Dalam perjalanannya, Negara Kesatuan Republik Indonesia mengalami berbagai dinamika persatuan dan kesatuan yang berliku. Ada masanya persatuan dan kesatuan kita sangat kukuh disatukan dalam keberagaman seperti pada masa Kebangkitan Nasional. Pernah pula kita mendapat ujian melalui berbagai gerakan separatis yang ingin memisahkan diri dari NKRI.

Namun hingga kini berbagai dinamika yang terjadi tersebut tetap mengantarkan kita pada persatuan dan kesatuan yang kokoh dan tak tergoyahkan. Oleh karena itu penting bagi kita untuk mengetahui bagaimana berbagai proses tersebut terjadi agar mampu mempertahankan dan bahkan semakin mengembangkan persatuan dan kesatuan NKRI.

Caranya dapat dimulai dari memahami sebenar-benarnya makna dan hakikat dari Negara Kesatuan Republik Indonesia sendiri.

Hakikat Negara Kesatuan Republik Indonesia

Menurut C.F Strong (1963, hlm. 84 dalam Tim Kemdikbud, 2017, hlm. 94) negara kesatuan adalah bentuk negara di mana wewenang legislatif tertinggi dipusatkan dalam suatu badan legislatif nasional. Artinya, kekuasaan Negara dipegang oleh pemerintah yang terpusat.

Negara kesatuan adalah negara bersusun tunggal, yakni kekuasaan untuk mengatur seluruh daerahnya berada di tangan pemerintah pusat. Pemerintah pusat memegang kedaulatan sepenuhnya, baik ke dalam maupun ke luar.

Negara kesatuan memiliki dua sistem, yaitu sentralisasi dan desentralisasi yang akan dijabarkan di bawah ini.

  1. Sentralisasi
    Dalam negara kesatuan bersistem sentralisasi, semua hal diatur dan diurus oleh pemerintah pusat, dan pemerintah daerah hanya menjalankan perintah-perintah dan peraturan-peraturan dari pemerintah pusat.
  2. Desentralisasi
    Sementara itu, negara kesatuan bersistem desentralisasi memberi kekuasaan kepada pemerintah daerah untuk mengatur rumah tangganya sendiri (otonomi, swatantra). Bahkan, terdapat parlemen daerah untuk menampung aspirasi rakyat di daerah.

Indonesia adalah Negara kesatuan yang menganut sistem desentralisasi melalui mekanisme otonomi daerah. Oleh karena itu, pemerintah pusat memberikan sebagian kewenangan pemerintahan kepada daerah otonom (provinsi dan kabupaten/k

ota).

Akan tetapi, ada kewenangan yang tidak diberikan kepada daerah otonom, yaitu kewenangan dalam bidang politik luar negeri, agama, yustisi, pertahanan, keamanan, moneter dan fiskal nasional.

Karakteristik Negara Kesatuan Republik Indonesia

Selain negara kesatuan yang menganut drsentralisasi, Indonesia juga memiliki berbagai karakter lain yang membuatnya berbeda dari negara kesatuan lainnya. Menurut Tim Kemdikbud (2017, hlm. 97-99) karakteristik Negara kesatuan republik Indonesia adalah sebagai berikut.

  1. Bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia sejalan dengan paham negara integralistik yang melihat bangsa sebagai suatu organisme.
  2. Negara Kesatuan Republik Indonesia bertujuan untuk menyatukan seluruh wilayah Nusantara agar menjadi negara yang besar dan kukuh dengan kekuasaan negara yang bersifat sentralistik.
  3. Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk Republik.

Karakteristik Negara Kesatuan Indonesia juga dapat dipandang dari segi kewilayahan. Pasal 25A UUD NRI Tahun 1945 menentukan bahwa “Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan oleh undang-undang”. Lalu apa yang dimaksud dengan nusantara?

Dalam buku Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan yang disusun oleh Tim Kemdikbud (2017, hlm. 99) dijelaskan bahwa karakteristik negara kesatuan republik Indonesia berdasarkan konsep wawasan nusantara yang maksudnya adalah menggambarkan kesatuan wilayah perairan dan gugusan pulau-pulau Indonesia yang terletak di antara Samudra Pasifik dan Samudra Indonesia serta di antara Benua Asia dan Benua Australia.

Kesatuan tersebut juga dibalut oleh 5 karakteristik bentuk negara kesatuan republik Indonesia yang mencakup:

  1. kesatuan politik;
  2. kesatuan hukum;
  3. kesatuan sosial budaya;
  4. kesatuan ekonomi; dan
  5. kesatuan pertahanan dan keamanan.

Dengan begitu, dapat disimpulkan bahwa meskipun wilayah Indonesia terdiri atas ribuan pulau, tetapi semuanya terikat dalam satu kesatuan negara, yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dinamika Persatuan dan Kesatuan Bangsa Indonesia dari Masa ke Masa

Jika harus kita uraikan secara singkat dinamika persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia dari masa ke masa, maka jawabannya adalah:

Persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia wujudnya sangatlah dinamis. Adakalanya persatuan dan kesatuan bangsa itu begitu kuat, seperti pada masa Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Namun ada juga masa ketika kita mendapat ujian oleh gerakan pemberontakan seperti APRA, RMS, dan DI/TII yang ingin memecah belah NKRI. Bangsa Indonesia juga pernah menganut sistem tata Negara yang berbeda pada tahun 1949-1950 sebagai Republik Indonesia Serikat. Kita juga pernah mengalami demokrasi terpimpin yang mengekang kebebasan rakyat di Masa Orde Baru pada tahun 1966-1998. Namun kita patut bersyukur karena berbagai dinamika tersebut membuat NKRI semakin kokoh bersatu dan menunjukkan eksistensinya kepada dunia seperti masa sekarang.

Sementara itu, uraian lini masa dinamika persatuan dan kesatuan Indonesia dari masa ke masa yang difokuskan kepada kondisi politik ketatanegaraan menurut Tim Kemdikbud (2017, hlm. 100-115) adalah sebagai berikut.

Persatuan dan Kesatuan Bangsa pada Masa Revolusi Kemerdekaan

Masa Revolusi Kemerdekaan terjadi pada 18 Agustus 1945 hingga 27 Desember 1949. Dalam periode ini, bentuk NRI adalah kesatuan, dengan bentuk pemerintahan Republik, di mana presiden berkedudukan sebagai kepala pemerintahan sekaligus sebagai Kepala Negara (Presidensial).

Pegangan ketatanegaraan pada periode ini adalah Undang-Undang Dasar 1945. Namun pelaksanaannya belum dapat dijalankan secara murni dan konsekuen. Hal tersebut karena bangsa Indonesia baru saja memproklamasikan kemerdekaannya. Sehingga pemerintah masih fokus terhadap upaya mempertahankan kemerdekaan dari kekuatan asing yang berusaha untuk kembali menjajah Indonesia.

Periode ini juga ditandai dengan munculnya gerakan-gerakan separatis dari dalam dengan tujuan mendirikan negara baru yang memisahkan diri dari NKRI. Adapun gerakan-gerakan separatis tersebut di antaranya adalah sebagai berikut.

  1. Pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) Madiun 1948.
  2. Gerakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) di Daerah Jawa Barat.

Persatuan dan Kesatuan Bangsa pada Masa Republik Indonesia Serikat

Federalisme pernah diterapkan di Indonesia pada rentang 27 Desember 1949 hingga 17 Agustus 1950. Pada masa ini, pegangan negara adalah Konstitusi Republik Indonesia Serikat tahun 1949. Berdasarkan konstitusi tersebut, bentuk negara kita adalah serikat atau federasi dengan 15 negara bagian.

Sistem pemerintahan yang dianut pada periode ini adalah sistem parlementer kabinet semu (quasi parlementer), dengan karakteristik sebagai berikut.

  1. Pengangkatan perdana menteri dilakukan oleh Presiden, bukan oleh parlemen sebagaimana lazimnya.
  2. Kekuasaan perdana menteri masih dicampurtangani oleh Presiden. Hal itu tampak pada ketentuan bahwa Presiden dan menteri-menteri bersama-sama merupakan pemerintah. Seharusnya, Presiden hanya sebagai kepala negara, sedangkan kepala pemerintahannya dipegang oleh Perdana Menteri.
  3. Pembentukan kabinet dilakukan oleh Presiden bukan oleh parlemen.
  4. Pertanggungjawaban kabinet adalah kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), namun harus melalui keputusan pemerintah.
  5. Parlemen tidak mempunyai hubungan erat dengan pemerintah sehingga DPR tidak punya pengaruh besar terhadap pemerintah. DPR tidak dapat menggunakan mosi tidak percaya kepada kabinet.
  6. Presiden RIS mempunyai kedudukan rangkap, yaitu sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan.

Pada masa Republik Indonesia Serikat juga terjadi beberapa gerakan separatis yang di antaranya adalah sebagai berikut.

  1. Gerakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA).
  2. Pemberontakan Andi Azis di Makassar.
  3. Gerakan Republik Maluku Selatan (RMS).

Persatuan dan Kesatuan Bangsa pada Masa Demokrasi Liberal

Pada periode ini, Indonesia menggunakan Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia Tahun 1950 (UUDS 1950) yang berlaku mulai tanggal 17 Agustus 1950. UUDS RI 1950 merupakan perubahan dari Konstitusi RIS yang diselenggarakan sesuai dengan Piagam Persetujuan antara pemerintah RIS dan Pemerintah RI pada tanggal 19 Mei 1950.

Sistem pemerintahan yang dianut adalah sistem pemerintahan parlementer dengan menggunakan kabinet parlementer yang dipimpin oleh seorang Perdana Menteri. Praktik sistem pemerintahan ini ternyata tidak membawa bangsa Indonesia ke arah kemakmuran, keteraturan, dan kestabilan politik.

Hal itu tercermin dari jatuh bangunnya kabinet dalam kurun waktu antara 1950-1959 telah terjadi tujuh kali pergantian kabinet Terjadi perdebatan yang tiada ujung pangkal sementara di sisi lain kondisi negara makin gawat dan tidak terkendali yang mengancam persatuan dan kesatuan bangsa.

Kondisi tersebut mendorong Presiden untuk menggunakan wewenangnya yakni mengeluarkan Dekret Presiden tanggal 5 Juli tahun 1959, yang berisi poin-poin sebagai berikut.

  1. Pembubaran konstituante.
  2. Memberlakukan kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950.
  3. Pembentukan MPR dan DPA sementara.

Di tambah lagi, pada periode ini juga terjadi beberapa gerakan separatis yang di antaranya adalah sebagai berikut.

  1. Gerakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII).
  2. Pemberontakan PRRI/Permesta (Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia/Perjuangan Rakyat Semesta).

Persatuan dan Kesatuan Bangsa pada Masa Orde Lama

Dekret Presiden tanggal 5 Juli 1959 telah membawa kepastian di negara. Indonesia kembali menggunakan UUD 1945 sebagai konstitusi negara yang berkedudukan sebagai asas penyelenggaraan negara.

Sejak berlakunya kembali UUD 1945, Presiden berkedudukan sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Kabinet yang dibentuk pada tanggal 9 Juli 1959 dinamakan Kabinet Kerja yang terdiri atas:

  1. Kabinet Inti, yang terdiri atas seorang perdana menteri yang dijabat oleh Presiden dan 10 orang menteri;
  2. Menteri-menteri ex officio, yaitu pejabat-pejabat negara yang karena jabatannya diangkat menjadi menteri. Pejabat tersebut adalah Kepala Staf Angkatan Darat, Laut, Udara, Kepolisian Negara, Jaksa Agung, Ketua Dewan Perancang Nasional dan Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Agung;
  3. Menteri-menteri muda sebanyak 60 orang.

Pada periode ini muncul pemikiran di kalangan para pemimpin bangsa Indonesia, yang dipelopori Presiden Soekarno, yang memandang bahwa pelaksanaan demokrasi liberal pada periode yang lalu hasilnya sangat mengecewakan.

Sebagai akibat dari kekecewaan tersebut, presiden Soekarno mencetuskan konsep demokrasi terpimpin. Pada mulanya, ide demokrasi terpimpin adalah demokrasi yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.

Namun, lama kelamaan, bergeser menjadi dipimpin oleh Presiden/Pemimpin Besar Revolusi. Maka, akhirnya segala sesuatunya didasarkan kepada kepemimpinan penguasa yang dalam hal ini adalah pemerintah, tidak melibatkan rakyat.

Persatuan dan Kesatuan pada Masa Orde Baru

Kepemimpinan Presiden Soekarno akhirnya jatuh pada tahun 1966. Jatuhnya Soekarno menandai berakhirnya masa Orde Lama dan digantikan oleh kekuatan baru, yang dikenal dengan sebutan Orde Baru yang dipimpin Soeharto.

Selama memegang kekuasaan negara, pemerintahan Orde Baru tetap menerapkan sistem pemerintahan presidensial. Adapun kelebihan dari sistem pemerintahan Orde Baru adalah sebagai berikut.

  1. Perkembangan pendapatan per kapita masyarakat Indonesia yang pada tahun 1968 hanya 70 dolar Amerika Serikat dan pada 1996 telah mencapai lebih dari 1.000 dolar Amerika Serikat.
  2. Suksesnya program transmigrasi.
  3. Berhasil menyukseskan program Keluarga Berencana.
  4. Sukses memerangi buta huruf.

Penyimpangan Order Baru

Akan tetapi dalam perjalanan pemerintahannya, Orde Baru melakukan beberapa penyimpangan terhadap Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Beberapa penyimpangan konstitusional yang paling menonjol adalah sebagai berikut.

Penyimpangan Bidang ekonomi
  1. Penyelengaraan ekonomi tidak didasarkan pada pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945.
  2. Terjadinya praktik monopoli ekonomi.
  3. Pembangunan ekonomi bersifat sentralistik, sehingga terjadi jurang pemisah antara pusat dan daerah.
  4. Pembangunan ekonomi dilandasi oleh tekad untuk kepentingan individu.
Penyimpangan Bidang Politik
  1. Kekuasaan berada di tangan lembaga eksekutif.
  2. Presiden sebagai pelaksana undang-undang kedudukannya lebih dominan dibandingkan dengan lembaga legislatif.
  3. Pemerintahan bersifat sentralistik, berbagai keputusan disosialisasikan dengan sistem komando. Tidak ada kebebasan untuk mengkritik jalannya pemerintahan.
  4. Praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN) biasa terjadi yang tentunya merugikan perekonomian negara dan kepercayaan masyarakat.
Penyimpangan Bidang Hukum
  1. Perundang-undangan yang mempunyai fungsi untuk membatasi kekuasaan presiden kurang memadai, sehingga kesempatan ini memberi peluang terjadinya praktik KKN dalam pemerintahan.
  2. Supremasi hukum tidak dapat ditegakan karena banyaknya oknum penegak hukum yang cenderung memihak pada orang tertentu sesuai kepentingan.
  3. Hukum bersifat kebal terhadap penguasa dan konglomerat yang dekat dengan penguasa.

Berbagai penyimpangan yang telah disebutkan di atas mengakibatkan negara Indonesia terjebak dalam keadaan krisis multidimensional. Kondisi yang mencemaskan itu akhirnya membangkitkan gerakan reformasi menumbangkan rezim otoriter orde baru.

Semangat para mahasiswa dan berbagai pihak lainnya yang peduli terhadap masa depan bangsa akhirnya berhasil membuat Presiden Soeharto mengundurkan diri pada tanggal 21 Mei 1998.

Persatuan dan Kesatuan pada Masa Reformasi

Memasuki masa reformasi, bangsa Indonesia bertekad untuk menciptakan sistem pemerintahan yang demokratis. Agar tercipta sistem pemerintahan yang diharapkan, perlu disusun pemerintahan yang konstitusional. Pemerintah konstitusional bercirikan sebagai berikut.

  1. adanya pembatasan kekuasaan pemerintahan atau eksekutif, dan
  2. jaminan atas hak asasi manusia dan hak-hak warga negara.

Berdasarkan hal tersebut, salah satu bentuk reformasi yang dilakukan oleh bangsa Indonesia adalah melakukan perubahan atau amandemen atas Undang-Undang Dasar 1945. Langkahnya adalah dengan mengamandemen UUD 1945 menjadi konstitusi yang bersifat konstitusional, sehingga diharapkan dapat terbentuk sistem pemerintahan yang lebih baik dari yang sebelumnya.

Untuk lebih jelasnya, berikut dipaparkan perubahan-perubahan mendasar dalam ketatanegaraan Indonesia setelah perubahan UndangUndang Dasar 1945 pada masa reformasi yakni sebagai berikut.

  1. Kedaulatan di tangan rakyat dan dilakukan menurut Undang-Undang Dasar (Pasal 1 ayat (2)).
  2. MPR merupakan lembaga bikameral, yaitu terdiri dari anggota DPR dan anggota DPD (Pasal 2 ayat (1)).
  3. Presiden dan Wakil Presiden dipilih langsung oleh rakyat (Pasal 6A ayat (1)).
  4. Presiden memegang jabatan selama lima tahun dan dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama untuk satu kali masa jabatan (Pasal 7).
  5. Pencantuman hak asasi manusia (Pasal 28A-28J).
  6. Penghapusan DPA sebagai lembaga tinggi negara.
  7. Presiden bukan mandataris MPR.
  8. MPR tidak lagi menyusun GBHN.
  9. Pembentukan Mahkamah Konstitusi (MK) dan Komisi Yudisial (KY) (Pasal 24B dan 24C).
  10. Anggaran pendidikan minimal 20% (Pasal 31 ayat (4)).
  11. Negara kesatuan tidak boleh diubah (Pasal 37 ayat (5)).
  12. Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 dihapus.

Referensi

  1. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2017). Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan SMA/MA/SMK/MAK Kelas XII. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *