Albert Bandura merupakan salah satu tokoh utama yang mengembangkan social learning theory atau teori belajar Ssosial. Social learning theory adalah teori mengenai perilaku belajar manusia yang pada intinya menganggap belajar dilakukan secara internal oleh individu dengan cara melakukan observasi terhadap perilaku kelompok sosial, tidak hanya berdasarkan respons akan stimulus eksternal saja.

Teori ini juga sering disebut sebagai sociobehavioristic Approach karena merupakan sudut pandang sosial dari teori behaviorisme. Selanjutnya teori ini disebut sebagai Social Cognitive Theory pula karena menyangkut kecerdasan atau proses mental kognitif seseorang dalam sudut pandang sosial.

Social learning theory merupakan turunan teori behaviorisme yang dianggap jauh lebih memanusia dan dapat diaplikasikan dengan lebih baik di zaman ini. Seperti yang diungkapkan oleh Nurjan (2016, hlm. 69) bahwa Social Learning Theory dikembangkan oleh Albert Bandura yang oleh banyak ahli dianggap sebagai seorang behavioris masa kini yang moderat, karena Bandura memandang tingkah laku manusia bukan semata-mata refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond), melainkan juga akibat reaksi yang ditimbulkan sebagai hasil interaksi lingkungan dengan skema kognitif manusia itu sendiri.

Albert Bandura menerima apa yang dikemukakan oleh Skinner (tokoh behaviorisme), yaitu bahwa perilaku dapat berubah karena reinforcement. Akan tetapi ia juga berpendapat bahwa perilaku dapat berubah tanpa adanya reinforcement secara langsung, yaitu melalui vicarious reinforcement atau penguatan dari pihak lain, yaitu melalui observasi terhadap orang lain dan konsekuensi dari perilakunya (Saleh, 2018, hlm. 106). Observasi terhadap orang lain di lingkungan sosial inilah yang kemudian menjadi inti dari teori belajar sosial.

Pengertian Social Learning Theory

Pada mulanya, teori belajar sosial disebut sebagai observational learning, yaitu belajar dengan jalan mengamati perilaku orang lain. Selanjutnya, observasional learning dianggap merupakan bagian dari teori belajar sosial atau social learning theory yang menjelaskan bahwa seseorang mempelajari perilaku sosial dengan melakukan pengamatan dan imitasi terhadap orang lain di lingkungan sosial mereka yang telah  mendapatkan ganjaran (reward) dan hukuman (punishment) dari perilaku yang telah mereka lakukan (Mulyadi dkk, 2016, hlm. 37).

Sementara itu, menurut Saleh (2018, hlm. 106) social learning theory adalah teori yang menganggap perilaku tidak hanya otomatis dipicu oleh stimulus luar seperti pada teori behaviorisme saja, akan tetapi dapat dilakukan dari dalam individu sendiri (self-activated) dengan cara melakukan observasi terhadap model dan contoh yang telah mendapatkan stimulus dan memberikan respons lengkap dengan konsekuensinya di lingkungan sosial.

Prinsip dasar belajar hasil temuan Bandura termasuk mengenai pembelajaran sosial dan moral pula. Menurut teori ini, belajar terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling). Contohnya, seorang siswa/siswi dapat belajar untuk mengubah perilakunya melalui penyaksian cara orang atau sekelompok orang mereaksi atau merespons sebuah stimulus tertentu untuk mengantisipasi adanya kekerasan berbasis gender dan perbedaan sosial di sekolah (Nurjan, 2016, hlm.69 ).

Proses Belajar Sosial

Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya, iIde utama dalam teori belajar sosial adalah bahwa perilaku seseorang saat ini merupakan hasil dari pengalaman sebelumnya. Dalam situasi tertentu, seseorang belajar sebuah perilaku, seiring berjalannya waktu perilaku tersebut bisa menjadi kebiasaan. Ketika dia berhadapan dengan situasi serupa, orang tersebut cenderung berperilaku sesuai dengan kebiasaan yang pernah dilakukannya (Taylor dkk 2009 dalam Maryam, 2018, hlm. 21).

Dengan demikian, proses belajar sosial bukanlah teori alternatif yang dapat menggantikan teori belajar sebelumnya. Justru teori belajar sosial adalah salah satu proses tambahan yang akan dilakukan oleh individu. Dapat dikatakan bahwa proses belajar sosial terdiri atas  tiga mekanisme umum yang di antaranya adalah sebagai berikut.

  1. Pertama adalah asosiasi atau pengkondisian klasik yang diperkenalkan oleh Pavlov.
  2. Kedua adalah penguatan (reinforcement), yang dipelajari oleh Skinner.
  3. Mekanisme ketiga adalah belajar dengan mengamati (observational learning).

Social Learning Theory dalam Pendidikan

Seperti teori psikologi lainnya, teori belajar sosial telah diimplementasikan pada dunia pendidikan sejak lama. Dalam bidang pendidikan, asumsi dasar yang menjadi landasan penyelenggaraan pembelajaran yang diambil dari sudut pandang teori Albert Bandura adalah sebagai berikut.

  1. Pembelajaran pada hakikatnya berlangsung  melaluiproses  peniruan (imitation) atau  pemodelan  (modeling).
  2. Dalam imitation atau modeling individu dipahami sebagai pihak yang memainkan peran aktif dalam menentukan perilaku mana  yang hendak  ia tiru dan  juga  frekuensi serta intensitas peniruan yang hendak ia jalankan.
  3. Imitation atau modeling adalah jenis pembelajaran perilaku tertentu yang dilakukan tanpa harus melalui pengalaman langsung.
  4. Dalam Imitation atau modeling terjadi penguatan tidak langsung pada perilaku tertentu yang sama efektifnya dengan penguatan langsung untuk memfasilitasi dan menghasilkan peniruan. Individu dalam penguatan tidak langsung perlu menyumbangkan komponen kognitif tertentu (seperti kemampuan mengingat dan mengulang) pada pelaksanaan proses peniruan.
  5. Mediasi internal  sangat penting  dalam  pembelajaran,  karena  saat  terjadi  adanya  masukan  indrawi  yang menjadi dasar pembelajaran dan perilaku dihasilkan, terdapat operasi internal yang mempengaruhi hasil akhirnya (Salkind, 2004, hlm. 211-213).

Pembelajaran Modeling

Salah satu implementasi konkret dari teori Albert Bandura dalam dunia pendidikan adalah Pembelajaran Modeling. Manusia belajar melakukan antisipasi terhadap penguat yang akan muncul  dalam  situasi tertentu, dan perilaku antisipasi awal ini menjadi langkah awal dalam  banyak  tahapan  perkembangan.

Individu tidak memiliki kemampuan untuk melihat masa depan, akan tetapi mereka dapat mengantisipasi konsekuensi-konsekuensi apa yang akan muncul dari perilaku tertentu berdasarkan apa yang mereka pelajari dari pengalaman baik dan buruk yang telah dialami orang lain. Selain itu, yang lebih penting lagi adalah mereka tidak harus menjalani sendiri pengalaman tersebut.

Dengan demikian, inti dari pembelajaran modeling adalah:

  1. Mencakup penambahan dan pencarian perilaku yang diamati, untuk  kemudian  melakukan generalisasi dari satu pengamatan ke pengamatan lain;
  2. Modeling melibatkan proses-proses kognitif, jadi tidak hanya meniru, akan tapi  menyesuaikan diri dengan tindakan orang lain dengan representasi informasi secara simbolis dan menyimpannya untuk  digunakan di masa depan;
  3. Karakteristik modeling sangat penting, manusia lebih  menyukai  model  yang  statusnya  lebih  tinggi daripada sebaliknya, pribadi yang berkompeten daripada  yang  tidak kompeten  dan  pribadi yang kuat daripada yang lemah. Artinya, konsekuensi dari perilaku yang dimodelkan dapat memberikan efek bagi pengamatnya.
  4. Manusia bertindak berdasarkan kesadaran tertentu mengenai apa yang bisa ditiru dan apa yang tidak bisa. Tentunya manusia mengantisipasi hasil tertentu dari modeling yang secara potensial bermanfaat (Salkind, 2004, hlm. 217).

Penjelasan lebih lanjut mengenai penerapan teori belajar sosial dalam bidang pendidikan dapat disimak pada tautan di bawah ini.

Baca juga: Teori Belajar Sosial (Observational Learning)

Teori Belajar Sosial sebagai Perspektif Psikologi Sosial

Sebagai pisau analisis psikologi sosial, perspektif belajar sosial ini memiliki kemiripan dengan perspektif sosiokultural, di mana keduanya melihat bahwa perilaku sosial individu dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya. Perbedaannya adalah pada perspektif belajar sosial lebih menekankan faktor pengalaman masa lalu yang dialami individu dan faktor keunikan dalam diri individu. Sedangkan perspektif sosiokultural melihat bahwa perilaku sosial disebabkan oleh lingkungan sosial yang lebih luas, seperti munculnya model pakaian, tatanan rambut, dan sebagainya (Suryanto dkk 2012 dalam Maryam, 2018, hlm. 22).

Dalam psikologi sosial, perspektif ini telah digunakan untuk menjelaskan berbagai gejala perilaku sosial, seperti agresi, altruisme (prososial), daya tarik interpersonal, prasangka, dan pembentukan sikap. Perspektif ini banyak diminati oleh para ahli psikologi social karena menekankan pada tingkah laku yang bisa diselidiki secara alamiah (objektif). Namun beberapa ahli merasa keberatan karena teori ini meminimalkan faktor-faktor internal yang mempengaruhi perilaku sosial, seperti proses berpikir (faktor kognisi) dan emosi.

Beberapa kasus kriminal yang terjadi di Indonesia, seperti pembunuhan dengan mutilasi menunjukkan bahwa perilaku ini (membunuh dengan memotong-motong tubuh korban) juga menjadi tren dalam tindak kriminalitas, mengingat dengan cara itu, pelaku kriminal dapat menghilangkan jejaknya sendiri maupun korbannya. Polisi pun membutuhkan waktu lama dalam menangani kasus tersebut. Sulitnya mengungkap kasus ini nampaknya memberikan pengalaman belajar yang menguatkan tindakan pembunuhan tersebut bagi pelaku (Suryanto dkk, 2012 dalam Maryam, 2018, hlm. 22).

Referensi

  1. Maryam, E.W. (2018). Psikologi sosial. Sidoarjo: UMSIDA Press.
  2. Mulyadi, S., Rahardjo, W., Asmarany, A.I, Pranandari, K.(2016). Psikologi sosial. Jakarta: Penerbit Gunadarma.
  3. Nurjan, Syarifan. (2016). Psikologi Belajar. Ponorogo: Wade Group.
  4. Saleh, A.A. (2018). Pengantar psikologi. Makassar: Penerbit Aksara Timur.
  5. Salkind, N. J. (2004) An Introduction to theories of human development. London: Sage  Publications.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *