Konstruktivisme berarti bersifat membangun. Dalam teori  belajar konstruktivisme belajar adalah mengkonstruksi pengetahuan. Artinya pengetahuan atau kompetensi pembelajar dibangun dari proses pengintegrasian pengetahuan baru terhadap struktur kognitif yang sudah ada dan dilakukannya penyesuaian struktur kognitif dengan informasi baru yang didapatkan.

Menurut Ansari (2016, hlm. 65) teori belajar konstruktivisme berkenaan dengan bagaimana anak memperoleh pengetahuan dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Artinya, siswa harus aktif secara mental membangun struktur pengetahuannya berdasarkan kematangan kognitif yang dimilikinya. Sehingga, tujuan pembelajaran konstruktivistik ini ditentukan pada bagaimana belajar, yaitu menciptakan pemahaman baru yang menuntut aktivitas kreatif produktif dalam konteks nyata yang mendorong siswa untuk berpikir dan berpikir ulang lalu mendemonstrasikan.

Lalu bagaimana dengan pendekatannya? Berdasarkan pengertian konstruktivisme di atas, setidaknya kita telah tahu bahwa pendekatan konstruktiv isme akan memanfaatkan teori belajar konstruktivisme sebagai dasar yang asumsinya. Untuk lebih jelasnya, berikut adalah berbagai uraian mengenai pendekatan konstruktivisme.

Pengertian Pendekatan Konstruktivisme

Sebelum membahas pendekatan konstruktivisme, tentunya kita harus memahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan pendekatan, atau tepatnya pendekatan pembelajaran. Pendekatan (approach) adalah seperangkat asumsi yang secara teoretis bisa dipertanggungjawabkan mengenai hakikat bahasa, hakikat pembelajaran, dan hakikat pembelajaran yang digunakan untuk mencapai tujuan pedagogis.

Jadi, dapat disimpulkan pendekatan konstruktivisme adalah seperangkat asumsi yang secara teoritis bisa dipertanggungjawabkan mengenai hakikat pembelajaran untuk mencapai tujuan pedagogis yaitu keadaan dimana individu memperoleh pengetahuan sebagai produk dari kegiatan organisasi sendiri berdasarkan pada apa yang mereka ketahui dan percayai, serta ide dan fenomena dimana mereka berhubungan dalam lingkungan tertentu.

Sementara itu, menurut Mudlofir & Evi (2017, hlm. 12-13) menjelaskan bahwa dalam pendekatan konstruktivisme, belajar lebih diarahkan pada experimental learning, yaitu adaptasi kemanusiaan berdasarkan pengalaman konkret di laboratorium, diskusi dengan teman sekelas, yang kemudian dikontemplasikan dan dijadikan ide dan pengembangan konsep baru. Karenanya aksentuasi dari mendidik dan mengajar tidak terfokus pada si pendidik melainkan pada pembelajar atau biasa disebut dengan student centered.

Sementara itu, menurut Bell, Drive dan Leach (dalam Karli & Yuliariatiningsih 2002, hlm. 2), pendekatan konstruktivisme adalah proses kegiatan pengajaran dengan mengemukakan teknik pemerolehan yang dimulai saat terlaksananya tekanan intelektual dan diselesaikan oleh peserta didik itu sendiri.

Berdasarkan berbagai keterangan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa pendekatan konstruktivisme memberikan kebebasan kepada siswa untuk belajar menemukan sendiri kompetensi dan pengetahuannya guna mengembangkan kemampuan yang sudah ada pada dirinya.

Ciri-Ciri Pendekatan Konstruktivisme

Dalam penerapannya pendekatan konstruktivisme memiliki ciri-ciri yang membedakan dengan pendekatan pembelajaran lainnya. Menurut Siroj dalam (Susanto, 2014) ciri-ciri pembelajaran konstruktivisme adalah sebagai berikut.

  1. Menyediakan pengalaman belajar dengan mengaitkan pengetahuan yang telah dimiliki siswa sedemikian rupa sehingga belajar melalui proses pembentukan pengetahuan.
  2. Menyediakan berbagai alternatif pengalaman belajar, tidak semua mengerjakan tugas yang sama, misalnya suatu masalah dapat diselesaikan dengan berbagai cara.
  3. Mengintegrasikan pembelajaran dengan situasi yang realistik dan relevan dengan melibatkan pengalaman konkret, misalnya untuk memahami suatu konsep melalui kenyataan kehidupan sehari-hari.
  4. Mengintegrasikan pembelajaran sehingga memungkinkan terjadinya transmisi sosial yaitu terjadinya interaksi dan kerja sama seseorang dengan orang lain atau dengan lingkungannya, misalnya interaksi dan kerjasama antara siswa, guru, dan siswasiswa.
  5. Memanfaatkan berbagai media termasuk komunikasi lisan dan tertulis sehingga pembelajaran menjadi lebih efektif.
  6. Melibatkan siswa secara emosional dan sosial sehingga menjadimenarik dan siswa mau belajar.

Karakteristik Pendekatan Konstruktivisme

Pendekatan konstruktivisme memiliki beberapa karakter yang dapat dilihat dari proses pembelajarannya. Karakteristik pendekatan konstruktivisme menurut Hanafiah dan Suhana (dalam Wardoyo, 2013, hlm. 38) adalah sebagai berikut.

  1. Proses pembelajaran berpusat pada peserta didik.
  2. Proses pembelajaran merupakan proses integrasi pengetahuan baru dengan pengetahuan lama yang dimiliki peserta didik.
  3. Pandangan yang berbeda di antara peserta didik dihargai sebagai tradisi dalam proses pembelajaran.
  4. Dalam proses pembelajaran peserta didik didorong untuk menemukan berbagai kemungkinan dan menyintesiskan secara terintegrasi.
  5. Proses pembelajaran berbasis masalah dalam rangka mendorong peserta didik dalam proses pencarian yang alami.
  6. Proses pembelajaran mendorong terjadinya kooperatif dan kompetitif di kalangan peserta didik secara aktif, kreatif, inovatif, dan menyenangkan.
  7. Proses pembelajaran dilakukan secara kontekstual yaitu peserta didik dihadapkan kedalam pengalaman nyata.

Kelebihan Pendekatan Konstruktivisme

Menurut Riyanto (2014, hlm. 155) pendekatan konstruktivisme memiliki kelebihan-kelebihan sebagai berikut.

  1. Dengan menggunakan pendekatan konstruktivisme siswa akan aktif dalam pembelajaran.
  2. Menjadikan proses pembelajaran tersebut menyenangkan dan lebih bermakna bagi siswa.
  3. Siswa membangun sendiri pengetahuannya maka siswa tidak mudah lupa dengan pengetahuannya.
  4. Suasana dalam proses pembelajaran menyenangkan karena menggunakan realitas kehidupan sehingga siswa tidak cepat bosan belajar.
  5. Siswa merasa dihargai dan semakin terbuka, karena setiap jawaban siswa ada penilaiannya.
  6. Memupuk kerjasama dalam kelompok.

Kekurangan Pendekatan Konstruktivisme

Selain memiliki kelebihan pendekatan konstruktivisme juga memiliki kekurangan. Beberapa kekurangan pendekatan konstruktivisme meliputi beberapa poin di bawah ini.

  1. Siswa masih kesulitan dalam menemukan sendiri jawabannya.
  2. Membutuhkan waktu yang lama terutama bagi siswa yang lemah.
  3. Siswa yang pandai kadang-kadang tidak sabar dalam menanti temannya yang belum selesai.
  4. Siswa memerlukan waktu beradaptasi dengan proses belajar mengajar yang baru (Riyanto, 2014, hlm. 156).

Berbagai kelemahan pendekatan konstruktivisme di atas dapatlah ditolerir, yakni dengan cara guru harus membimbing siswa agar dapat menemukan jawabannya, kemudian guru menambah waktu belajar bagi siswa yang lemah dalam proses pembelajaran, serta memberikan nasehat agar menghargai teman dalam belajar sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.

Langkah-Langkah Pendekatan Konstruktivisme

Suatu pendekatan pembelajaran tentunya dapat memiliki langkah-langkah atau prosedur yang harus dilaksanakan agar tujuan pendekatan ini tercapai serta memberikan hasil belajar yang diharapkan. Menurut Suprijono (2015) langkah-langkah dalam pendekatan konstruktivisme adalah sebagai berikut.

  1. Orientasi,
    merupakan fase untuk memberi kesempatan kepada siswa memerhatikan dan mengembangkan motivasi terhadap topik materi pembelajaran.
  2. Elisitasi,
    merupakan tahap untuk membantu siswa menggali ide-ide yang dimilikinya dengan memberi kesempatan kepada siswa untuk mendiskusikan atau menggambarkan pengetahuan dasar atau ide mereka melalui poster, tulisan yang dipresentasikan kepada seluruh siswa.
  3. Rekonstruksi ide,
    dalam tahan tahap ini siswa melakukan klarifikasi ide dengan cara mengontraskan ide-idenya dengan ide orang lain atau teman melalui diskusi. Berhadapan dengan ide-ide lain seseorang dapat terangsang untuk merekonstruksi gagasanya, kalau tidak cocok. Sebaliknya menjadi lebih yakin jika gagasanya cocok.
  4. Aplikasi ide,
    dalam langkah ini ide atau pengetahuan yang telah dibentuk siswa perlu diaplikasikan pada macam-macam situasi yang dihadapi. Hal ini akan membuat pengetahuan siswa lebih lengkap bahkan lebih rinci.
  5. Reviu,
    dalam fase ini memungkinkan siswa mengaplikasikan pengetahuannya pada situasi yang dihadapi sehari-hari, merevisi gagasanya dengan menambah suatu keterangan atau dengan cara mengubahnya menjadi lebih lengkap. Jika hasil reviu kemudian dibandingkan dengan pengetahuan awal yang telah dimiliki, maka akan memunculkan kembali ide-ide (elicitasi) pada diri siswa.

Sementara itu, menurut Riyanto (2014, hlm. 146) langkah-langkah dalam pendekatan konstruktivisme adalah sebagai berikut.

  1. Apersepsi,
    guru mendorong siswa agar mengemukakan pengetahuan awal mengenai konsep yang akan dibahas.
  2. Eksplorasi,
    pada tahap ini siswa mengungkapkan dugaan sementara terhadap konsep yang akan dipelajari.
  3. Refleksi,
    pada tahap ini siswa menganalisis dan mendiskusikan apa yang telah dilakukan.
  4. Aplikasi,
    diskusi dan penjelasan konsep, pada tahap ini guru memberikan penekanan terhadap konsep-konsep esensial melalui penjelasan konsep, kamudian siswa membuat kesimpulan melalui bimbingan guru dan menerapkan pemahaman konsep.

Referensi

  1. Ansari, Bansu. (2016). Komunikasi Matematik Strategi Berfikir dan Manajemen Belajar. Banda Aceh: Pena.
  2. Karli & Yuliariatiningsih. (2002). Model-Model Pembelajaran. Bandung: Bina Media Informasi.
  3. Riyanto, Yatim. (2014). Paradigma Baru Pembelajaran: Sebagai Referensi bagi Pendidik dalam Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas. Jakarta: Prenada Media.
  4. Suprijono, Agus. (2015). Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
  5. Wardoyo, Sigit Mangun. (2013). Pembelajaran Konstruktivisme. Bandung: Alfabeta.

Gabung ke Percakapan

1 Komentar

  1. detail dan jelas. juga memudahkan saya untuk mengetahui pengertian dan pemahaman tentang teori itu sendiri. terima kasih.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *