Seni merupakan bidang yang banyak diminati oleh khalayak. Berbagai wujud, media, dan genre yang diusung juga tidak pernah berhenti bermunculan. Selain diminati dari segi keprofesian, seni juga banyak dikonsumsi dan dinikmati oleh seluruh masyarakat. Namun demikian, seni sebagai profesi memiliki banyak sekali limitasi di hari ini.

Ambil contoh dari para pemusik yang kini tengah menghadapi masa distrupsi besar dari berbagai media baru. Sudah bukan rahasia umum bahwa hanya sedikit orang yang dapat mencari nafkah di jalur ini. Kini, bahkan seseorang yang katakanlah sudah boleh dianggap sohor dalam bidang ini juga kesulitan untuk mendapatkan uang.

Mengapa? karena kini industri musik sudah tidak bisa mendapatkan keuntungan dari berjualan produk fisik seperti dahulu. Musik atau karya yang dapat didistribusikan melalui format digital mengalami kerugian yang luar biasa.

Mengapa? sudah dapat ditebak bahwa sesuatu yang digital ini dapat disebarkan dengan mudah, cepat, dan gratis lewat internet. Bahkan, industri video dewasa jepang juga mengalami permasalahan yang sama. Ya, terlalu banyak yang membajak karya mereka, dan pembajakan ini sudah tidak mungkin untuk dapat dihentikan di masa kini.

Tentunya terdapat berbagai solusi yang ditawarkan mengenai masalah ini, misalnya platform music shop seperti spotify, joxx, dan iTunes, atau lewat monetisasi iklan dari Youtube. Kini, aplikasi semacam ini adalah sumber utama dari penjualan karya.

Hal tersebut mungkin terdengar positif, konsumen bisa mendapatkan banyak musik yang mereka inginkan hanya dengan berlangganan dengan biaya yang relatif murah jika dibandingkan dengan membeli copy dari suatu album.

Namun demikian banyak musisi yang merasa tidak mendapatkan penghasilan yang sesuai. Hal ini terjadi karena dalam penjualan skala besar, harga “penjualan” musik menjadi jauh lebih murah. Belum lagi, terdapat komisi yang harus diberikan pada pihak ketiga yang mendistribusikan musik. Ya, spotify, joox, bahkan iTunes tidak menerima submisi langsung dari musisi, mereka harus menggunakan jasa Agregrator.

Kenapa harus menggunakan Agregator yang akan menarik komisi pada karya mereka? only god knows why. Tentunya akan ada banyak alasan yang dapat dimasukan untuk menjawab pertanyaan tersebut. Mulai dari masalah hak cipta, memastikan keaslian kepemilikan karya, dsb.

Namun dibalik kecemasan itu, kini mulai bermunculan pula berbagai solusi lain dari “pembiayaan” para seniman ini. Mulai dari patreon yang memungkinkan fans untuk memberikan support finansial secara langsung lewat langganan bulanan, atau menjualnya dalam bentuk NFT.

Sayangnya, solusi atau upaya teranyat semacam ini masih terhitung sangat baru dan belum dapat menjangkau seluruh seniman yang membutuhkannya. Pada kenyataannya, hingga kini permasalahan starving artist ini belum memiliki solusi konkret yang menyeluruh dan merata.

Kepelikan moneter ini merupakan salah satu hal yang menyebabkan banyak orang yang menyukai dan berminat untuk menjadi seniman kemudian menyerah, dan memilih bidang lain yang menjanjikan. Hanya sekumpulan orang hebat yang terpilih dan dapat bertahan diterpa deraan permasalahan penghasilan seniman ini.

Padahal, bidang seni adalah salah satu penopang kreativitas yang paling kuat, dan kreativitas adalah cikal bakal inovasi. Tanpa kreativitas kita tidak akan mengalami perkembangan yang dapat membawa manusia ke tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi.

Selain itu, kreativitas juga diperkirakan menjadi kemampuan yang sangat dibutuhkan di masa depan. Mengapa? saat semua hal dapat diotomasi oleh komputer, saat semua pekerjaan statistik dapat dipikirkan dan ditebak oleh A.I, beberapa bidang yang masih dapat dikerjakan oleh manusia adalah bidang keperawatan dan bidang kreatif.

Ya, karena itulah seni memiliki masa depan yang cerah. Pekerjaan yang membutuhkan banyak kesabaran, empati, dan kerja keras akan sangat dibutuhkan di zaman yang semakin serba otomatis yang dimotori oleh A.I.

Oleh karena itu, amat disayangkan apabila kita adalah salah satu dari seniman yang menyerah karena hal finansial. Tentunya, hal ini juga tidak berarti kita dapat seenaknya menanggalkan kebutuhan finansial. Balance atau keseimbangan adalah kuncinya. Intinya, jangan menyerah dalam bidang yang luar biasa ini, namun kita juga harus tetap mengambil jalan tengah agar kita dapat terus bertahan hingga masa keemasan seni muncul lagi.

Bahkan tanpa mengalami masa keemasan itu saja, rasanya kita dapat mulai mengalami gold rush dari semakin matang dan berkembangnya platform-platform seni baru yang pada suatu titik akan mampu menyelesaikan permasalahan starving artist.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *