Pengertian Kodifikasi Hukum

Kodifikasi hukum adalah pembukuan jenis-jenis hukum tertentu dalam kitab undang-undang secara sistematis dan lengkap (Hartanto, 2022, hlm. 122). Oleh karena itu, elemen atau unsur-unsur kodifikasi adalah jenis-jenis hukum tertentu, misalnya hukum perdata yang disusun secara sistematis dan lengkap.

Bentuk kodifikasi hukum itu sendiri menurut (Kansil, dalam Hartanto, 2022, hlm. 121) dapat dibedakan menjadi:

  1. hukum tertulis atau statute law/written law), yaitu hukum yang dicantumkan dalam berbagai peraturan tertulis, dan
  2. hukum tidak tertulis (unstatutery law/unwritten law), yaitu hukum yang masih hidup dalam keyakinan masyarakat, tetapi tidak tertulis namun berlakunya ditaati seperti suatu peraturan perundangan (disebut juga hukum kebiasaan).

Sementara itu, tujuan kodifikasi hukum adalah untuk memperoleh kepastian hukum, penyederhanaan hukum, dan kesatuan hukum (Sulaiman, 2019, hlm. 268).

Lantas sebetulnya apa saja yang menjadi unsur atau berbagai jenis dan hasil dari kodifikasi hukum yang telah ada hingga kini? Menurut Hartanto (2022, hlm. 122) beberapa kodifikasi hukum yang telah umum dilakukan di antaranya adalah sebagai berikut.

Hukum Tata Negara

Hukum tata negara adalah seperangkat peraturan yang mengatur hubungan organisasi negara dan organisasi negara dengan warga negaranya sendiri (Hartanto, 2022, hlm. 123). Apabila ditelusuri, hukum tata negara di Indonesia berasal dari Belanda yang di sana disebut sebagai staatrecht yang artinya sendiri adalah “hukum negara”.

Sementara itu, menurut Pudjosewo  (dalam Hartanto, 2022, hlm. 123) hukum tata negara adalah hukum yang mengatur bentuk negara dan bentuk pemerintahan yang menunjukkan masyarakat hukum yang atasan maupun yang bawahan serta tingkatannya yang selanjutnya menegaskan wilayah dan lingkungan rakyat dan masyarakat-masyarakat hukum itu pada akhirnya menunjukkan alat-alat pelengkapan yang memegang kekuasaan penguasa dari masyarakat hukum itu beserta susunan, wewenang, tingkatan imbangan dari antara alat perlengkapan itu.

Lebih lanjut Hartanto (2022, hlm. 124) menjelaskan bahwa hukum tata negara dapat diartikan sebagai hukum dan kenyataan praktik yang mengatur tentang:

  1. Nilai-nilai dan cita-cita kolektif rakyat suatu Negara;
  2. Format kelembagaan organisasi Negara;
  3. Mekanisme hubungan antar lembaga; serta
  4. Mekanisme hubungan antara lembaga negara dan warga Negara.

Penjelasan lebih lanjut mengenai hukum tata negara ini dapat disimak pada link di bawah ini.

Baca juga: Hukum Tata Negara: Pengertian, Ruang Lingkup, Sumber Hukum, dsb

Hukum Administrasi Negara

Seperti hukum tata negara, hukum administrasi negara juga pada awalnya diadaptasi dari bahasa Belanda, yaitu administratiefrecht yang dapat diartikan sebagai sebagai administrasi atau tata usaha negara dalam konteks bahwa hukum administrasi negara mengejar keadilan (equality) maksudnya tindakan yang dimiliki aparatur negara secara adil terhadap masyarakat baik kaya maupun miskin di mana ini termasuk persoalan moral dan persoalan hukum (Hartanto, 2022, hlm. 126).

Sementara itu menurut Kansil (dalam Sulaiman, 2019, hlm. 275) hukum administrasi negara adalah hukum yang mengatur cara-cara menjalankan tugas (berupa hak dan kewajiban) dari kekuasaan alat-alat perlengkapan Negara. Tentunya perlengkapan negara yang dimaksud adalah para aparatur negara yang memiliki hak dan kewajiban dalam menjalankan segala pekerjaan yang berurusan langsung dengan administrasi Negara.

Selanjutnya menurut Mertokusumo (dalam Sulaiman, 2019, hlm. 275) hukum administrasi atau hukum tata usaha negara adalah hukum yang mengatur negara dalam keadaan bergerak objek hukum administrasi itu bulanlah organisasi negara, melainkan hubungan yang timbul dari kegiatan administrasi antara bagian-bagian negara dan antara negara dan masyarakat.

Menurut Hartanto (2022, hlm. 126) sumber hukum administrasi negara terdiri atas dua bagian, yaitu:

  1. sumber hukum materil, di mana sumber hukum material hukum administrasi negara Indonesia ialah Pancasila dan sumber hukum formal yaitu Undang-undang (hukum administrasi tertulis), dan
  2. praktik administrasi negara (hukum administrasi negara yang merupakan hukum kebiasaan), yusrisprudensi dan anggapan para ahli hukum administrasi.

Penjelasan lebih rinci mengenai hukum administrasi negara dapat disimak pada link di bawah ini.

Baca juga: Hukum Administrasi Negara: Pengertian, Asas, Ruang Lingkup, dsb

Hukum Pidana

Hukum pidana adalah keseluruhan dari pada ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur dengan cara bagaimana tertib hukum pidana harus ditegakkan dalam hal terjadinya suatu pelanggaran atau bagaimana negara harus menunaikan hak pidana atau hak menghukumnya dalam hal terjadinya suatu pelanggaran (Subekti & Tjitrosudibio, dalam Sulaiman, 2019, hlm. 276).

Menurut Hartanto, tujuan utama dari hukum pidana ini ada dua, yaitu:

  1. Untuk menakut-nakuti setiap orang jangan sampai melakukan perbuatan yang tidak baik;
  2. Untuk mendidik orang yang telah pernah melakukan perbuatan yang tidak baik dan dapat diterima kembali dalam kehidupan dan lingkungannya.

Selanjutnya terdapat beberapa jenis hukum pidana yang berbeda, meliputi:

  1. Hukum Pidana Objektif
    Hukum pidana objektif adalah himpunan peraturan-peraturan yang mengandung larangan-larangan atau keharusan-keharusan di mana terhadap pelanggarnya diancam dengan hukuman. Sedangkan hukum pidana materiil berisikan peraturan-peraturan tentang perbuatan-perbuatan yang dapat diancam dengan hukuman, siapa-siapa yang dapat dihukum dan hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap orang yang melanggar undang-undang. Selanjutnya ada para sarjana yang menyebut hukum pidana materiil dengan hukum pidana in abstractio, yaitu yang terdapat dalam KUHP dan peraturan lainnya. Hukum pidana formil adalah himpunan peraturan-peraturan yang mengandung cara-cara negara mempergunakan haknya untuk melaksanakan hukuman.
  2. Hukum Pidana Formil
    Hukum pidana formil/formal atau hukum acara pidana mengandung peraturan-peraturan bagaimana hukum pidana in abstractio dibawa ke dalam suatu in concrito. Hukum pidana subyektif adalah himpunan peraturan-peraturan yang mengatur hak negara untuk menghukum seseorang yang melakukan perbuatan yang dilarang.
  3. Hukum Pidana Subjektif
    Hukum pidana subjektif adalah himpunan peraturan-peraturan yang mengatur hak negara untuk menghukum seseorang yang melakukan perbuatan yang dilarang (Subekti & Tjitrosudibio, dalam Sulaiman, 2019, hlm. 276).

Hukum Perdata

Hukum perdata adalah ketentuan-ketentuan yang mengatur dan membatasi tingkah laku manusia dalam memenuhi kepentingan kebutuhannya (Hartanto, 2022, hlm. 130). Dalam arti luas, hukum perdata ini meliputi berbagai ketentuan hukum material yang mengatur kepentingan-kepentingan perseorangan (privat).

Lebih lanjut Mertokusumo (dalam Sulaiman, 2019, hlm. 274) menjelaskan bahwa hukum perdata adalah istilah hukum yang digunakan untuk mendefinisikan keseluruhan dari pada ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur hubungan-hubungan antar orang yang diterbitkan karena tiap-tiap orang boleh (a priori) memelihara atau memperjuangkan kepentingan-kepentingan sendiri menurut pendapat-pendapat sendiri.  Artinya, hukum perdata adalah hukum yang mengatur hak-hak dan kewajiban-kewajiban mereka timbal balik dan hak-hak atas kebendaan.

Penjelasan lebih rinci mengenai hukum pidana dan perdata serta perbedaan mendasarnya dapat disimak pada link artikel ini.

Baca juga: Hukum Pidana dan Hukum Perdata: Pengertian, Asas, Perbedaan, dsb

Hukum Adat

Menurut Supomo (dalam Hartanto, 2022, hlm. 132) hukum adat adalah hukum yang tidak tertulis di dalam peraturan-peraturan legeslatif (unstatutory law) meliputi peraturan-peraturan hidup yang meskipun tidak ditetapkan oleh yang berwajib, ditaati, dan didukung oleh rakyat berdasarkan atas keyakinan bahwa peraturan-peraturan tersebut mempunyai kekuatan hukum.

Dengan demikian, dapat dikatakan pula bahwa hukum adat adalah komplekitas adat-adat yang kebanyakan tidak dikitabkan, tidak dikodifikasikan dan bersifat paksaan, mempunyai sanksi dan mempunyai akibat hukum.  Berbagai sumber hukum adat ini meliputi: pepatah-pepatah adat, yurisprudensi adat (keputusan-keputusan sengketa adat yang pernah terjadi), dokumen atau naskah adat, dsb.

Penjelasan lebih lengkap mengenai hukum adat dapat dibaca pada link artikel di bawah ini.

Baca juga: Hukum Adat: Pengertian, Jenis, Sumber Hukum, Sifat, Corak, dsb

Hukum Pajak

Kansil (dalam Hartanto, 2022, hlm. 135) mengungkapkan bahwa hukum pajak adalah himpunan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antara pemerintah dan wajib-wajib pajak dan antara lain mengatur siapa-siapa dalam hal apa dikenakan pajak (objek pajak), timbulnya kewajiban pajak, cara pemungutannya, cara penagihannya dan sebagainya.

Pajak sendiri mengandung dua unsur utama, yaitu:

  1. Iuran Wajib kepada Negara
    Pada unsur ini, prinsipnya pajak dipungut dari masyarakat dan dikembalikan kepada masyarakat dalam bentuk lain, maka dengan dasar itu negara bisa melakukan pemaksaan kepada wajib pajak untuk memenuhi kewajiban.
  2. Prestasi Pajak
    Prestasi pajak merupakan prestasi tidak langsung, artinya setelah wajib pajak memenuhi kewajibannya tidak akan mendapat prestasi (balas jasa) secara langsung, akan tetapi akan mendapatkan balasan jasa dalam bentuk lain seperti hak menikmati hasil pembangunan.

Uraian lebih lengkap mengenai hukum pajak dapat disimak pada link artikel di bawah ini.

Baca juga: Hukum Pajak: Pengertian, Asas, Sistem, Sumber Hukum, Hak & Kewajiban

Hukum Internasional

Menurut Hartanto (2022, hlm. 139) terdapat dua pengertian hukum internal, yakni:

  1. Pengertian Tradisional,
    Dalam pengertian tradisional, hukum Internasional lebih menekankan bahwa subjek hukum Internasional yaitu pendukung hak dan kewajiban hukum Internasional terdiri dari Negara-negara. Umumnya ditemukan dalam karya-karya standar tentang hukum internasional masa lalu. Salah satu pengertian tradisional dikemukakan oleh Bierly (dalam Hartanto, 2022, hlm. 139) yang mendefinisikan hukum internasional sebagai himpunan kaidah-kaidah dan asas-asas tindakan yang mengikat bagi negara-negara yang beradab dalam hubungan mereka, antara yang satu dengan yang lainnya.
  2. Pengertian Kontemporer,
    Sementara itu dari kacamata kontemporer, hukum internasional mengakui entitas-entitas lain sebagai subjek hukum internasional, di samping Negara. Definisi hukum internasional secara kontemporer dikemukakan oleh Starke (dalam Hartanto, 2022, hlm. 139) yang menyatakan bahwa hukum internasional merupakan aturan-aturan perilaku yang mengikat negara-negara, mengatur berfungsinya organisasi-organisasi internasional, mengatur hubungan organisasi internasional yang satu dengan yang lainnya, mengatur hubungan organisasi internasional dengan negara-negara individu, serta aturan-aturan hukum tertentu yang bertalian dengan individu dan satuan-satuan bukan negara, sejauh hak dan kewajiban mereka merupakan kepentingan masyarakat internasional.

Penjelasan lebih rinci mengenai hukum internasional dapat dibaca pada tautan artikel di bawah ini.

Baca juga: Hukum Internasional: Pengertian Tradisional, Kontemporer, Subjek & Sumber

Hukum Agraria

Hukum agraria adalah kaidah-kaidah yang mengatur hubungan antara orang dengan bumi, air, ruang udara, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya (Hartanto, 2022, hlm. 144). Hukum agraria Nasional diatur dalam Undang-undang No. 5 tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok agrarian yang sering disingkat UUPA.

Menurut pasal 33 ayat (3) UUD 1945, bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dan dikuasai negara dan dipergunakan untuk kemakmuran rakyat. Dalam hak tersebut negara diberi wewenang untuk melakukan penguasaan (Pasal 2 UUPA), artinya negara mempunyai kewenangan (kewajiban) untuk mengelola bumi, air, ruang udara dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk kesejahteraan umum atau rakyat.

Pembahasan lengkap mengenai hukum agraria dapat dibaca pada artikel di bawah ini.

Baca juga: Hukum Agraria: Pengertian, Ruang Lingkup Sumber Hukum, dsb

Hukum Dagang

Berdasarkan bunyi pasal 1 kitab Undang-undang hukum dagang, dijelaskan secara rinci bahwa hukum dagang merupakan wujud dari asas lex specialis derogate lege generalisasi yang artinya adalah ketentuan khusus mengenyampingkan ketentuan umum (Hartanto, 2022, hlm. 150). Sama seperti peraturan perundang-undangan lainnya, kitab undang-undang hukum dagang merupakan produk zaman kolonial karena belum dapat aturan baru yang menggantikannya maka berdasarkan pasal I aturan peralihan Undang-undang dasar negara republik Indonesia tahun 1945, maka kitab undang-undang hukum dagang masih berlaku.

Hukum Lingkungan

Hukum lingkungan adalah hukum yang bersangkutan dengan lingkungan fisik dan dapat diterapkan untuk mengatasi pencemaran, pengurasan, dan perusakan lingkungan (fisik) (Kleijis-Wijnnobe, dalam Nugroho, 2022, hlm. 11). Tentunya makna lingkungan amatlah luas yang di mana bahkan lingkungan sosial atau tatanan masyarakat yang melingkupinya sendiri juga dapat dikatakan sebagai lingkungan. Akan tetapi, lingkungan yang dimaksudkan di sini adalah lingkungan fisik dan tidak melingkupi lingkungan sosial.

Tujuan hukum lingkungan ini sendiri terletak pada tata pengaturan pengelolaan lingkungan (hidup) secara rasional dan pelestarian sumber-sumber dayanya sedemikian rupa hingga tercegah penyusutan serta kemerosotan mutunya. Dengan kata lain, hukum lingkungan adalah hukum yang ingin melindungi lingkungan fisik agar tidak semena-mena dirusak atau tidak dipertahankan keutuhan atau kualitasnya secara umum.

Penjelasan lanjut mengenai hukum lingkungan dapta disimak pada artikel di bawah ini.

Baca juga: Hukum Lingkungan: Pengertian, Sumber Hukum, Asas, dsb

Referensi

  1. Hartanto. (2022). Pengantar ilmu hukum. Medan: Umsu Press.
  2. Nugroho. (2022). Hukum lingkungan dan pengelolaan sumber daya alam. Yogyakarta: Genta Publishing.
  3. Sulaiman, A. (2019). Pengantar ilmu hukum. Jakarta: UIN Jakarta & YPPSDM Jakarta.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *