Pengertian Pendidik

Pendidik adalah semua orang atau siapa saja yang berusaha dan memberikan pengaruh terhadap pembinaan orang lain (peserta didik) agar tumbuh dan berkembang potensinya menuju kesempurnaan (Hidayat & Abdillah, 2019, hlm. 86). Dengan demikian, pendidik sejatinya tidak hanya terbatas pada guru atau dosen saja, akan tetapi bisa jadi orang tua, fasilitator, atau sebutan lain sesuai dengan kekhususannya.

Sementara itu, berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab XI pasal 39, pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.

Dalam praktiknya pendidik yang menyelenggarakan pendidikan di lembaga pendidikan disebut sebagai tenaga pendidik. Dalam Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I pasal 1, Tenaga pendidik meliputi guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.

Selanjutnya, dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mengartikan bahwa Guru adalah pendidik dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.

Sementara itu, Bukhari Umar (dalam Hidayat & Abdillah, 2019, hlm. 87) menjelaskan bahwa pendidik adalah orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik dengan upaya mengembangkan seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif (rasa), kognitif (cipta), maupun psikomotorik (karsa). Pendidik tersebut terbagi menjadi dua, yaitu pendidik kodrat dan pendidik jabatan dengan penjelasan sebagai berikut.

1. Pendidik Kodrat

Orang dewasa yang mempunyai tanggung jawab utama terhadap anak adalah orang tuanya. Orang tua disebut pendidik kodrat karena mereka mempunyai hubungan darah dengan anak. Namun, karena orang tua kurang memiliki kemampuan, waktu dan sebagainya untuk memberikan pendidikan yang diperlukan anaknya, maka mereka menyerahkan sebagian tanggung jawabnya kepada orang dewasa lain untuk membimbingnya seperti guru di sekolah, guru agama di masjid, pemimpin pramuka, dan tokoh-tokoh masyarakat.

Berdasarkan hal di atas, orang tua menjadi pendidik utama dan terutama bagi anak-anaknya. Ia harus menerima, mencintai, mendorong dan membantu anak aktif dalam kehidupan bersama (kekerabatan) agar anak memiliki nilai hidup, jasmani, nilai keindahan, nilai kebenaran, nilai moral, nilai keagamaan dan bertindak sesuai dengan nilai-nilai tersebut sebagai perwujudan dan peran mereka sebagai pendidik.

2. Pendidik Jabatan

Pendidik di sekolah seperti guru, konselor, dan administrator disebut pendidik karena jabatan. Sebutan ini disebabkan mereka ditugaskan untuk memberikan pendidikan dan pengajaran di sekolah, yaitu mentransformasikan kebudayaan secara terorganisasi demi perkembangan peserta didik (siswa), khususnya di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.

Menurut Umar (dalam Hidayat & Abdillah, 2019, hlm. 88) pendidik jabatan adalah orang lain (tidak termasuk anggota keluarga) yang karena keahliannya ditugaskan mendidik guna melanjutkan pendidikan yang telah dilaksanakan oleh orangtua dalam keluarga. Pada hakikatnya, pendidik jabatan membantu orang tua dalam mendidik anak karena orang tua memiliki berbagai keterbatasan. Berbeda dari pendidik kodrat, pendidik jabatan dituntut memiliki berbagai kompetensi sesuai dengan tugasnya.

Berdasarkan pengertian pendidik menurut para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidik adalah orang yang bertanggung jawab terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak didiknya meliputi aspek jasmani dan rohani, baik potensi afektif (rasa), kognitif (cipta), maupun psikomotorik (karsa) untuk menuntunnya ke arah yang lebih baik.

Kompetensi Pendidik Jabatan (Guru)

Untuk menjadi guru yang profesional tidaklah mudah, karena harus memiliki berbagai kompetensi keguruan. Menurut Sagala (dalam Hidayat & Abdillah, 2019, hlm. 88) kompetensi adalah kemampuan melaksanakan sesuatu yang diperoleh melalui pendidikan dan latihan. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2005 Pasal 10 menyatakan bahwa kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.

1. Kompetensi Pedagogik

Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan dalam pengelolaan peserta didik, yang meliputi:

  1. Pemahaman wawasan guru akan landasan dan filsafat pendidikan;
  2. Guru memahami potensi dan keberagaman peserta didik, sehingga dapat didesain strategi pelayanan belajar sesuai keunikan peserta didik;
  3. Guru mampu mengembangkan kurikulum/silabus dalam bentuk dokumen maupun implementasi dalam bentuk pengamalan belajar.
  4. Guru mampu menyusun rencana dan strategi pembelajaran berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar;
  5. Mampu melaksanakan pembelajaran yang mendidik dengan suasana dialogis dan interaktif;
  6. Mampu melakukan evaluasi hasil belajar dengan memenuhi prosedur dan standar yang dipersyaratkan;
  7. Mampu mengembangkan bakat dan minat peserta didik melalui kegiatan intrakulikuler dan ekstrakulikuler untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya (Hidayat & Abdillah, 2019, hlm. 88).

Sementara itu, kompetensi pedagogik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 74 Tahun 2008 merupakan kemampuan Guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik yang sekurang-kurangnya meliputi:

  1. pemahaman wawasan atau landasan kependidikan;
  2. pemahaman terhadap peserta didik;
  3. pengembangan kurikulum atau silabus;
  4. perancangan pembelajaran;
  5. pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis;
  6. pemanfaatan teknologi pembelajaran;
  7. evaluasi hasil belajar; dan
  8. pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya (dalam Hidayat & Abdillah, 2019, hlm. 89).

2. Kompetensi Kepribadian

Standar Nasional Pendidikan, menjelaskan pasal 28 ayat (3) butir b, dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. Kompetensi kepribadian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 74 Tahun 2008 sekurang-kurangnya mencakup kepribadian yang:

  1. beriman dan bertakwa;
  2. berakhlak mulia;
  3. arif dan bijaksana;
  4. demokratis;
  5. mantap;
  6. berwibawa;
  7. stabil;
  8. dewasa;
  9. jujur;
  10. sportif;
  11. menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat;
  12. secara objektif mengevaluasi kinerja sendiri; dan
  13. mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan.

3. Kompetensi Profesional

Standar Nasional Pendidikan, menjelaskan pasal 28 ayat (3) butir c dikemukakan bahwa yang dimaksud kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan.

Kompetensi profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 74 Tahun 2008 merupakan kemampuan Guru dalam menguasai pengetahuan bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dan budaya yang diampunya yang sekurang-kurangnya meliputi penguasaan:

  1. materi pelajaran secara luas dan mendalam sesuai dengan standar isi program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan/atau kelompok mata pelajaran yang akan diampu; dan
  2. konsep dan metode disiplin keilmuan, teknologi, atau seni yang relevan, yang secara konseptual menaungi atau koheren dengan program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan/atau kelompok mata pelajaran yang akan diampu.

4. Kompetensi Sosial

Standar Nasional Pendidikan, menjelaskan pasal 28 ayat (3) butir d dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi sosial adalah kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.

Kompetensi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 74 Tahun 2008 merupakan kemampuan Guru sebagai bagian dari Masyarakat yang sekurang-kurangnya meliputi kompetensi untuk:

  1. berkomunikasi lisan, tulis, dan/atau isyarat secara santun;
  2. menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional;
  3. bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, pimpinan satuan pendidikan, orang tua atau wali peserta didik;
  4. bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar dengan mengindahkan norma serta sistem nilai yang berlaku; dan
  5. menerapkan prinsip persaudaraan sejati dan semangat kebersamaan.

Referensi

  1. Hidayat, R.,& Abdillah. (2019). Ilmu pendidikan: konsep, teori, dan aplikasinya. Medan: Penerbit LPPPI.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *