Pengertian Pelatihan Kerja

Pelatihan kerja adalah sebuah proses untuk meningkatkan kompetensi karyawan (Sutrisno, 2019, hlm. 68). Tentunya proses tersebut mengacu pada penyelenggaraan pendidikan yang disusun sedemikian rupa untuk mencapai tujuan. Seperti yang diungkapkan oleh Hasibuan (2017, hlm. 70) yang mengungkapkan bahwa pelatihan adalah suatu proses pendidikan jangka pendek dengan menggunakan prosedur yang sistematis dan terorganisir.

Lebih lanjut Wexley & Yulk (dalam Widodo, 2015, hlm. 80) menjelaskan bahwa pelatihan dan pengembangan kerja mengacu pada hal-hal yang berhubungan dengan usaha-usaha terencana yang dilaksanakan untuk mencapai penguasaan keterampilan, pengetahuan, dan sikap karyawan atau anggota organisasi. Artinya pelatihan merupakan suatu kegiatan holistik yang tidak hanya menyangkut kegiatan pembelajaran atau memberikan pengetahuan saja, akan tetapi dapat mencakup pelatihan keterampilan fisik, kemampuan baru yang dibutuhkan organisasi, hingga tahapan evaluasinya pula.

Pelatihan kerja, pelatihan karyawan, atau sering disebut dengan istilah training di perusahaan-perusahaan ini sering dikaitkan dengan kebutuhan karyawan baru yang dianggap belum mampu beradaptasi dan benar-benar memahami pekerjaannya. Padahal, pelatihan kerja sejatinya tidak mengenal batasan lama bekerja bahkan jabatan, seperti yang diungkapkan oleh Dessler (2019, hlm. 284) bahwa pelatihan merupakan proses mengajarkan pegawai baru atau yang ada sekarang mengenai keterampilan dasar yang mereka butuhkan untuk menjalankan pekerjaan mereka.

Keterampilan dasar bukan hanya berarti keterampilan ringan atau yang mudah-mudah saja, akan tetapi dapat juga mengacu pada berbagai keterampilan fundamental yang mungkin bisa saja tidak dimiliki oleh pejabat level corporate sekali pun. Contohnya adalah bagaimana suatu lembaga seperti Kementrian BUMN bisa saja mengadakan pelatihan kerja bagi komisioner-komisionernya untuk memastikan mereka dapat melakukan pekerjaannya dengan baik.

Dapat disimpulkan bahwa pelatihan kerja adalah suatu usaha dan proses terencana yang sistematis dan teroganisir untuk meningkatkan kompetensi anggota organisasi baik dari segi keterampilan, pengetahuan, maupun sikap yang dibutuhkan untuk menjalankan pekerjaan serta mencapai tujuan bersama organisasi atau perusahaan.

Jenis-jenis Pelatihan

Telah diungkapkan bahwa training atau pelatihan kerja ini tidaklah hanya mengacu pada proses pelatihan karyawan baru saja. Bahkan, terdapat banyak jenis-jenis pleatihan kerja yang telah diaplikasikan oleh organisasi-organisasi perusahaan. Menurut Kaswan (2016, hlm. 213) beberapa jenis pelatihan kerja tersebut di antaranya adalah sebagai berikut

  1. Pelatihan induksi,
    bertujuan mengenalkan organisasi kepada karyawan yang baru diangkat, ini merupakan pelatihan yang singkat dan informatif yang diberikan segera setelah bergabung dengan organisasi tersebut, tujuannya memberikan informasi “selayang pandang” kepada karyawan.
  2. Pelatihan pekerjaan,
    berkaitan dengan pekerjaan khusus dan tujuannya adalah memberikan informasi dan petunjuk yang sesuai kepada karyawan sehingga memungkinkan mereka melaksanakan pekerjaan secara sistematis, tepat efisien, dan akhirnya dengan percaya diri.
  3. Pelatihan untuk promosi,
    adalah pelatihan yang diberikan setelah promosi tetapi sebelum bergabung pada posisi yang lebih tinggi, tujuannya untuk memberi kesempatan pada karyawan melakukan penyesuaian diri dengan tugas pekerjaan di level lebih tinggi.
  4. Pelatihan penyegaran,
    adalah memperbaharui keterampilan profesional, informasi dan pengalaman seseorang yang menduduki posisi eksekutif penting.
  5. Pelatihan untuk pengembangan manajerial,
    merupakan pelatihan yang diberikan kepada manajer agar meningkatkan efisiensinya dan dengan demikian memungkinkan mereka menerima posisi yang lebih tinggi, perusahaan harus menyediakan semua jenis pelatihan.

Tujuan Pelatihan Kerja

Tujuan dari pelatihan kerja pada intinya adalah untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan,sikap, dan kompetensi anggota organisasi secara umum atau spesifik pada tujuan tertentu yang ingin dicapai oleh organisasi itu sendiri. Menurut Mangkunegara (2017, hlm. 45) beberapa tujuan pelatihan kerja yang biasanya diperlukan oleh perusahaan di antaranya adalah sebagai berikut.

  1. Meningkatkan penghayatan jiwa ideologi (seperti pada filsosofi hingga visi dan misi perusahaan).
  2. Meningkatkan produktivitas kerja.
  3. Meningkatkan ketetapan perencanaan sumber daya manusia.
  4. Menetapkan sikap moral dan semangat kerja.
  5. Meningkatkan rangsangan agar pegawai mampu berprestasi secara maksimal.
  6. Meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja.
  7. Menghindari keusangan (absolescene).
  8. Meningkatkan perkembangan pegawai.
  9. Meningkatkan kualitas kerja.
  10. Meningkatkan rangsangan agar pegawai mampu berprestasi secara maksimal.

Manfaat Pelatihan Kerja

Tentunya selain dapat mencapai tujuan tertentu, pelatihan kerja juga memiliki banyak manfaat yang dapat dirasakan langsung baik oleh anggota maupun organisasi sendiri. Beberapa manfaat pelatihan menurut Suparyadi (2015, hlm. 185) di antaranya adalah sebagai berikut.

  1. Meningkatkan kemandirian Karyawan yang menguasai pengetahuan dan memiliki keterampilan di bidang pekerjaannya akan lebih mandiri dan hanya sedikit memerlukan bantuan atasan untuk melaksanakan pekerjaannya.
  2. Meningkatkan motivasi Motivasi karyawan yang dilatih sesuai bidang pekerjaannya akan meningkat. Hal itu di sebabkan oleh dua hal, yaitu, pertama bahwa dengan menguasai pengetahuan dan keterampilan untuk melaksanakan pekerjaannya, maka mereka menjadi lebih yakin dan percaya diri mampu melaksanakannya dengan baik. Kedua, pelatih memberikan kesadaran kepada karyawan bahwa dirinya menjadi bagian dan diperlukan kontribusinya oleh organisasi, sehingga mereka merasa dihargai oleh organisasi.
  3. Menumbuhkan rasa memiliki Rasa diakui keberadaannya dan kontribusinya sangat diperlukan oleh organisasi serta pemahamannya tentang tujuan-tujuan organisasi yang diperoleh selama pelatihan dan dapat menumbuhkan rasa tanggung jawab pada diri setiap karyawan terhadap masa depan dan eksistensi organisasi.
  4. Mengurangi keluarnya karyawan Karyawan yang memiliki pengetahuan dan keterampilan di bidang pekerjaannya akan merasa nyaman bekerja. Kenyamanan dalam bekerja disebabkan oleh adanya rasa dihargai atau diakui keberadaan dan kontribusinya oleh perusahaan.
  5. Meningkatkan laba perusahaan Karyawan yang telah terlatih dengan baik akan mampu memproduksi barang atau jasa yang dapat memuaskan pelanggan, sehingga bisa terjadi efek berkelanjutan seperti dapat mendorong pelanggan menjadi setia atau loyal dan akan melakukan pembelian kembali bahkan dapat merekomendasikan orang lain untuk mengonsumsi atau menggunakan barang atau jasa seperti mereka. Dengan demikian cara tersebut sangat mungkin penjualan menjadi lebih banyak, sehingga laba perusahaan dapat meningkat.

Proses Pelatihan

Proses pelatihan haruslah dilakukan secara terstruktur, sistematis, terpadu, serta objektif agar memberikan manfaat yang maksimal. Menurut Dessler (2019, hlm. 286-314) salah satu model pelatihan kerja yang efektif dapat diterapkan pada bermacam jenis pelatihan adalah proses pelatihan lima langkah yang dinamakan ADDIE( analysis, design, develop, implement, evaluate) dengan penjabaran proses atau tahapan-tahapan pelatihan sebagai berikut.

1. Analisis kebutuhan pelatihan

Analisis kebutuhan pelatihan dapat menangani kebutuhan pelatihan strategis/jangka panjang pemberi kerja dan/atau kebutuhan pelatihan saat ini. Analisis kebutuhan pelatihan strategis mengidentifikasi pelatihan yang akan dibutuhkan karyawan untuk mengisi pekerjaan baru di masa depan. Hasil dari dari analisis ini akan mendukung perencanaan suksesi pemberi kerja. Sedangkan analisis kebutuhan pelatihan saat ini kebanyakan upaya pelatihan bertujuan untuk meningkatkan kinerja saat ini khususnya melatih karyawan baru, dan mereka yang kinerjanya kurang.

Pada tahapan analisis kebutuhan ini, terdapat beberapa analisis yang dapat dilakukan, meliputi:

  1. Analisis tugas,
    studi yang terperinci mengenai suatu pekerjaan untuk menentukan keterampilan spesifik yang dibutuhkan. Bagi analisis tugas deskripsi pekerjaan dan spesifikasi pekerjaan adalah esensial. Keduanya menyebutkan tudas dan keterampilan spesifik dari pekerjaan tersebut, yang menjadi referensi dasar dalam menentukan pelatihan yang dibutuhkan;
  2. Manajemen bakat,
    mengonsolidasikan, biasanya dalam dalam satu diagram, tinjauan presisi mengenai kompetensi yang akan dibutuhkan seseorang untuk melakukan pekerjaan tersebut dengan baik;
  3. Analisis kinerja,
    proses untuk memverifikasi jika terdapat defisiensi kinerja dan menentukan apakah pemberi kerja harus mengoreksi defisiensi tersebut melalui pelatihan atau cara lainnya.
  4. Desain program pelatihan keseluruhan

Tahap ini merencanakan keseluruhan program pelatihan, mulai dari tujuan pelatihan, metode penyampaian, materi yang diberikan, evaluasi program.

3. Mengembangkan program

Pengembangan program berarti benar-benar merakit isi dan meteri pelatihan dari program tersebut berdasarkan perancangan yang telah dilaksanakan.

4. Implementasikan pelatihan

Pada tahap inilah baru pelatihan kerja benar-benar dilaksanakan. Pelatihan ini dapat dilaksanakan dengan dengan menggunakan salah satu atau lebih metode pelatihan.

5. Evaluasi efektivitas pelatihan

Tahap terakhir dari pelatihan ini adalah suatu kegiatan untuk memastikan keberhasilan program pelatihan yang diukur dari reaksi peserta pelatihan, apakah yang dipelajari oleh peserta pelatihan dari program tersebut dan sejauh mana perilaku atau hasil on the job mereka berubah sebagai hasil dari program tersebut.

Indikator Pelatihan Kerja

Untuk melakukan tahap evaluasi efektivitas pelatihan diperlukan indikasi konkret yang dapat menjadi patokan pengukuran yang objektif. Menurut Mangkunegara (2017, hlm. 62) indikator-indikator pelatihan kerja adalah sebagai berikut.

  1. Tujuan Pelatihan
    Tujuan pelatihan harus konkret dan dapat diukur, oleh karena itu pelatihan yang akan diselenggarakan bertujuan untuk meningkatkan keterampilan kerja agar peserta mampu mencapai kinerja secara maksimal dan meningkatkan pemahaman peserta terhadap etika kerja yang harus diterapkan.
  2. Materi
    Materi pelatihan dapat berupa: pengelolaan (manajemen), tata naskah,psikologis kerja, komunikasi kerja, disiplin dan etika kerja, kepemimpinan kerja dan pelaporan kerja.
  3. Metode yang Digunakan
    Metode pelatihan yang digunakan adalah metode pelatihan dengan teknik partisipatif yaitu diskusi kelompok, konferensi, simulasi, bermain peran(demonstrasi) dan games, latihan dalam kelas, test, kerja tim dan study visit (studi banding).
  4. Peserta Pelatihan
    Peserta pelatihan adalah pegawai perusahaan yang memenuhi kualifikasi persyaratan seperti karyawan tetap dan staf yang mendapat rekomendasi pimpinan.
  5. Kualifikasi Pelatih (Instruktur)
    Pelatih/instruktur yang akan memberikan materi pelatihan harus memenuhi kualifikasi persyaratan antara lain: mempunyai keahlian yang berhubungan dengan materi pelatihan, mampu membangkitkan motivasi dan mampu menggunakan metode partisipatif.

Referensi

  1. Dessler, G. (2019). Manajemen sumber daya manusia. Jakarta: Salemba Empat.
  2. Kaswan. (2016). Teori-teori pelatihan dan pengembangan. Bandung: Alfabeta.
  3. Mangkunegara, A.A. Prabu. (2017). Manajemen sumber daya manusia perusahaan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
  4. Sutrisno, E. (2019). Manajemen sumber daya manusia. Jakarta: Kencana.
  5. Suparyadi. (2015). Manajemen sumber daya manusia: menciptakan keunggulan bersaing berbasis kompetensi sdm. Yogyakarta: Penerbit ANDI.
  6. Widodo, S.E. (2015). Manajemen pengembangan sumber daya manusia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *