Pengertian Psikomotorik

Psikomotorik atau gejala campuran adalah gejala jiwa atau proses mental yang merupakan campuran dari gejala kognitif (berpikir) dan afektif (perasaan) sehingga memunculkan suatu gerakan (jasmani) atau tingkah laku tertentu (Warsah & Daheri, 2021, hlm. 145). Misalnya, saat melakukan gerakan bela diri seperti memukul dalam karate, biasanya ia akan melakukannya sembari berteriak, karena hal itu melibatkan berpikir (kognitif) untuk mengaplikasikan teknik yang tepat sehingga otot-ototnya bekerja presisi sesuai tujuan, dan perasaan atau emosi (afektif) untuk memberikan tenaga.

Ihwal gejala psikomotorik ini telah banyak dibahas juga oleh psikologi terapan seperti pendidikan, karena berkaitan langsung dengan keterampilan peserta didik dalam aspek fisik atau jasmaniah dengan pusat dialog pada taksonomi bloom ranah psikomotor. Dalam psikologi umum, psikomotorik atau gejala campuran lebih membicarakan persoalan mengenai proses mentalnya sendiri.

Misalnya, menurut Warsah & Daheri (2021, hlm. 145) kita sering mendengar istilah psikomotorik, namun tidak banyak yang tahu gejalanya seperti apa (hanya diasosiasikan dengan perilaku atletis saja), padahal contoh lainnya juga dapat dilihat dari: perhatian, kelelahan, dan sugesti yang akan dijelaskan pada pemaparan-pemaparan di bawah ini.

Perhatian

Pengertian perhatian adalah reaksi umum yang menyebabkan bertambahnya aktifitas daya konsentrasi, terhadap pengamatan, pengertian, dan sebagainya dengan mengesampingkan yang lain dari pada itu (Warsah & Daheri, 2021, hlm. 146). Perhatian merupakan pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktivitas individu yang di tujukan kepada sesuatu atas sekumpulan objek.

Selain itu individu dapat mencurahkan konsentrasinya pada banyak objek sekaligus dalam satu waktu. Jadi objek yang dicakup tidak hanya bersifat tunggal atau satu objek saja, tetapi melainkan bisa sekumpulan objek. Dengan demikian, dapat disimpulkan pula bbahwa perhatian merupakan proses penyeleksian (Wirawan, 2013 dalam Warsah & Daheri, 2021, hlm. 146).

Perhatian sangatlah dipengaruhi oleh perasaan dan suasana hati, serta ditentukan oleh kemauan (konasi/motivasi). Sesuatu yang dianggap luhur, mulia, dan indah akan sangat memikat perhatian. Demikian pula sesuatu hal yang dapat menimbulkan rasa nyeri dan ketakutan,akan mencekam perhatian. Sebaliknya, segala sesuatu yang membosankan, sepele, dan terus-menerus berlangsung tidak akan bisa mengikat perhatian.

Dalam percakapan sehari-hari, terkadang kita juga dapat dikacaukan oleh pengertian perhatian dan minat. Dalam praktiknya, perhatian seolah-olah lebih menonjolkan fungsi pikir, sementara minat seolah-olah lebih menonjolkan fungsi rasa. Padahal, kenyataanya, apa yang menarik minat kta menyebabkan kita berperhatian (Baharudin, 2012 dalam Warsah & Daheri, 2021, hlm. 147).

Perhatian memiliki beragam jenis yang di antaranya adalah sebagai berikut.

  1. Perhatian spontan dan disengaja.
  2. Perhatian statis dan dinamis, atau perhatian yang tetap terhadap sesuatu, atau perhatian yang mudah berubah-ubah.
  3. Perhatian konsentratif dan distributif, atau perhatian yang hanya ditujukan kepada suatu objek (masalah) tertentu, dan perhatian yang dibagi-bagi pada beberapa arah sekaligus.
  4. Perhatian sempit dan luas, yang artinya seseorang dengan perhatian sempit mudah memusatkan perhatiannya pada suatu objek spesifik, sebaliknya individu dengan perhatian luas kesulitan mengarah pada suatu spesifik.
  5. Perhatian fiktif (melekat) dan fluktuatif, atau perhatian yang dapat melekat lama dan perhatian yang berubah-ubah lekatannya atau hanya melekat pada yang dirasa penting saja.

Penjelasan lengkap mengenai perhatian dapat disimak pada tautan di bawah ini.

Baca juga: Perhatian: Pengertian, Proses, Macam, Syarat & Faktor

Kelelahan

Manusia selalu terlibat dalam berbagai gerak dan kesibukan berarti dalam hidupnya. Akan tetapi lama-kelamaan kekuatan untuk berbuat itu akan semakin berkurang. Berkurangnya kekuatan bergerak (baik jasmani maupun rohani), akan berpengaruh pada kinerja aktivitas yang diperbuat. Gejala berkurangnya manusia untuk melakukan sesuatu disebut kelelahan, keletihan, kelesuan, atau kepenataan (Warsah & Daheri, 2021, hlm. 153).

Menurut Suma’mur (2014) Keadaan dan perasaan lelah atau kelelahan adalah reaksi fungsional pusat kesadaran yaitu otak (cortex celebri), yang dipengaruhi oleh dua sistem antagonistis yaitu sistem penghambat (inhibisi) dan sistem penggerak (aktivasi).

  1. Sistem penghambat (inhibisi) bekerja terhadap talamus (thalamus) yang mampu menurunkan kemampuan manusia bereaksi dan menyebabkan kecenderungan untuk tidur.
  2. Sementara itu sistem penggerak (aktivasi) terdapat dalam formasio retikularis (formation reticularis) yang dapat merangsang pusat vegetatif untuk konversi ergotropis dari organ dalam tubuh kearah kegiatan bekerja, berkelahi, melarikan diri, dan lain-lain.

Maka berdasarkan konsep tersebut keadaan seseorang pada suatu saat sangat tergantung kepada hasil kerja antara dua sistem antagonistis yang dimaksud. Apabila sistem penghambat berada pada posisi lebih kuat daripada sistem penggerak, seseorang berada dalam kondisi kelelahan. Sebaliknya, apabila sistem penggerak lebih kuat dari sistem penghambat, maka seseorang berada dalam keadaan segar atau tidak lelah.

Kelelahan disebabkan karena berlangsungnya suatu aktivitas atau pekerjaan, baik aktivitas jasmani maupun rohani yang dikerjakan dalam waktu cukup lama terus menerus. Namun demikian penyebab kelelahan juga beragam, amat tergantung dari jenis atau macam kelelahannya sendiri. Beberapa macam atau jenis kelelahan itu adalah sebagai berikut.

  1. Kelelahan jasmani,
    yaitu kelelahan yang disebabkan oleh kekuatan jasmani atau tubuh yang berkurang, sehingga tidak dapat melakukan sesuatu dengan semestinya. Faktor kelelahan jasmani seperti dapat disebabkan oleh penggunaan daya fisik besar hingga mencapai batasnya, atau faktor kesehatan dan cacat tubuh.
  2. Kelelahan rohani,
    Kekuatan jiwa disebabkan oleh pikiran, perasaan dan kemauan yang berkurang, sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan psikis dengan semestinya.
  3. Kelelahan jasmani dan rohani,
    Sebetulnya, kelelahan jasmani tidak dapat dipisahkan dengan kelelahan rohani, dan sebaliknya. Singkatnya, dapat dikatakan bahwa antara kelelahan jasmani dan kelelahan rohani mempunyai hubungan timbal balik dan saling mempengaruhi (Ahmadi, 2003 dalam Warsah & Daheri, 2018, hlm. 156). Misalnya, kelelahan dan stres karena kondisi yang berkaitan dengan pekerjaan berisiko akan mengganggu efektivitas dan produktivitas pekerja karena memang pekerjaan semacam ini menguras banyak tenaga jasmani dan rohani.

Penjelasan lebih mendetail mengenai kelelahan dapat dibaca pada link artikel di bawah ini.

Baca juga: Kelelahan: Pengertian, Penjelasan Fisiologis, Jenis & Penyebab

Sugesti

Sugesti adalah pengaruh terhadap jiwa atau laku seseorang dengan maksud tertentu, sehingga pikiran dan kemauan terpengaruh olehnya (Warsah & Daheri, 2021, hlm. 157). Misalnya, hal ini dapat ditimbulkan kepada siswa yang akan mengikuti apa yang dikehendaki oleh gurunya (supaya mau belajar). Hal tersebut dapat terjadi karena siswa yang sedang belajar memang sedang dalam keadaan, situasi, dan kondisi untuk untuk belajar di lingkungan yang mendukungnya pula (sekolah), dan guru memiliki kewajiban dan wewenang untuk mengajar.

Lebih lanjut mengenai sugesti, Ahmadi (dalam Warsah & Daheri, 2021, hlm. 157) pernah berkata “Sugesti adalah pengaruh atas jiwa atau perbuatan seseorang sehingga pikiran, perasaan dan kemauannya terpengaruh dan dengan begitu orang mengakui atau meyakini apa yang dikehendaki dari padanya”. Artinya, sugesti adalah pengaruh atas jiwa atau perbuatan seseorang, sehingga pikiran, perasaan dan kemauannya terpengaruh, dan dengan begitu orang mengakui apa yang dikehendaki dari padanya.

Inti dari pada sugesti ialah didesakkan suatu keyakinan kepada seseorang, yang olehnya diterima mentah-mentah, tanpa pertimbangan yang dalam. Hal tersebut dapat dilakukan apabila syaratnya terpenuhi, yakni:

  1. Pihak yang mempengaruhi, mendesakkan suatu keyakinan, pendapat atau anggapan kepada orang lain.
  2. Pihak yang dipengaruhi, didesak untuk menurut dan menerima pendapat atau tanggapan yang dikenakan kepadanya.

Tanpa adanya kedua hal tersebut, maka sugesti tidak akan terjadi (hanya satu pihak). Menyugesti orang berarti mempengaruhi proses kejiwaan (pikiran, perasaan, dan kemauan) orang lain, sehingga orang yang disugesti mengikuti dan berbuat apa seperti yang disugestikan kepadanya.

Cara Menyugesti

Tampak bahwa sugesti merupakan salah satu gejala yang sangat bisa dimanfaatkan untuk berbagai hal untuk memersuasi atau mendorong orang lain agar melakukan sesuatu. Caranya sendiri dapat berupa:

  1. Membujuk,
    seperti bagaimana guru selalu berusaha agar didiknya maju, yaitu dengan jalan membujuk agar ia lebih rajin agar hidupnya dapat sukses atau bisa membantu orangtua;
  2. Memuji,
    merupakan suatu pernyataan yang positif tentang seseorang, dengan tulus dan sejujurnya. Pujian itu adalah sesuatu ucapan yang membuat orang yang mendengarnya merasa tersanjung, sehingga dapat juga memberikan motivasi;
  3. Menakut-nakuti,
    Misalnya dengan memperingatkan anak yang suka makan cokelat berlebih, awas jangan terlalu banyak makan cokelat, nanti gigimu bolong dan perutmu juga bisa sakit;
  4. Dengan menunjukkan kekurangan atau kelebihan,
    contohnya adalah bagaimana seorang guru akan memperingatkan bahwa jika siswanya tidak rajin belajar, maka kemungkinan sekolahmu akan gagal, dan tidak bisa sukses. Sebaliknya, apabila ia rajin dan sekolahnya berhasil, maka ia ia juga akan berhasil dalam kehidupan.

Selain untuk meyakinkan diri sendiri dan orang lain, sugesti juga dapat dijadikan fasilitas bagi pengobatan gangguan psikologi. Contohnya adalah pengobatan gangguan psikologi di klinik hipnoterapi menggunakan komunikasi terapeutik (Candi dan Putra, 2015).

Artikel yang membahas dengan lebih lengkap mengenai sugesti dapat ditemukan pada link di bawah ini.

Baca juga: Sugesti: Pengertian, Syarat, Cara, Alat & Implikasi dalam Kehidupan

Referensi

  1. Candi, John Royle, and Dedi Kurnia Syah Putra. “Proses Komunikasi Terapeutik Dalam Hipnoterapi Di Trance Clinic Kota Bandung.” eProceedings of Management 2.1 (2015).
  2. Suma’mur, P.K. (2014). Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta : Gunung Agung.
  3. Warsah, I., Daheri, M. (2021). Psikologi: suatu pengantar. Yogyakarta: Tunas Gemilang Press.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *