ingatan

Ingatan  atau memory adalah kekuatan jiwa untuk menerima, menyimpan, dan mereproduksi kesan-kesan (Warsah & Daheri, 2021, hlm. 91). Sementara itu menurut Saleh (2018, hlm. 66) ingatan adalah hubungan antara pengalaman dengan masa lampau dengan adanya kemampuan mengingat pada manusia, menyimpan dan menimbulkan kembali pengalaman-pengalaman yang di alaminya. Sifat daya ingatan itu tidak sama pada tiap orang, oleh karena itu, sifat daya ingatan dibedakan menjadi:

  1. Ingatan yang mudah dan cepat: orang yang memiliki daya ingatan ini dengan cepat dan mudah menyimpan dan mencamkan kesan-kesan;
  2. Ingatan yang luas dan teguh: sekaligus seseorang dapat menerima banyak kesan dan dalam daerah yang luas;
  3. Ingatan yang setia: kesan yang telah diterimanya itu tetapi tidak berubah, tetap sebagaimana waktu menerimanya;
  4. Ingatan yang patuh: kesan-kesan yang telah dicamkan dan disimpan itu dengan cepat dapat direproduksi (Muhibbin, 2011 dalam Warsah & Daheri, 2021, hlm. 91).

Tahap-tahap ingatan (Memory) Sebelum seseorang mengingat suatu informasi atau sebuah kejadian di masa lalu, ternyata ada beberapa tahapan yang harus dilalui ingatan tersebut untuk bisa muncul kembali. Atkinson (1983) mengungkapkan bahwa para ahli psikologi membagi tiga tahapan ingatan, yaitu:

  1. Memasukan pesan dalam ingatan (encoding).
  2. Penyimpanan ingatan (storage).
  3. Mengingat kembali (retrieval).

Penjelasan lebih lanjut mengenai ingatan dapat ditemukan pada link di bawah ini.

Baca juga: Ingatan (Proses Mental Manusia): Memasukan, Menyimpan, Kelupaan, dsb

Berpikir

Berpikir merupakan hasil proses berpikir yang merangkum sebagian dari kenyataan yang dinyatakan dengan satu perkataan. Dalam berpikir, seseorang menghubungkan pengertian satu dengan pengertian lainnya dalam rangka mendapatkan pemecahan persoalan yang dihadapi. Pemecahan masalah merupakan bagian dari proses berpikir.

Dalam pemecahan persoalan, individu membeda-bedakan, mempersatukan dan berusaha menjawab pertanyaan, mengapa, untuk apa, bagaimana, di mana, dan lain sebagainya. Hal-hal yang berhubungan dengan berpikir adalah pengertian, keputusan, dan kesimpulan.

Perkembangan ide dan konsep ini berlangsung melalui proses penjalinan hubungan antara bagian-bagian informasi yang tersimpan di dalam diri seseorang yang berupa pengertian-perngertian. Dari gambaran ini dapat dilihat bahwa berpikir pada dasarnya adalah proses psikologis dengan tahapan-tahapan:

  1. pembentukan pengertian,
  2. penjalinan pengertian-pengertian, dan
  3. penarikan kesimpulan (Warsah & Daheri, 2021, hlm. 92).

Penjelasan lanjut mengenai berpikir dapat disimak pada link di bawah ini.

Baca juga: Berpikir sebagai Proses Mental Kognitif (Pengertian, Konsep & Jenis)

Intelegensi

Intelegensi ialah kesanggupan rohani untuk menyesuaikan diri kepada situasi yang baru dengan menggunakan berpikir menurut tujuannya (Warsah & Daheri, 2021, hlm. 93). Sementara itu menurut panitia istilah Padagogik (1953 dalam Saleh, 2018, hlm. 85) yang mengangkat pendapat Stren intelegensi adalah daya menyesuaikan diri dengan keadaan baru dengan menggunakan alat-alat berpikir menurut tujuannya.

Stren menitikberatkan masalah intelegensi pada soal adjustment atau penyesuaian diri terhadap masalah yang dihadapinya. Pada orang yang intelijen akan lebih cepat dalam memecahkan masalah baru apabila dibandingkan dengan orang yang kurang intelijen.

Menurut Thorndike (dalam Warsah & Daheri, 2021, hlm. 95) intelegensi meliputi sejumlah kemampuan sebagai berikut:

  1. kemampuan berpikir abstrak, yaitu kemampuan bekerja dengan ide-ide dan simbol-simbol;
  2. kemampuan intelektual mekanis, yaitu kemampuan bekerja dengan hal-hal yamg bersifat mekanis dan kemampuan bekerja yang bersifat motoric;
  3. kemampuan intelektual sosial, yaitu kemampuan untuk membina keakraban dan mempengaruhi orang lain.

Sementara itu menurut Thurston (dalam Warsah & Daheri, 2021, hlm. 95) intelegensi merupakan sejumlah kemampuan mental primer yang terdiri atas tujuh macam, yaitu:

  1. Kemampuan memahami angka;
  2. Kemampuan kefasihan berbicara;
  3. Kemampuan verbal meaning;
  4. Kemampuan mengingat (asosiasi);
  5. Kemampuan pemahaman ruang;
  6. Kemampuan kecepatan memahami.

Penjelasan lanjut mengenai intelegensi dapat disimak pada link di bawah ini.

Baca juga: Intelegensi: Pengertian, Unsur/Jenis & Faktor yang Mempengaruhinya

Belajar

Skinner (dalam Saleh, 2018, hlm. 94) mendefinisikan belajar sebagai “proces of progressive behavior adaptation”. Artinya, belajar itu merupakan suatu proses adaptasi perilaku yang bersifat progresif. Ini berarti bahwa sebagai akibat dari belajar adanya sifat progresif. Ini berarti bahwa sebagai akibat dari belajar adanya sifat progresivitas, adanya tendesi ke arah yang lebih sempurna atau lebih baik dari keadaan sebelumnya.

Sementara itu menurut Morgan, dkk (1984 dalam Saleh, 2018, hlm. 95) perubahan yang relatif permanen dalam perilaku yang terjadi sebagai akibat dari latihan dan pengalaman. Hal yang muncul dalam definisi ialah bahwa perubahan perilaku atau performance itu relatif permanen. Di samping itu juga dikemukakan bahwa perubahan perilaku itu sebagai akibat belajar karena latihan (practice) atau karena pengalaman (experience).

Proses dari belajar sendiri tidak menampak, yang tampak adalah hasil dari proses. Belajar merupakan suatu proses, maka dalam belajar ada yang namanya masukan, yaitu akan diproses dan adanya hasil dari proses tersebut.

Penjelasan lebih lengkap mengenai belajar dapat dibaca pada link di bawah ini.

Baca juga: Belajar – Pengertian, Proses, Sistem, Ciri, Hasil & Prinsip

Referensi

  1. Asrori. (2020). Psikologi pendidikan pendekatan multidisipliner. Banyumas: Pena Persada.
  2. Purwanto, Ngalim. (2017). Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
  3. Saleh, A.A. (2018). Pengantar psikologi. Makassar: Penerbit Aksara Timur.
  4. Warsah, I., Daheri, M. (2021). Psikologi: suatu pengantar. Yogyakarta: Tunas Gemilang Press.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *