Daftar Isi ⇅
show
Teori kepribadian melingkupi berbagai konsepsi bagaimana dan seperti apa kepribadian terbentuk dan diayomi oleh keadaan mental manusia. Terdapat empat teori kepribadian utama yang tentunya memiliki tesis yang berbeda dalam usahanya untuk menjawab hakikat kepribadian.
Beberapa teori kepribadian itu diusung oleh tokoh dan aliran psikologi yang berbeda, meliputi teori kepribadian Sigmund Freud dengan psikoanalisisnya, Allport melalui teori-teori sifat (trait), Skinner dengan behaviorisme, dan teori psikologi kognitif. Berikut adalah uraian dari masing-masing teori kepribadian.
Teori Kepribadian Sigmund Freud dan Psikoanalisis
Teori kepribadian Sigmund Freud mencoba memahami sistem kepribadian manusia dengan membangun model kepribadian yang saling berhubungan dan menimbulkan ketegangan atau pertentangan satu sama lain yang menciptakan energi psikis individu. Terdapat tiga energi dasar yang membangun sistem kepribadian dalam teori kepribadian psikoanalisis Freud, yakni id, ego, dan superego.
- Id berisi naluri seksual dan agresif yang selalu minta disalurkan dan bekerja menggunakan prinsip kesenangan, mencari pemuasan segera impuls biologis; ego mematuhi prinsip realita, menunda pemuasan sampai bisa dicapai dengan cara yang diterima masyarakat.
- superego (hati nurani; suara hati) memiliki standar moral pada individu.
- ego harus menghadapi konflik antara id (naluri buas dan agresif yang tidak memedulikan norma) dan super ego (yang berisi larangan yang menghambat naluri-naluri itu). Selanjutnya ego juga masih harus mempertimbangkan realitas di dunia luar sebelum menampilkan perilaku tertentu.
Baca juga: Psikoanalisis: Penjelasan Id, Superego, dan Ego (Teori & Aplikasi)
Namun demikian, dalam psikoanalisis Carl Gustav Jung, ego dianggap bukanlah menghadapi konflik antara id dan superego, melainkan harus mengelola dorongan-dorongan yang datang dari ketidaksadaran kolektif dan ketidaksadaran pribadi yang akan dijelaskan sebagai berikut.
- ketidaksadaran kolektif berisi naluri-naluri yang diperoleh dari pengalaman masa lalu dari masa generasi yang lalu; dan
- ketidaksadaran pribadi berisi pengalaman pribadi yang diredam dalam ketidaksadaran (Warsah & Daheri, 2021, hlm. 164).
Berbeda dengan Freud, Jung tidak mendasarkan teorinya pada dorongan seks.
Selanjutnya tokoh psikoanalisis lainnya, yakni Erikson, meskipun ia mengakui adanya id, ego, dan superego, menurutnya, yang terpenting bukannya dorongan seks dan bukan pula konflik antara id dan superego. Bagi Erikson, manusia adalah makhluk rasional yang pikiran, perasaan, dan perilakunya dikendalikan oleh ego. Jadi ego itu aktif, bukan pasif seperti pada teori Freud, dan merupakan unsur utama dari kepribadian yang lebih banyak dipengaruhi oleh faktor sosial daripada dorongan seksual.
Dapat disimpulkan bahwa teori kepribadian Sigmund Freud yang selanjutnya dikembangkan menjadi psikoanalisis oleh para ahli lainnya berpendapat bahwa kepribadian terbentuk oleh pertentangan id sebagai naluri agresif untuk bertahan hidup, superego yang normatif, dan ego sebagai regulator keseimbangan antara ego dan superego.
Teori Kepribadian Trait Theories (Teori-teori Sifat)
Trait theories atau dikenal juga sebagai teori-teori tipe (type theories) merupakan teori kepribadian yang menekankan bahwa aspek kepribadian bersifat relatif stabil atau menetap. Tepatnya, teori-teori ini menyatakan bahwa manusia memiliki sifat atau sifat-sifat tertentu yang memiliki pola kecenderungan untuk bertingkah laku dengan cara tertentu. Dengan demikian, sifat-sifat yang stabil ini menyebabkan manusia bertingkah laku relatif tetap dari situasi ke situasi.
Dalam trait theories, Allport membedakan antara sifat umum (general trait) dan kecenderungan pribadi (personal disposition).
- Sifat umum atau general trait adalah dimensi sifat yang dapat membandingkan individu satu sama lainnya.
- Kecenderungan pribadi atau personal disposition adalah pola atau konfigurasi unik sifat-sifat yang ada dalam diri individu (Warsah & Daheri, 2021, hlm. 165).
Misalnya, dua individu mungkin sama-sama semiliki kepribadian jujur, namun berbeda dalam hal kejujuran berkaitan dengan sifat lain. Individu pertama, karena peka terhadap perasaan orang lain, sering memberikan “kebohongan putih” atau berpura-pura baik karena bagi orang ini, kepekaan atau sensitivitas terhadap orang lain dinilai lebih tinggi dari kejujuran. Sementara itu, individu kedua menilai kejujuran lebih tinggi, dan mengatakan apa adanya walaupun hal itu melukai orang lain.
Setiap orang mungkin pula memiliki sifat yang sama, tetapi dengan motif berbeda. Seseorang mungkin berhati-hati karena ia takut memengaruhi pendapat orang lain, dan orang lain mungkin hati-hati karena mengekspresikan kebutuhannya untuk mempertahankan keteraturan hidup.
Topologi Sheldom
Tokoh trait theories lainnya adalah Willim Sheldom yang sering dianggap sebagai tokoh yang menciptakan topologi kepribadian. Meskipun begitu, sebetulnya Sheldom menolak pengotakkan menurut tipe ini, karena menurutnya manusia tidak dapat digolongkan dalam tipe-tipe tertentu.
Akan tetapi, setidak-tidaknya seseorang memiliki tiga komponen fisik yang berbeda menurut derajat dan tingkatannya masing-masing. Kombinasi ketiga komponen ini menimbulkan berbagai kemungkinan tipe fisik yang isebutnya sebagai somatotipe. Menurut Sheldom ada tiga komponen atau dimensi temperamental tersebut adalah sebagai berikut.
- Viscerotonia,
yakni Individu yang memiliki nilai viscerotonia yang tinggi, memiliki sifat-sifat, antara lain suka makan enak, pengejar kenikmatan, tenang toleran, lamban, santai, pandai bergaul. - Somatotonia,
adalah Individu dengan sifat somatotonia yang tinggi memiliki sifat-sifat seperti berpetualang dan berani mengambil resiko yang tinggi, membutuhkan aktivitas fisik yang menantang, agresif, kurang peka dengan perasaan orang lain, cenderung menguasai dan membuat gaduh. - Cerebretonia,
yakni seseorang dengan kepribadian yang mempunyai nilai cerebretonia dikatakan bersifat tertutup dan senang menyendiri, tidak menyukai keramaian dan takut kepada orang lain, serta memiliki kesadaran diri yang tinggi. Bila sedang di rundung masalah, Ia memiliki reaksi yang cepat dan sulit tidur (Jaenudin Hambali 2015 dalam Warsah & Daheri, 2021, hlm. 166).
Teori Kepribadian Behaviorisme
Menurut Skinner, individu adalah organisme yang memperoleh perbendaharaan tingkah lakunya melalui belajar, dengan demikian kepribadian juga didapatkan dari proses belajar. Dalam teori kepribadian behaviorisme, manusia bukanlah agen penyebab tingkah laku, melainkan tempat kedudukan atau suatu poin yang faktor-faktor lingkungan dan bawaan yang khas secara bersama-sama menghasilkan akibat (tingkah laku) yang khas pula pada individu tersebut.
Bagi Skinner, studi mengenai kepribadian itu ditujukan pada penemuan pola yang khas dari kaitan antara tingkah laku organisme dan berbagai konsekuensi yang diperkuatnya. Selanjutnya ia juga menguraikan sejumlah teknik yang digunakan untuk mengontrol perilaku. Menurut Skinner (dalam Warsah & Daheri, 2021, hlm. 167-168) teknik-teknik pengontrol perilaku yang kemudian akan membentuk kepribadian seseorang tersebut antara lain adalah sebagai berikut.
1. Pengekangan fisik (psycal restraints)
Menurut skinner, kita mengntrol perilaku melalui pengekangan fisik. Misalnya, beberapa dari kita menutup mulut untuk menghindari diri dari menertawakan kesalahan orang lain. Orang kadang-kadang melakukannya dengan bentuk lain, seperti berjalan menjauhi seseorang yang tealh menghina ita agar tidak kehilangan kontrol dan menyerang orang tersebut secara fisik.
2. Bantuan fisik (physical aids)
Terkadang orang menggunakan obat-obatan untuk mengontrol perilaku yang tidak dinginkan. Misalnya, pengendara truk meminum obat perangsang agar tidak mengatuk saat menempuh perjalanan jauh. Bantuan fisik bisa juga digunakan untuk memudahkan perilaku tertentu, yang bisa dilihat pada orang yang memiliki masalah penglihatan dengan cara memakai kacamata.
3. Mengubah kondisi stimulus (changing the stimulus conditions)
Teknik lainnya untuk mengelola perilaku seseorang adalah dengan mengubah stimulus yang bertanggunggung jawab. Misalnya, orang yang berkelebihan berat badan menyisihkan sekotak permen dari hadapannya sehingga dapat mengekang diri sendiri.
4. Memanipulasi kondisi emosional (manipulating emotional conditions)
Skinner menyatakan terkadang kita mengadakan perubahan emosional dalam diri kita untuk mengontrol diri. Misalnya, beberapa orang menggunakan tekhnik meditasi untuk mengatasi stess.
5. Melakukan respons-respons lain (performing alternativeresponses)
Menurut Skinner, kita juga sering menahan diri dari melakukan perilaku yang membawa hukuman dengan melakukan hal lain. Misalnya, untuk menahan diri agar tidak menyerang orang yang sangat tidak kita sukai, kita mungkin melakukan tindakan yang tidak berhubungan dengan pendapat kita tentang mereka.
6.Menguatkan diri secara positif (positif self-reinforcement)
Salah satu teknik yang kita gunakan untuk mengendalikan perilaku menurut Skinner, adalah positive self-reinforcement. Kita menghadiahi diri sendiri atas perilaku yang patut dihargai. Misalnya, seorang pelajar menghadiahi diri sendiri karena telah belajar keras dan dapat mengerjakan ujian dengan baik, dengan menonton film yang bagus.
7. Menghukum diri sendiri (self punishment)
Akhirnya, seseorang mungkin menghukum diri sendiri karena gagal mencapai tujuan diri sendiri. Misalnya, seorang mahasiswa menghukum dirinya sendiri karena gagal melakukan ujian dengan baik dengan cara menyendiri dan belajar kembali dengan giat (Rosyidi, 2015 dalam Warsah & Daheri, 2021, hlm. 168).
Baca juga: Behaviorisme: Pengertian, Perkembangan, Tokoh & Eksperimennya
Teori Kepribadian Kognitif
Menurut para ahli, teori psikologi kognitif dapat dikatakan berawal dari pandangan psikologi Gestalt. Mereka berpendapat bahwa dalam memersepsi lingkungannya, manusia tidak sekadar mengandalkan diri pada apa yang diterima dari pengindraannya, tetapi masukan dari pengindraan itu, diatur untuk saling dihubungkan dan diorganisasikan untuk diberi makna, dan selanjutnya dijadikan awal dari suatu perilaku.
Pandangan teori kognitif menyatakan bahwa organisasi kepribadian manusia tidak lain adalah elemen-elemen kesadaran yang satu sama lain saling terkait dalam lapangan kesadaran (kognisi). Dalam teori ini, unsur psikis dan fisik tidak dipisahkan lagi, karena keduanya termasuk dalam kognisi manusia. Bahkan, dengan teori ini dimungkinkan juga faktor-faktor diluar diri dimasukkan (diwakili) dalam lapangan psikologis atau lapangan kesadaran seseorang (Amalia 2016 dalam Warsah & Daheri, 2021, hlm. 168).
Baca juga: Psikologi Kognitif: Pengertian, Sejarah, Tokoh & Model (Pengantar)
Referensi
- Warsah, I., Daheri, M. (2021). Psikologi: suatu pengantar. Yogyakarta: Tunas Gemilang Press.