Mobilitas sosial merupakan salah satu fenomena sosial yang selalu terjadi dalam kelompok masyarakat. Contohnya adalah bagaimana seseorang yang sebelumnya berada di bawah garis kemiskinan dapat menjadi seseorang yang kaya akibat dari kecerdasannya dalam berusaha yang dibarengi kerja keras.

Ya, pergerakan, perubahan status sosial segala bidang disebut dengan mobilitas sosial. Mobilitas sosial juga merupakan salah satu fenomena yang terjadi akibat dari pengaruh Interaksi Sosial. Untuk lebih jelasnya, simak pengertian mobilitas sosial di bawah ini.

Pengertian Mobilitas Sosial

Mobilitas sosial adalah perpindahan posisi seseorang atau sekelompok orang dari lapisan yang satu ke lapisan yang lain (Tim Kemdikbud, 2017, hlm. 82). Lengkapnya, Seseorang atau sekelompok orang yang mengalami perubahan kedudukan (status) sosial dari suatu lapisan ke lapisan lain baik menjadi lebih tinggi maupun menjadi lebih rendah dari sebelumnya atau hanya berpindah peran tanpa mengalami perubahan kedudukan disebut mobilitas sosial.

Pengertian Mobilitas Sosial menurut Para Ahli

Selain pengertian di atas, beberapa ahli lain juga memiliki pendapat senada, yakni sebagai berikut.

  1. Paul B. Horton: mobilitas sosial adalah suatu gerak perpindahan dari satu kelas sosial ke kelas sosial lainnya atau gerak pindah dari strata yang satu ke strata yang lainnya.
  2. Kimball Young dan Raymond W. Mack: mobilitas sosial adalah suatu gerak dalam struktur sosial, yaitu pola-pola tertentu yang mengatur organisasi suatu kelompok sosial. Struktur sosial mencakup sifat hubungan antar individu dalam kelompok dan hubungan antara individu dan kelompoknya.
  3. Anthony Giddens: mobilitas sosial menunjuk pada gerakan dari orang per orang dan kelompok-kelompok di antara kedudukan-kedudukan sosial ekonomi yang berbeda.
  4. Horton & Hunt: mobilitas sosial merupakan tindakan berpindah dari satu kelas sosial ke kelas sosial lainnya (dalam Tim Kemdikbud, 2017, hlm. 83).

Selain contoh indah yang sebelumnya sudah dikemukakan di atas, mobilitas sosial juga dapat mencakup seseorang yang mengundurkan diri dari pekerjaannya untuk memulai usaha baru namun ternyata gagal dan akhirnya jatuh miskin. Dalam mobilitas sosial, selain terjadi perubahan dari strata bawah ke strata atas, juga terjadi perubahan dari strata atas ke strata bawah.

Jenis Mobilitas Sosial

Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya, mobilitas sosial dapat berupa pergerakan sosial ke atas, tetapi juga pergerakan sosial ke bawah. Namun ada juga yang tidak bergerk ke atas dan ke bawah. Malah pergerakannya hanya secara horizontal saja.

Hal tersebut karena terdapat beberapa jenis mobilitas sosial, yang dikelompokkan menjadi dua jenis utama, yakni mobilitas sosial vertikal, dan mobilitas horizontal. Berikut adalah penjelasan dari jenis dan macam-macam mobilitas sosial.

Mobilitas Sosial Vertikal

Mobilitas sosial vertikal adalah perpindahan seseorang atau kelompok dari suatu kedudukan sosial ke kedudukan sosial lain yang tidak sederajat, baik pindah ke tingkat yang lebih tinggi (social climbing) maupun turun ke tingkat lebih rendah (social sinking) (Tim Kemdikbud, 2017, hlm. 85). Untuk lebih jelasnya, berikut adalah penjabaran dari kedua jenis mobilitas vertikal tersebut.

  1. Mobilitas Vertikal Naik ke Atas (Social Climbing)
    Social climbing adalah mobilitas yang terjadi karena adanya peningkatan status atau kedudukan seseorang atau naiknya orang-orang berstatus sosial rendah ke status sosial yang lebih tinggi. Contoh mobilitas sosial vertikal ke atas adalah bagaimana seorang karyawan berprestasi berhasil menduduki jabatan kepala bagian, manajer, bahkan hingga direktur di suatu perusahaan.
  2. Mobilitas Vertikal Turun ke Bawah (Social Sinking)
    Social sinking merupakan proses penurunan status atau kedudukan seseorang. Proses social sinking sering kali menimbulkan gejolak kejiwaan bagi seseorang karena ada perubahan pada hak dan kewajibannya. Contoh mobilitas vertikal ke bawah adalah seorang pegawai eksekutif diturunkan pangkatnya karena melanggar aturan, sehingga ia menjadi pegawai biasa.

Mobilitas Horizontal

Mobilitas horizontal adalah perpindahan status sosial seseorang atau sekelompok orang dalam lapisan sosial yang sama (Tim Kemdikbud, 2017, hlm. 87). Mobilitas horizontal merupakan peralihan individu atau objek-objek sosial lainnya dari suatu kelompok sosial ke kelompok sosial lainnya yang sederajat.

Contohnya adalah bagaimana seorang guru memutuskan untuk pindah dari sekolah ke sekolah lain tetap menjabat menjadi guru lagi. Pada mobilitas horizontal, tidak terjadi perubahan dalam derajat kedudukan seseorang.

Perbedaan Mobilitas Vertikal dan Horizontal

Jadi dapat dengan mudah dijelaskan bahwa perbedaan mobilitas vertikal dan mobilitas horizontal adalah terjadi kenaikan atau penurunan derajat dari status sosial seseorang atau sekelompok orang dalam mobilitas vertikal seperti dari miskin menjadi kaya, sementara dalam mobilitas horizontal tidak terjadi perubahan derajat, hanya berpindah objek sosialnya saja, seperti berpindah ke perusahaan lain dengan jabatan yang sama.

Faktor-Faktor Pendorong dan Penghambat Mobilitas Sosial

Mengapa terjadi mobilitas sosial? Apa yang menjadi pendorongnya? Lalu jika mobilitas sosial tidak terjadi, apa penghambatnya? Terdapat beberapa faktor-faktor pendorong dan penghambat mobilitas sosial yang akan dijelaskan pada pemaparan di bawah ini, mulai dari faktor pendorongnya terlebih dahulu.

Faktor Pendorong Mobilitas Sosial

Faktor pendorong terjadinya mobilitas sosial antara lain adalah faktor struktural, individu, sosial, ekonomi, politik, dan kemudahan akses pendidikan. Berikut adalah penjelasan dari masing-masing faktor pendorong mobilitas sosial menurut Tim Kemdikbud (2017, hlm. 88-92).

Faktor Struktural

Faktor struktural yang dimaksud adalah bagaimana suatu struktur dalam kelompok masyarakat memungkinkan atau tidak memungkinkan seseorang untuk mengalami mobilitas sosial. Contohnya, dengan struktur atau sistem demokrasi, setiap warga negara Indonesia dapat mencapai status sosial berupa jabatan politik yang tinggi.

Hal tersebut berlainan dengan sistem komunisme yang dibarengi oleh kepemimpinan tirani. Warga tidak memiliki suara dan hak pilih, sehingga pemerintah dapat menentukan mobilitas sosial seenaknya. Kemungkinan terjadi mobilitas sosial naik sangatlah sulit bahkan hingga tidak mungkin rakyat biasa dapat menjadi pemimpin.

Struktur masyarakat Indonesia seharusnya sangatlah terbuka, karena kita menerapkan sistem demokrasi. Orang miskin dapat mengalami mobilitas sosial setinggi-tingginya, bahkan menjadi presiden. Kedudukan yang tinggi bukan lagi didasarkan pada keturunan, tetapi pada kemampuan hingga kemudian dipercaya menjadi pemimpin.

Faktor Individu

Setiap individu memiliki perbedaan dalam hal sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang menjadi salah satu faktor pendorong mobilitas sosial. Semua berpengaruh secara bersama atau masing-masing.

Contohnya, dua orang yang memiliki pengetahuan dan keterampilan relatif setara belum tentu menjadi berhasil dalam melaksanakan mobilitas sosial ke atas. Hal itu karena keberhasilan individu sangat ditentukan sikap dan perilaku individu tersebut.

Sebagai contoh, dua orang sarjana dari perguruan tinggi yang sama-sama melamar pekerjaan di suatu perusahaan. Hanya satu orang yang diterima karena dianggap memiliki sikap ambisius dan komitmen terhadap pekerjaannya.

Faktor Sosial

Ketidakpuasan akan status sosial mendorong manusia untuk terus berjuang segigih-gigihnya untuk mencapai kenaikan status sosial. Setiap manusia dilahirkan dalam status sosial yang telah dimiliki oleh orangtuanya. Saat ia dilahirkan, tidak ada satu manusia pun yang dapat memilih status.

Apabila ia tidak puas dengan kedudukan yang diwariskan oleh orangtuanya, ia dapat mencari kedudukannya sendiri di lapisan sosial yang lebih tinggi. Oleh karena itu, faktor sosial yang saat ini dimiliki oleh seseorang belum tentu membuatnya puas dan menjadi pendorong bagi mobilitas sosial.

Faktor Ekonomi

Keadaan ekonomi juga dapat menjadi pendorong terjadinya mobilitas sosial. Keadaan ekonomi yang baik akan memudahkan individu dan kelompok melakukan mobilitas sosial. Dengan kondisi ekonomi yang baik mereka mudah untuk memperoleh modal, pendidikan, dan kesempatan lainnya.

Hal ini tentu berbeda dengan masyarakat yang mengalami kesulitan ekonomi atau bahkan kesulitan memenuhi kebutuhan dasarnya. Pada masyarakat yang mengalami kesulitan memenuhi kebutuhan dasar, prioritas utama adalah pemenuhan kebutuhan primer dan hal tersebut akan menghambat mobilitas sosial.

Namun ini juga dapat menjadi faktor pendorong bagi orang-orang yang merasa kesulitan. Faktor pendorong bagi kelompok masyarakat tidak mampu untuk melakukan mobilitas sosial adalah keadaan ekonomi, karena ingin keluar dari garis kemiskinan dan berada pada keadaan ekonomi yang lebih baik.

Faktor Politik

Bangsa Indonesia patut bersyukur karena memiliki stabilitas politik yang baik. Kondisi negara aman dan damai sehingga para pemimpin dapat menjalankan roda pembangunan dengan baik. Semua rakyat berperan aktif dalam pembangunan.

Kondisi ini tentu berbeda dengan situasi Indonesia pada tahun 1945-1950. Pada masa tersebut, situasi politik dalam negeri tidak menentu. Belanda masih berusaha menguasai Indonesia sehingga memilih perang baru.

Beberapa pemberontakan juga terjadi, yang membuat pemerintah lebih sibuk mengurus keamanan negara daripada meningkatkan perekonomian. Hal ini jelas memengaruhi mobilitas sosial warga negaranya.

Kemudahan dalam Akses Pendidikan

Jika pendidikan berkualitas mudah didapat, tentu mudah juga bagi orang untuk melakukan pergerakan/mobilitas dengan berbekal ilmu yang diperolehnya. Sebaliknya, kesulitan dalam mengakses pendidikan yang bermutu menjadikan orang tak menjalani pendidikan yang bagus, serta sulit untuk mengubah status karena kurangnya penguasaan ilmu pengetahuan.

Contohnya, pada zaman penjajahan, pendidikan sulit didapat bangsa Indonesia. Akibatnya, masyarakat terkungkung dalam kebodohan. Jangankan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, membaca saja sebagian besar rakyat Indonesia tidak bisa. Jangankan melakukan mobilitas sosial, mengetahui ada hal ini saja tentu terbatas pengetahuannya.

Faktor Penghambat Mobilitas Sosial

Sebetulnya faktor pendorong terjadinya mobilitas sosial yang telah dipaparkan di atas pada dasarnya juga merupakan faktor penghambat mobilitas sosial apabila kondisinya dibalik menjadi keadaan buruknya. Namun terdapat dua faktor penghambat mobilitas sosial yang dapat menjadi hambatan terbesar yang harus diselesaikan bersama, yakni kemiskinan, dan diskriminasi.

Kemiskinan

Faktor ekonomi dapat membatasi mobilitas sosial. Bagi masyarakat miskin, mencapai status sosial tertentu merupakan hal sangat sulit. Salah satu penyebab kemiskinan adalah pendidikan yang rendah. Masyarakat yang berpendidikan rendah berpengaruh terhadap kualitas sumber daya manusia. Akibatnya, tingkat kemudahan untuk mendapatkan pekerjaan terbatas.

Saat ini, negara Indonesia masih memiliki penduduk miskin ± 12%. Hal ini menjadi hambatan dalam mobilitas sosial. Karena itulah, pemerintah berusaha mengurangi kemiskinan tersebut dengan berbagai cara. Dengan hilangnya kemiskinan, dengan sendirinya masyarakat akan mudah mengakses berbagai fasilitas dasar dan memudahkan mobilitas.

Diskriminasi

Diskriminasi berarti pembedaan perlakuan karena alasan perbedaan bangsa, suku, ras, agama, golongan. Pada masa penjajahan, terjadi diskriminasi pemerintah Hindia Belanda terhadap masyarakat keturunan Eropa dan masyarakat Indonesia.

Contohnya, dalam memperoleh pendidikan, masyarakat Indonesia disediakan sekolah yang kualitasnya berbeda dengan sekolah-sekolah untuk orang-orang Eropa. Hal ini tentu mempersulit mobilitas sosial rakyat Indonesia.

Saluran-saluran Mobilitas Sosial

Bagaimana caranya agar mobilitas sosial itu terjadi? Melalui jalur apa setiap orang dapat mewujudkan mobilitas sosial di lingkungan atau instansi tempat ia sedang berkarya? Apa saja saluran-saluran yang memungkinkan mobilitas sosial terjadi? Berikut adalah saluran-saluran mobilitas sosial dan contohnya.

Pendidikan

Pendidikan merupakan saluran bagi mobilitas vertikal yang sering digunakan karena melalui pendidikan orang dapat mengubah statusnya. Lembaga-lembaga pendidikan pada umumnya merupakan saluran yang konkret dari mobilitas vertikal ke atas, bahkan dianggap sebagai social elevator (perangkat) yang mengangkat seseorang dari kedudukan yang rendah ke kedudukan yang lebih tinggi.

Mengapa? Karena melalui pendidikan, setiap orang diberi kesempatan untuk mendapatkan kedudukan yang lebih tinggi. Contohnya, seorang anak dari keluarga miskin mengenyam sekolah sampai jenjang perguruan tinggi lewat beasiswa. Setelah lulus, ia memiliki pengetahuan dagang dan menggunakan pengetahuannya itu untuk berusaha. Saat ia berhasil menjadi pengusaha sukses, otomatis status sosialnya juga meningkat.

Organisasi Politik

Banyak contoh orang yang meniti perjuangan karir di organisasi politik dari tingkat rendah sampai tingkat tinggi. Seorang anggota partai politik yang profesional dan punya dedikasi tinggi kemungkinan besar akan cepat mendapatkan status yang semakin tinggi dalam partainya. Bisa jadi ia akhirnya menjadi anggota dewan legislatif, gubernur, atau bahkan presiden.

Organisasi Ekonomi

Organisasi yang bergerak itu antara lain dalam bidang perusahan ataupun jasa umumnya memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi seseorang untuk mencapai mobilitas vertikal. Contoh organisasi ekonomi itu antara lain koperasi dan badan usaha.

Melalui organisasi koperasi, kesejahteraan anggota dapat diperjuangkan. Keberhasilan perjuangan koperasi mencerminkan keberhasilan perjuangan anggota-anggotanya.

Organisasi Profesi

Contoh organisasi profesi yang dapat dijadikan sebagai saluran mobilitas vertikal adalah Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Himpinan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), dan organisasi profesi lainnya.

Bagaimana organisasi profesi dapat menjadi sarana saluran mobilitas vertikal? Karena organisasi profesi merupakan himpunan orang-orang yang memiliki profesi yang sama sehingga mereka akan lebih kompak dan kuat memperjuangkan profesinya.

Sebagai contoh, organisasi profesi guru Persatuan Guru Republik Indonesia merupakan salah satu sarana perjuangan para guru dalam bidang pendidikan dan kesejahteraan guru. Selain memperjuangkan pendidikan di Indonesia, PGRI juga memperjuangkan peningkatan kesejahteraan guru.

Perjuangan PGRI tentu diperhatikan oleh pemerintah Indonesia sehingga kesejahteraan guru di Indonesia terus mengalami peningkatan.

Dampak Mobilitas Sosial

Apakah dampak dari terjadinya mobilitas sosial? Apabila semua mobilitas sosial bersifat ke atas (social climbing), tentu semua orang akan merasa senang. Akan tetapi, selalu ada tiga kemungkinan mobilitas sosial, yakni ke bawah, ke atas, dan ke samping. Dengan demikian, terdapat dampak positif dan negatif dari mobilitas sosial, yakni sebagai berikut.

Dampak Positif Mobilitas Sosial

Dampak positif mobilitas sosial meliputi: mendorong seseorang untuk maju, mempercepat tingkat perubahan sosial, dan meningkatkan integrasi sosial. Berikut ini adalah penjelasannya.

  1. Mendorong Seseorang untuk Lebih Maju
    Terbukanya kesempatan untuk pindah dari strata satu ke strata yang lain menimbulkan motivasi yang tinggi pada diri seseorang untuk maju di berbagai bidang. Kita dapat membedakan kondisi Indonesia sebelum dan sesudah kemerdekaan. Pada masa penjajahan, banyak rakyat kecil yang tidak memiliki cita-cita menjadi camat, bupati, atau gubernur karena tidak adanya kesempatan untuk itu. Namun sekarang banyak yang termotivasi dan bahkan berhasil menjadi pemimpin di berbagai bidang.
  2. Mempercepat Tingkat Perubahan Sosial
    Mobilitas sosial akan lebih mempercepat tingkat perubahan sosial masyarakat ke arah yang lebih baik. Contohnya, Indonesia sedang mengalami perubahan dari masyarakat agraris ke masyarakat industri. Perubahan ini akan lebih cepat terjadi jika didukung sumber daya manusia yang berkualitas. Artinya, diperlukan peningkatan kualitas pendidikan pula.
  3. Meningkatkan Integrasi Sosial
    Terjadinya mobilitas sosial dalam suatu masyarakat dapat meningkatkan integrasi atau kesatuan sosial. Contohnya, anggota masyarakat akan menyesuaikan diri dengan gaya hidup, nilai-nilai, dan norma-norma yang dianut oleh kelompok orang dengan status sosialnya yang baru sehingga tercipta integrasi sosial.

Dampak Negatif Mobilitas Sosial

Suatu yang memberikan dampak positif biasanya akan diiringi oleh dampak negatifnya pula. Tidak terkecuali dengan mobilitas sosial. Dampak negatif mobilitas sosial adalah: terjadinya konflik dan gangguan psikologis. Berikut adalah penjelasannya.

  1. Terjadinya Konflik
    Mobilitas sosial merupakan salah satu perjuangan manusia dan kelompok sosial untuk mencapai posisi sosial yang semakin tinggi. Dalam hal ini, sangat wajar kalau kemudian timbul persaingan, yang kerap juga memicu konflik. Dalam perjalanan kehidupan manusia, persaingan tidak dapat dihindarkan. Persaingan selalu muncul dengan berbagai kategorinya. Bahkan, persaingan bisa menjelma menjadi konflik ketika kedua pihak yang terlibat dalam persaingan saling mencoba untuk menghentikan keinginan masing-masing pihak.
  2. Gangguan Psikologis
    Seseorang yang memiliki jabatan kadang khawatir kehilangan jabatan. Bahkan pada saat jabatan yang dimiliki sudah lepas, kadang ia tidak rela melepaskan jabatan tersebut. Banyak orang yang setelah kehilangan jabatan, baik karena diganti maupun karena sudah selesai masa tugasnya (pensiun), menjadi mudah gelisah. Individu yang mengalami keadaan seperti ini termasuk mengalami gangguan psikologis. Hal tersebut akan membahayakan diri sendiri karena stres yang berkepanjangan akan merambat ke penyakit fisik.

Referensi

  1. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2017). Ilmu Pengetahuan Sosial SMP/MTs Kelas VIII. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *