Kita semua pasti sempat berpikiran bahwa untuk meraih kesuksesan, maka yang harus kita lakukan adalah cukup dengan mengikuti passion saja.

Passion dianggap sebagai bahan bakar kuat untuk meraih impian yang bermakna bagi kita. Sayangnya hal tersebut sebetulnya kurang tepat,

Karena kenyataannya passion atau hasrat akan aktualisasi diri berada pada hierarki tertinggi dalam piramida kebutuhan manusia.

Logika sederhananya, tanpa memenuhi kebutuhan dasar seperti makan dan minum, kita tidak akan bisa bertahan hidup, apalagi mewujudkan hasrat.

Bahkan seseorang yang terlahir di keluarga mapan saja belum tentu telah mendapatkan semua rentetan kebutuhan di bawah passion.

Hal itu karena hierarki kebutuhan manusia yang sesungguhnya bersifat mendesak, tidak tahu ampun, dan harus dilewati secara runut.

Jika tidak, maka seseorang tak akan benar-benar mampu menaiki piramida kebutuhannya.

Apalagi salah satu poinnya menyangkut kebutuhan untuk dicintai yang maknanya amatlah variatif bagi setiap individu.

Artinya, hanya mengejar passion itu salah kaprah, karena terdapat urutan kebutuhan lain yang harus dilampaui terlebih dahulu untuk menggapainya.

Hierarki Kebutuhan Manusia

Menurut Saleh (2018, hlm. 198) hierarki kebutuhan manusia adalah teori yang dikemukakan oleh Maslow, tokoh psikologi humanistik yang menyatakan bahwa ada lima macam kebutuhan manusia yang berjenjang ke atas, dan kebutuhan yang lebih tinggi akan timbul jika kebutuhan yang rendah terpenuhi.

Kebutuhan pertama adalah kebutuhan fisiologis, yaitu kebutuhan akan hal-hal mendasar agar dapat bertahan hidup seperti udara, makanan, minuman, dan sebagainya.

Kebutuhan kedua adalah kebutuhan akan rasa aman yang berhubungan dengan keamanan finansial, stabilitas, perlindungan, struktur yang teratur, bebas dari rasa takut, cemas, dan lain-lain.

Kebutuhan selanjutnya yang akan muncul adalah kebutuhan untuk dimiliki dan dicintai yang berarti seseorang ingin mempunyai hubungan yang hangat dan akrab dengan saudara, maupun merasakan kesetiakawanan dengan orang lain.

Selanjutnya, ketika seseorang telah merasa dimiliki maka akan muncul kebutuhan untuk memiliki harga diri yang konotasinya mungkin terdengar negatif. Namun kebutuhan ini sebetulnya berkaitan dengan kompetensi, kekuatan, dan kemandirian seseorang. Pengakuan atau penghargaan hanyalah bonus yang menyertainya. Harga diri akan berdampak pada rasa percaya diri dan inilah yang membuatnya suatu kebutuhan penting dalam hidup manusia.

Lalu di urutan kelima inilah kebutuhan akan aktualisasi diri muncul dan dapat sepenuhnya dicapai. Kebutuhan aktualisasi diri adalah berbagai kebutuhan untuk mencapai potensi maksimal dan menggapai sesuatu yang sangat berarti dalam hidup seseorang.

Kebutuhan ini sangatlah kompleks dan bervariasi untuk setiap individu. Bahkan kebutuhan ini terbagi atas 17 kebutuhan meta yang tidak berurutan namun bersifat saling mengisi.

Dampak Tidak Dipenuhinya Kebutuhan

Hierarki lima kebutuhan manusia dari Maslow sifatnya berurutan dan untuk bisa mendapatkan kebutuhan yang lebih tinggi, kebutuhan yang sebelumnya haruslah benar-benar terpenuhi dahulu.

Jika tidak, ada kecenderungan kebutuhan seseorang seakan berubah naik dan turun secara tidak teratur.

Contohnya jika sebetulnya kebutuhan rasa aman seseorang belum sepenuhnya terpenuhi, ia akan merasa membutuhkan harga diri dulu, lalu kemudian malah ingin mendapatkan aktualisasi diri terlebih dahulu.

Saat seseorang mengalami hal ini, Maslow berpendapat bahwa orang itu sedang mengalami semacam gangguan mental dengan gejala sulit baginya untuk mendapatkan kebutuhan yang sebetulnya benar-benar ia butuhkan. Hal itu karena keinginannya sendiri bukanlah hal yang sebenarnya ia butuhkan.

Dalam keadaan seperti ini, keinginan kita sendiri menjadi tidak dapat dipercaya, dan satu-satunya cara untuk mengatasinya adalah dengan benar-benar memenuhi kebutuhan yang tengah dibutuhkan sebelum merangkak naik ke kebutuhan selanjutnya.

Pada contoh ini, seseorang seharusnya menggapai kebutuhan rasa aman, ingin dimiliki, dan harga diri dulu sebelum merangkak naik ke aktualisasi diri.

Misalnya, bisa jadi rasa aman yang ia dapatkan selama ini masih bergantung pada orang tuanya, atau memang belum memberikan rasa aman yang cukup. Dengan demikian, seharusnya ia berusaha mendapatkan penghasilan stabil, menjalin pertemanan, dan meningkatkan kompetensinya terlebih dahulu, baru mengejar passion.

Kefanaan Passion

Namun demikian passion atau hasrat akan aktualisasi diri tetap memegang peranan penting dalam hidup seseorang. Saat aktualisasi diri tak terpenuhi, maka manusia akan mengalami kekosongan. Hanya saja, passion bukanlah satu-satunya faktor yang menentukan hidup seseorang. Belum lagi apa yang kita senangi bisa jadi bukanlah apa yang benar-benar menjadi aktualisasi diri.

Berbagai penelitian mengenai kesuksesan menunjukkan bahwa seseorang yang sukses dan sangat mahir di bidangnya diketahui tidak hanya fokus pada satu bidang saja. Semasa muda atau saat mengawali karier, mereka lebih banyak mengeksplorasi berbagai bidang sekaligus hingga akhirnya benar-benar tahu apa yang sesungguhnya mereka sukai dan apa yang mereka bisa lakukan secara maksimal.

Mungkin arti hidup, sukses, dan aktualisasi diri bagi setiap orang itu berbeda. Sayangnya, realita sosial berkata lain dan bukan kita sendiri yang menentukannya. Konstruksi sosialah yang membentuknya, yakni pandangan orang di sekitar, bahkan seluruh dunia di era digital yang seakan tak mengenal batas geografis ini. Dengan kata lain lingkungan juga memiliki pengaruh kuat akan hasrat dan keinginan kita sendiri.

Seseorang yang mampu mengabaikan konstruksi sosial hanyalah orang-orang yang telah mendapatkan semua kebutuhannya atau tiba-tiba mendapatkannya dalam sekali duduk dan sudah lupa akan prosesnya sendiri. Dengan kata lain, hanya sebagian kecil orang beruntung yang mampu melakukannya.

Pada akhirnya, hasrat, bahkan kerja keras saja tidak akan cukup untuk meraih impian. Pencapaian hasrat akan aktualisasi diri dan kesuksesan itu ditentukan oleh banyak faktor. Bahkan harus terjadi kompromi pula terhadap berbagai faktor eksternal yang menyelubunginya.

Misalnya, bisa jadi ternyata bidang yang kita gemari selama ini tidaklah sesuai dengan apa yang kita bayangkan karena ternyata lebih mengenai konstruksi sosial dibandingkan dengan kemajuan bidangnya sendiri. Saat hal ini terjadi, lebih baik cari kemungkinan dan sub-bidang lain yang lebih menunjang passion kita yang sebenarnya.

Meraih Aktualisasi Diri yang Sebenarnya

Selain itu bukan hanya kita sendiri yang harus bahagia, karena kenyataannya rasa gembira adalah perasaan yang hanya bisa didapatkan dengan melibatkan orang lain. Ya, mungkin terdengar gila, akan tetapi kegembiraan itu memang bersifat sosial, yaitu melibatkan orang lain di sekitar yang merasakannya.

Seperti bagaimana akan menjadi kebahagiaan tersendiri di benak hati, apabila kita mampu membahagiakan orang tua atau orang lain yang berarti bagi kita, bahkan jika bayarannya sendiri adalah hilangnya sebagian kebahagiaan kita.

Dengan begitu, meskipun konstruksi sosial tampak palsu dan tidak mewakili hasrat individu, tidak dapat kita pungkiri bahwa keberadaannya adalah nyata dan akan selalu bergesekan dengan kepentingan pribadi kita.

Jika kita telah mampu memenuhi kebutuhan fisiologis, rasa aman, keinginan untuk dimiliki, dan harga diri, maka kebutuhan akan aktualisasi diri akan menemukan jalannya sendiri di tengah kesuksesan palsu yang telah kita raih.

Belum lagi, passion atau hasrat akan aktualisasi diri terkadang memang lebih baik untuk sebatas menjadi hobi. Dengan begitu, passion kita akan tetap murni tanpa diganggu oleh desakan finansial maupun pasar. Apalagi saat passion menjadi pekerjaan ia akan menjadi suatu hal yang menjemukan karena telah berubah menjadi rutinitas.

Bekerja atau hidup hanya berdasarkan passion rasanya sudah tidak relevan di zaman yang sudah serba jenuh ini, semua lahan telah terisi bahkan meluap oleh orang-orang yang telah kehilangan impiannya.

Bukankah lebih baik untuk melakukan hal yang dapat kita selesaikan sebaik mungkin hingga kita mampu membantu banyak orang?

Semakin banyak orang yang merasa terbantu, semakin banyak pula orang-orang yang ingin membantu kita untuk menjadi sukses, bahagia, dan menggapai aktualisasi diri yang kita impikan.

Bacaan Lanjut

Baca juga: Teori Humanistik dalam Psikologi (Maslow & Rogers)

Baca juga: Teori Belajar Humanistik : Pengertian, Ciri, Tujuan & Prinsip

Referensi

  1. Saleh, A.A. (2018). Pengantar psikologi. Makassar: Penerbit Aksara Timur.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *